Mohon tunggu...
Wanto Robusta
Wanto Robusta Mohon Tunggu... wiraswasta -

...dari negeri paling sepi... www.wanto-isme.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Politik

Bakar Membakar di Daerah

5 Januari 2012   12:34 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:17 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Aksi bakar membakar akhir-akhir ini kembali menyala di daerah, khususnya yang sedang dalam proses pemilukada. Kasus pertama terjadi pada 20-12-2011. Adalah rumah Gubernur Papua Barat yang dibakar oleh massa. Sekitar 10 mobil dan 20 sepeda motor juga ikur dibakar. Pembakaran dilakukan terkait dengan sengketa pemilukada.

Kasus kedua terjadi pada 29 Desember 2011. Kali ini pembakaran terjadi di Provinsi Kalimantan Tengah. Tepatnya di Kota Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat. Rumah Dinas Bupati Kotawaringin Barat menjadi sasaran amuk massa. Bahkan tidak cukup sampai disitu, masyarakat juga membakar rumah seorang warga. Hal ini (lagi-lagi) muncul karena sengketa pemilukada di daerah tersebut.

Saya tidak pada posisi untuk mengomentari pasangan siapa yang harusnya menjabat. Pasangan mana yang harusnya kalah. Tapi yang pasti, kedua sengketa pemilukada di atas telah diputus Mahkamah Konstitusi. Artinya, sudah ada keputusan akhir yang harusnya dipatuhi oleh semua pihak. Bukankah saat satu pasangan memutuskan untuk ikut pemilukada, mereka harus siap dengan satu diantara dua kemungkinan, menang atau kalah.

Tetap saja ini tidak berkahir se-simple dan se-sederhana teori di atas. Anarkisme, amuk massa dan pembakaran justru menjadi ending-nya. KENAPA??

Hemat saya, setidaknya ada dua persoalan yang paling mendasar, mengapa anarkisme dan amuk massa sering mewarnai pemilukada di Indonesia.


Ongkos Pemilu yang Mahal

Sudah menjadi rahasia umum, bahwa jika seseorang ingin mencalonkan diri sebagai kepala daerah, ia harus rela mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Hal ini bahkan di-amini oleh Menteri Dalam Negeri kita (yang mantan kepala daerah) Gamawan Fauzi. Menurut beliau dalam sebuah kesempatan wawancara dengan media, seseorang membutuhkan puluhan bahkan ratusan milyar rupiah untuk bisa ikut dalam pemilukada. Sayangnya, banyak diantara para calon kepala daerah tersebut lupa bahwa ongkos besar yang mereka keluarkan tidak serta-merta memberi jaminan bahwa mereka pasti menang.

Selanjutnya, saat mereka kalah, sulit bagi mereka untuk menerima kekalahan tersebut. Karena kekalahan itu berarti hilangnya kesempatan untuk mengembalikan ongkos besar yang telah mereka keluarkan. Akhirnya tidak ada kekalahan yang begitu saja diterima tanpa adanya perhitungan.

Gagalnya Kaderisasi Parpol

Sebab kedua masih erat kaitannya dengan sebab pertama. Banyak pengamat yang mengatakan bahwa, mereka yang kini duduk sebagai kepala daerah ataupun wakil rakyat di legislatif bukanlah kader-kader terbaik dari partai politik. Tapi merupakan kader-kader berduit, atau yang pandai bikin duit bagi parpol tersebut. Mahalnya ongkos pemilu, menjadikan partai politik membuat peraturan tak tertulis bagi kader-kadernya untuk berkantong tebal jika ingin maju dalam pemilukada. Masalah leadership adalah soal nanti.

Memang tidak satupun pasangan calon kepala daerah yang mengakui bahwa ada korelasi antara kerusuhan yang terjadi selama ini dengan ongkos pemilu yang mahal. Juga tidak ada yang mengakui bahwa kualitas, dan kemampuan leadership mereka sebagai faktor kekalahan mereka. Mereka cenderung meletakkan anarkisme dan kerusuhan yang terjadi sebagai reaksi spontan dari para pendukungnya. Pada titik inilah sebenarnya mereka benar-benar mengakui bahwa mereka bukanlah kader terbaik partai politk karena tidak memiliki kemampuan leadership yang kuat untuk mencegah para pendukungnya agar tidak melakukan anarkisme, amuk massa dan aksi bakar membakar!!

tulisan lain, baca di : http://www.wantonesia.co.cc/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun