Mohon tunggu...
Wandi Barboy Silaban
Wandi Barboy Silaban Mohon Tunggu... jurnalis -

Seorang yang tak bisa melepaskan diri dari dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'Roso' yang Musnah

27 Oktober 2010   05:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:03 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kulonuwun Mbah. Rest In Peace(RIP) for  Si Mbah............

Indonesia berduka. Beruntunnya bencana alam seakan sudah menjadi pemandangan yang biasa di negeri ini. Supermarket gempa, begitu tulis sebuah majalah luar negeri, saat menyaksikan kondisi negeri yang kerap dilanda beragamnya persoalan alam yang tak seimbang itu.

Alam yang membentang dari ujung pulau barat hingga ujung pulau timurnya semuanya tak luput dari bencana alam. Akhir- akhir ini, dimulai dari indonesia Timur terjadi banjir yang membandang di Wasior(Papua), kemudian di teruskan ke Indonesia bagian Barat tepatnya gempa kepulauan Mentawai. Tidak ketinggalan, Jakarta dengan kemacetan dan banjirnya yang merendam, seakan ingin melengkapi alam yang makin tak terkendali itu. Puncaknya adalah Gunung Merapi yang masih sangat aktif kondisinya untuk meletus, memuntahkan amarahnya. Semua amukan alam itu selalu memakan korbannya masing-masing.

Gunung Merapi karena pusatnya yang berada di pulau Jawa ; pulau dengan kepadatan penduduk terbesar telah mencuri perhartian media massa. Dan tentu saja sang juru kunci Gunung Merapi yang amat populer di seantero nusantara yakni Mbah Maridjan (terngiang-ngiang kata-kata: roso..roso). Si lelaki tua yang bernyali besar bagai api yang berkobar-kobar, kini tak lagi menjagai Gunung Merapi yang diasuhnya. Ia melepaskan semuanya hanya kepadaNya. Dan kabarnya, kini, ia pun telah dipanggil Sang Khalik.

Mbah Maridjan dengan segala keberadaannya yang berani "melawan arus" itu, memang benar, jika harus dimaknai berdasarkan perspektif budaya Jawa. Bukan yang lainnya. Roso itu kini telah tiada. Hal ini seakan hendak menegur dan mengajarkan kearifan kepada orang-orang negeri ini yang sudah kehilangan roso nya. Roso sebagai satu bangsa. Roso sudah lenyap dari negeri ini. Roso telah musnah dan padam bersama alam Merapi yang mengamuk dan meluluhlantakkan negeri ini berkeping-keping.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun