Dilema Realisasi Janji Kampanye dan Tabungan Politik
Realisasi janji kampanye adalah upaya menjembatani bahasa kampanye (bahasa awam) dengan bahasa program (teknis birokratis). Kampanye populis membutuhkan "terjemahan" dan penyesuaian serius dalam pelaksanaannya. Memang, menyelaraskan dan menempatkan program pemerintah pada suara publik akan cenderung mempermudah penjangkauan program kepada khalayak dengan lebih tepat guna dan tepat kebutuhan sasaran. Namun, pemilihan langsung telah menciptakan dilematik dan mampu menggeser orientasi sang kandidat terpilih untuk tetap melestarikan kekuasaannya.Â
Pilihan antara "ingin mengefektifkan capaian program untuk masyarakat"(realisasi janji kampanye) dan "ingin tetap melekat di hati masyarakat" (orientasi pelestarian kekuasaan) akan berebut tempat dalam prioritas misi sang kandidat, sejak masa kampanye hingga menjabat. Pilihan rasional seorang kepala daerah terpilih akan lebih mengarah pada "pemeliharaan kemelekatan nama"yang memiliki efek daya elektoral berkelanjutan dan tabungan politik yang bisa diwariskanapabila ia tidak bisa mencalonkan lagi. Efek yang muncul kemudian adalah, pertama, prioritas program populis bernuansa bantuan sosial dalam performa program pemerintahnya.
Kedua, terjangkitnya sindrom Supermania, yang berkecenderungan "narsis politik" yang berimbas kepada pilihan strategi kepemimpinannya dalam mengelola birokrasi pemerintahannya. Â Ia cenderung membatasi peran publik pejabat yang dinilainya memiliki potensi politik. Distribusi tugas dan efektivitas birokrasi menjadi rawan mengalah demi penyelamatan kepentingan politiknya yakni pelestarian kekuasaan dan jabatannya. Pilihan dilematis ini senantiasa membayangi kepala daerah dalam mengelola pemerintahannya.
Tetap Populis dengan Program Efektif
Kepala daerah secara politis berfungsi mengarahkandan mengendalikan program pemerintahnya secara internal melalui efektivitas kinerja birokrasi dan eksternal, berhubungan dengan elemen non-pemerintahan. Dengan asumsi prioritas program yang "sejalan dengan kehendak rakyat" tadi maka ada beberapa strategi yang dapat dipilih oleh kepala daerah agar tetap dapat merealisasikan janji kampanye dengan program efektif dan tetap populis.
Pertama, mengefektifkan mesin birokrasi pemerintahannya dengan pemfokusan program secara terintegrasi antar satuan kerja.
Kedua, inovasi pelayanan publik selaras dengan visi daerah untuk melandasi poin pertama.
Ketiga, memberdayakan potensi lokal: aset daerah, sumberdaya alam, SDM warga, institusi dan jejaring sosial, media massa, modal sosial, modal kultural, dsb untuk bersinergi dengan birokrasi pemerintahannya untuk mendukung poin pertama dan kedua.
Keempat, membina dan memperkuat jejaring eksternal. Secara politik, kepala daerah berada pada fungsi tersebut.
Maka, kepala daerah yang seperti apa yang mestinya dicari? Dia, yang bisa menjalankan fungsi-fungsi tersebut! Maka modal apa yang harus dimiliki oleh seorang kandidat kepala daerah?