1. Lampauilah pendahulu anda
Semua pendahulu anda berbeda karakter maupun agenda. Bahkan yang bergelar Phd, amat manis dalam teori, sayang minim tindakan. Kalau pun ada kebijakan yang diambil, mengundang gelak tawa warganet, mengakibatkan bisnis topeng monyet angkat gerobak.
Pendahulu anda punya program pak, berganti tiap periode malah. Pembaharuan kurikulum. Wah, keren. Tapi mau dinamakan apa, berapa kali revisi, isinya tetap sama pak. Output-nya generasi hafalan. Sedang anda tahu, menghafal adalah kemampuan paling rendah dalam tahap belajar. Pendahulu anda berhasil meyakinkan masyarakat, lalu mengakar dalam sistem---bahwa nilai UN, rangking adalah segalanya. Bahwa paling penting adalah kurikulumnya. Bagaimana keyakinan anda?
Semoga teori, software dan pendekatan anda bisa didaratkan pada pendidikan negeri ini, pak menteri.
2. Indonesia tidak hanya Jawa dan Jakarta
Demikian kutipan RI 1. Saya adalah satu dari makhluk yang paling benci pada produk berlabel nasional padahal hanya relevan di daratan maju seperti Jawa dan barisannya. Ujian Nasional, misalnya. Nasional dari mana jika siswa di pelosok-pelosok tidak mendapat cukup waktu tatap muka dengan satu-satunya jendela pikiran mereka. Jika guru-guru hanya dibayar dengan sertifikat berjudul "honorer", "wiyata bakti", atau "pengabdi negara-yang bukan PNS". Omong kosong.
Ngomong-ngomong, akankah anda terseret gelombang menghapus Ujian Nasional, pak menteri?
Atau, terobosan yang lebih canggih UNBK. Ujian Nasional Berbasis Komputer. Wih, canggih ya pak. Sudah nasional, basis komputer pula. Majulah negeri ini, pastinya.
Masalahnya pak, betapapun banyak pemancar jaringan ditanam di desa-desa, seberapa SDM kependidikan yang anda kepalai siap mengenakan komputer sebagai alat tempur? Orang ibu kota saja, saya perhalus: ORANG IBU KOTA, salah menginput data perlengkapan mengelem. Eh, perlengkapan belajar maksudnya. Lagipula, yang salah aplikasinya pak, bukan yang menginput.
Jika anda hendak memproduksi label nasional, pak. Parameternya adalah yang paling tertinggal. Rakyat yakin, anda bisa melihat melampaui sekat ini.
Emak-emak bisa tersedot pada jasa helm hijau anda. Mungkinkan nanti petani, tukang las, hakim, bahkan montir bisa masuk ke kelas, pak menteri?