Sekalipun menderita banyak kerugian akibat gempa, warga desa yang saya layani justru banyak berbagi kepada kami, para relawan. Kelapa muda, ikan tongkol, mangga, kopi atau apa pun yang mereka miliki, tak akan ditahan untuk diri sendiri. Mereka yang seharusnya mendapat bantuan, namun mereka yang justru memberi pada kami. Dari anak-anak yang saya ajar di sekolah darurat, saya juga belajar sedikit Bahasa Sasak. "Sie aran epe?" (Siapa namamu?) "Atur tampi asih" (Terima kasih), dan beberapa kosakata populer lainnya pernah saya tahu dari anak-anak. Sampai saya lupa karena tidak pernah berinteraksi dalam Bahasa Sasak.
Sepanjang pantai Lombok adalah keindahan. Jangan mengaku sudah ke Lombok kalau belum menikmati pantainya, kata warga. Tiga bulan di Lombok, saya lumayan puas. Bisa mantai tiap hari bahkan diberi kesempatan menginjak Gili Trawangan. Di sana ngapain? Menginap? Nongkrong? Tidak. Biar pernah, hehe.
Ini baru Lombok, loh. Hanya dua jam penerbangan dari Semarang. Belum juga tepat dikata traveling. Mungkin ada benarnya kata Trinity, bahwa traveling berarti belajar hal baru.
Kapan saya bisa traveling ya?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H