Mohon tunggu...
Wahyu Aning Tias
Wahyu Aning Tias Mohon Tunggu... Freelancer - Manusia yang mempercayai menulis untuk menyembuhkan

Terimakasih Marx, Kafka, Dostoyevski, Chekov, Camus, Murakami, Coelho, Rumi Dari kalian mengalir kefasihan bertutur dan kebijaksanaan dalam diam

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Patungan Limaratusan: Approved Corruption

9 Januari 2023   18:53 Diperbarui: 9 Januari 2023   18:57 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Menempuh karir dan menempuh jalur profesional adalah dua hal yang berbeda dalam lingkup birokrasi. Apa buktinya? Jika kami ditanya apa pekerjaan anda, maka akan dijawab PNS/ASN. Berbeda dengan pertanyaan apa profesi anda? maka akan ada beragam jawaban, bisa dokter, perawat, petani, peternak, perencana, masih banyak lagi rumpun lainnya yang biasa kami di lingkup birokrasi menyebutnya sebagai jabatan atau rumpun jabatan.

Ketika kami membahas organisasi yang membawahi kami secara pekerjaan dan secara profesional, itu juga otomatis berbeda. Organisasi yang membawahi kesatuan PNS adalah KORPRI, singkatan dari Korps Pegawai Republik Indonesia. Yang menurut opini pribadi saya, ini adalah salah satu warisan Orde Baru yang tidak dihilangkan, atau setidaknya berganti nama, tetapi hal itu tidak terjadi. Sedikitpun tidak terjamah sampai ke lambangnya. Kenapa saya berpikiran bahwa ini adalah hal yang penting dipertanyakan karena jika ada diantara pembaca yang memahami budaya organisasi dan dampak psikososialnya dalam performa, maka dia akan mengerti. Singkatnya, untuk membakar sesuatu yang buruk di masa lalu, maka harus sampai ke akarnya. Pembangunan kembali adalah mendatangkan jiwa baru, bukan menggembala beban masa lalu. Pastinya sisa-sisa keburukan itu akan tetap hadir dan tidak mustahil akan mengakar kembali dan tumbuh menjadi pohon besar yang ketika semua menyadarinya, semua akan sangat terlambat.

Secara profesional, PNS sekali lagi akan terbagi dalam beberapa organisasi, seperti guru yang terangkum dalam PGRI, dokter memiliki IDI dan seterusnya.  KORPRI mau tidak mau, suka tidak suka adalah pohon besar yang menaungi para multidisipliner ini untuk bekerja dalam rangka sebagai abdi negara. bekerja dalam sistem pemerintahan untuk memastikan jalannya pemerintahan bergulir dengan baik dari tahun ke tahun. KORPRI adalah "serikat buruh" bagi para PNS dan begitulah adanya. Tidak ada keistimewaan menjadi bagian dari pemerintahan, yang ada hanya bentukan sosial bahwa PNS adalah pekerjaan yang bergengsi. Itu tidak menjadi soal bagi saya, silakan masyarakat berpendapat. Toh, masyarakat yang berpendapat lain juga banyak. Yang menganggap PNS sebagai "blind salary eater" atau "the ongkang-ongkang person", nothing matter the most selama negara dan pemerintahan masih berjalan normal. Bagi saya anggapan negatif dibutuhkan untuk perubahan, dan anggapan positif adalah asumsi yang harus dikaji ulang.

Data BKN tentang jumlah PNS aktif di Indonesia sampai dengan Juni 2022 sejumlah 3.992.766 orang dengan rincian yang disajikan dengan apik dan rapi dalam infografis yang dipublikasikan.

Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, profesi seorang PNS melekat pada jabatan fungsionalnya. Secara kesatuan, seluruh tiga juta lebih PNS berada di bawah naungan KORPRI. Sayangnya tidak banyak yang merasakan bahwa menjadi bagian dari KORPRI sama pentingnya dengan menjadi bagian dari organisasi profesinya. Dan itu bukanlah sebuah kesalahan melainkan kelalaian yang terstruktur dan sistematis. KORPRI sendiri bagi kami yang bekerja di birokrasi adalah sebuah organisasi insidental, datang hanya saat perayaan saja. Kehadirannya sendiri, bagi PNS secara moral dan material adalah sesuatu yang jarang terjadi. Mungkin karena anggota KORPRI sendiri tidak memiliki sense of belonging. Bahkan pengurus dan pejabat KORPRI sampai di tingkat daerah itu siapa dan kemana saja, semuanya terkesan seremonial, artificial dan simbolik. Ada namun tiada. Tapi, iurannya ada dan menjadi potongan wajib bulanan bagi anggotanya. Jika dihitung kasar setiap bulannya KORPRI menerima Rp. 1.996.383.000,00 dan dalam setahun ada sekitar 23 milyar rupiah terkumpul. Itu seharusnya menjadi jumlah yang cukup bagi KORPRI untuk membangun entitasnya di hadapan para anggotanya yang 3 juta lebih dan berpendidikan tinggi.

Angka 23 milyar bukan jumlah yang fantastis dalam buku anggaran, tetapi bagi masyarakat penerima manfaat dari sistem tata negara yang berlaku, itu adalah angka yang signifikan. Biaya operasional sebuah perusahaan yang sehat, omset bulanan bagi perusahaan yang berarti dia memiliki tingkat keberlanjutan tinggi di mata investornya.

Bukan kemarahan yang akan saya diskusikan dalam tulisan ini, tetapi lebih kepada, What we already done and face this far? A false perception about being government officer? Or we just overestimated everything?! Sebagai akibatnya adalah "being too comfort" karena PNS memiliki penerimaan sosial yang tinggi, meskipun gaji tidak tinggi dan itupun dianggap relatif bagi kebanyakan orang. Tergantung seberapa baik kita mensyukurinya, itu adalah kearifan lokal masyarakat Indonesia yang tidak dimiliki di benua manapun. Jadi, saya tidak akan mengusik keyakinan itu, karena selain sakral juga ini adalah mesin pendamai yang paling baik. Yang hendak saya sampaikan adalah, PNS tidak mungkin bergerak mendemo korps nya sendiri karena menganggap peranannya dalam peningkatan kesejahteraan sangat pasif. Ingat, yang memperjuangkan sertifikasi guru juga bukan KORPRI, melainkan PGRI.

Wah ya gimana ya, kalo patungan limaratusan tidak ingin dianggap sebagai korupsi yang dilegalkan. Saya juga sudah terlanjur memberitahu publik bahwa ada iuran limaratusan yang bukan cendol dawet. Serikat buruh PNS dalam wujud KORPRI ini semoga bisa menjadi sahabat senasib sepenanggungan bagi para PNS yang gaji pokok-nya merata tapi tunjangannya berbeda padahal levelnya sama dengan klaim bergantung pada kemampuan daerah. Jadi, negara dapat uang darimana kalo bukan daerah yang rawe-rawe rantas, malang-malang putung? Apa ujug-ujug dapat pinjaman luar negeri? Yang melunasi siapa kalau bukan daerah yang patungan menyetorkan pendapatannya? Pada akhirnya negara ini ditanggung bersama, berdiri bersama, kok tingginya nggak sama. 

Public service should promote excellency and inclusiveness, starting from within.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun