Mohon tunggu...
Wanto Robusta
Wanto Robusta Mohon Tunggu... wiraswasta -

...dari negeri paling sepi... www.wanto-isme.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Sedang Berdiri Siap Berlari

10 Januari 2012   00:17 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:06 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anggap saja saat ini saya sedang berdiri. Bersiap berlari. Bahkan mulai berani menantang matahari. Sebelum ini, anggap saja saya sedang terduduk nyaris terpuruk. Sebabnya adalah, dari tempat saya terpuruk ini,jalan ke depan nampak terjal dan sangat mengerikan. Membuat saya (hampir) mengalah sebelum berperang.

Untungnya saya melihat salah satu sahabat terbaik saya di depan sana. Ternyata dia sudah ada seratus langkah di depan saya. Artinya dia sudah berjalan melewati ‘jalan yang nampak terjal dan mengerikan’ ini. Dia bisa, maka seharusnya saya bisa.

Saya berteriak kepadanya:

“Ndul, kok kau udah bisa nyampe sono…?!!”, saya biasa memanggilnya ‘Ndul’ (Gundul) karena dia suka memanggil saya dengan panggilan yang sama.

“Iya Ndul, napa emang?” Tanya dia dengan santai.

“Kan jalannya terjal dan mengerikan…” kata saya sedikit heran.

“Emang iya, trus??” Katanya. Dia orangnya emang suka simple gini.

“Ya kok kau bisa lewat dan sudah sejauh itu…” kata saya masih dengan heran.

“Ya emang ini udah jalanku Ndul. Aku yang pilih jalan ini. Walaupun jalannya ‘terjal dan mengerikan’, tetep aja nyaman. Emang kau harus lewat jalan ini juga po…??” Tanya-nya padaku.

“Iya Ndul. Kayaknya jalanku emang ini. Tapi kok nampak ‘terjal dan mengerikan’ gitu. Apa aku cari jalan lain aja kah?” ucap ku ragu.

“Hei!!”, kata dia sedikit membentak “kalo ini emang jalanmu, ya udah jalani aja. Ngapain cari-cari jalan yang lain lagi. Lagian setiap jalan itu pasti ada ‘terjal’ dan ‘mengerikannya’. Jadi balik ke diri kita masing-masing” kata dia dengan mantap!

“Tapi kok kayaknya Madesu ya Ndul…?” kata saya masih ragu.

“Madesu??!”, kali ini dia ngomong sambil berkacak pinggang “kau ini kayak gak punya Tuhan aja Ndul!! siapa yang tahu masa depan…?? Cuma Tuhan Ndul!! Sok tau kalo jalan ini Madesu!!”

Pada detik itu juga saya tersentak dan berdiri.

Saya lihat sahabat saya melanjutkan perjalanannya saat tiba-tiba telpon saya berdering. Kakak saya yang nelpon.

“Halo Kak, ada apa?” tanya saya dengan dada yang masih bergetar setelah dibentak si Gundul Cuplis alias Adit tadi.

“Gimana, udah jalan?” Tanya dia diujung telpon sana.

Pertanyaan yang paling saya hindari sebenarnya. Tapi kali ini saya tidak bisa menghindar.

“Belum kak, masih ragu..” jawab saya dengan lesu.

“Lho, kenapa kok ragu??”

“Kayaknya sampe lima atau sepuluh tahun ke depan, jalan ini belum memberikan saya apa-apa kak” jawab saya.

“Kok bisa??”

“Karena peraturannya emang gitu,” jawab saya sekenanya “jalannya ‘terjal dan mengerikan’ pula” imbuh saya sembari berharap dia akan mendukung saya untuk mencari jalan yang lain.

“Justru itu yang kau butuhkan saat ini,” kata dia bijaksana “kau tau gak? Jangan mentang-mentang kau udah lulus kuliah, terus kau merasa udah kelar belajarnya. Gak bisa gitu. Kuliah itu cuma satu titik. Selanjutnya, pada titik yang lain, kau harus tetap belajar lagi. Dan itu bisa lima tahun lamanya, atau sepuluh tahun, bahkan bisa dua puluh tahun ke depan. Dan hanya di jalan yang ‘terjal dan mengerikan’ dirimu akan latihan survive” Kata dia.

“Jadi kapan saya bisa punya rumah, punya mobil, banyak duit..??” kata saya coba memprotes.

“bah, untuk punya semua itu gak bakal susah, kerja sebulan juga bakal bisa dapat semua itu, asal kau udah kerja sebagai orang yang sukses, dan sukses itu berada sangat dekat dengan ujung survive. Sukses itu hanya satu titik setelah kau belajar survive”. Ujar kakakku sambil menutup telpon.

Dada saya semakin bergetar! Saya benar-benar siap berlari kini.

Tiba-tiba, dari atas yang terik, seseorang berjas dan berdasi, dengan kacamata serta kepala yang botak, melayang-layang dan melewati atas kepala saya sambil terus tersenyum. Dia membagikan selebaran via twitter. Tak terduga, selebaran yang tepat jatuh di batang hidung saya berbunyi:

“Hidup ini untuk DIJALANI dan DINIKMATI bukan untuk DIKELUHKAN dan DIKUATIRKAN” Mario Teguh Quotes @MarioTeguhWord

Selesai!! Saya benar-benar berdiri kini, siap berlari bahkan berani menantang matahari!!

Kunjungi Saya di 'Negeri Paling Sepi': http://wanto-isme.blogspot.com/

Masa Depan Suram

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun