Mohon tunggu...
wan di
wan di Mohon Tunggu... karyawan swasta -

bahwa engkau harus terus berjuang dan berkata: inilah aku, lalu engkau tak membiarkan apapun melukai mimpi-mimpi yang kau bangun, bahkan sedikitpun.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jejak Puasa Kita

13 Juni 2016   11:26 Diperbarui: 13 Juni 2016   11:43 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saban datang bulan suci ini, saya pribadi selalu bertanya dengan giris dan kuatir, pada diri sendiri, apakah puasa kali ini akan meninggalkan jejak. pertanyaan begini selalu saya ulang ulang tiap kali momen indah bernama puasa itu datang sebab dua hal:

pertama, kenyataan bahwa diri ini selalu saja luput mendapat buah manis dari latihan puasa

kedua, kenyataan bahwa kegagalan saya ternyata tak sendirian.

puasa tahun ini saya berjanji akan lebih baik lagi. saya telah katakan pada istri bahwa marilah tahun ini kita berpuasa tak seperti tahun yang lalu; berlebih lebihan dalam makanan, terlalu memikirkan lebaran, dan kadang tak mampu mengontrol emosi. istri saya yang baik dan cantik itu setuju dengan cepat. rupanya kegelisahannya sama benar dengan kegelisahan saya.

maka puasa pertama saya sambut dengan perasaan gembira, pun ketika waktu berbuka. tetapi memang nafsu adalah tantangan. melihat meja makan yang hanya terisi lauk pauk seadanya ada suara berbisik di hati: ah momen setahun sekali masa hanya dengan masakan begitu; lalu mana itu es kelapa mudanya, kolaknya, es campurnya. ada perasaan gelisah yang datang tiba tiba di saat kritis menjelang berbuka. lalu tiba tiba saja saya mengambil kunci motor, menyetaternya dan berlarilah saya menuju depot es klamud. horayy ....

begitulah godaan terbesar saya adalah makanan dan minuman. padahal idealnya aktivitas puasa merupakan latihan kita menundukan hawa nafsu, idealnya pengeluaran kita menjadi lebih kecil dibandingkan dengan hari biasa, idealnya..

tetapi kenyataan lebih berat dari angan angan. 

apakah dengan begitu puasa saya menjadi hampa? 

agak memalukan sebenernya takluk oleh godaan yang dari dahulu kala sudah saya kenali. tetapi itulah manusia. ada bermacam pemaafan atas tindakan salah yang kita lakukan. dan saya melakukan itu. pertama tama saya katakan: ah ini masih wajar. saya tidak akan makan berlebihan, saya akan lebih banyak tadarus dan seterusnya. pemaafan ini terus terang menimbulkan rasa nyaman, tenang, dan melupakan. 

maka setelah pemaafan itu, hilanglah rasa penyesalan. yang hadir justru perasaan lebih saleh, lebih taqwa. itulah...

saya berjanji puasa tahun ini akan lebih baik. paling tidak itulah yang saya sedang usahakan. walaupun di hari pertama saya dikalahkan oleh es klamud tetapi itu tidak menyurutkan saya untuk berjuang memenuhi janji saya. 

yang menggembirakan di bulan puasa, selain waktu berbuka adalah penuhnya tempat ibadah. muslim berduyun duyun mendatangi masjid musola, untuk beribadah. yang paling terlihat adalah waktu taraweh di hari pertama. berjubelnya orang ini menggembirakan sekaligus mencemaskan. menggembirakan karena masih ada kesadaran dan ingatan bahwa masjid adalah tempat ibadah, mencemaskan sebab kesadaran itu hanya muncul setahun sekali. perasaan timbul tenggelam seperti itu membuat saya berpikir dalam bagaimana semestinya menyadarkan muslim dari keadaan ini.

yah itulah saya. kadang sok jago dan berlagak jadi pemuka agama. setelah berpikir dalam saya putuskan untuk tak melakukan apa apa pada mereka. yah bagaimana mau mengubah mereka saya sendiripun termasuk golongan muslim mayoritas itu, kesadarannya hanya muncul setahun sekali. terus terang khatib sudah sering menyinggung fenomena ini tetapi dasar kepala batu tak digubris omongan si khatib itu. apalagi saya yang bukan apa apa hehehe.

jadi begitulah, saya berdoa dengan harap cemas agar puasa tahun ini tidak berlalu begitu saja. tidak pergi tanpa meninggalkan jejak bagi keberimananan saya sebagai individu maupun sosial....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun