Mohon tunggu...
Wandi Wahyudi
Wandi Wahyudi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FISIP Administrasi Negara Unfari Bandung

Penulis Harian Lepas

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Filsafat Sunda: Teteg, Ucap, Jeung Lampah

8 Mei 2023   17:40 Diperbarui: 8 Mei 2023   17:42 1944
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Sunda sebagai suku bangsa yang kaya akan tradisi dan budaya, tidak terlepas dari pandangan hidup yang luhur. keluhuran pandangan hidup itu mencerminkan bahwasanya orang sunda sejak dulu sudah berfilsafat. Filsafat Sunda sendiri merupakan hasil perenungan yang mendalam (kontemplasi).

Dalam filsafat Sunda ada konsepsi tentang sistem diri. Sistem diri ini terdiri dari 3 elemen penting yang saling terkoneksi, yaitu Teteg, Ucap, jeung Lampah. 

Teteg diartikan sebagai sesuatu yang ada di dalam diri (prinsip;purwadaksi) Kemudian Ucap adalah serapah atau perkataan. Dan Lampah adakah tindakan atau perbuatan. Ketiga kata ini memiliki karakter dan fungsi masing-masing, tetapi sejatinya satu sama lain saling terintegrasi. Bisa dibilang kalau Teteg, Ucap, jeung Lampah adalah sebuah sistem dalam diri manusia yang bilamana ketiganya berjalan dengan baik, maka akan menghasilkan sikap manusia yang berkeadaban.


TETEG
Teteg itu buah dari hasil raksa pikir dan pikir raksa. Kalau kata teman saya Bakung, 'Merasakan pikir, memikirkan rasa'. Jadi, kualitas purwadaksi atau jati diri itu tergantung pada kemurnian dan ketajaman kita dalam merasakan apa yang kita pikirkan, dan memikirkan apa yang kita rasakan. Pikiran berdasarkan sifatnya akan memilah mana yang benar dan mana yang salah.

Begitupun perasaan akan memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Sehingga teteg; Purwadaksi, jati diri, atau prinsip yang berkualitas adalah yang dipikir benar dan dirasa baik.


Dalam dimensi agama misalnya, benar menurut agama sudah pasti baik untuk diri kita. Begitupula dalam ranah sosial dan budaya. Kendati kerap terjadi kerancuan kebenaran antara agama, sosial, dan budaya, kita akan mendasarkan diri pada kebenaran agama yang sifatnya ilahiah. Tentu itu harus diupayakan sebagai makhluk yang beragama dan berketuhanan. Sebab hirarki tertinggi dalam semesta adalah Tuhan Yang Maha Esa. Dia-lah asal muasal adanya semesta dan kita di dalamnya.

UCAP
Serapah, atau perkataan yang keluar dari mulut adalah manifestasi purwadaksi. Kita mengucapkan sesuatu tidak bisa lepas dari apa yang kita pikirkan dan rasakan. Ketidak selarasan antara teteg dengan ucap akan menghasilkan kebohongan. Ia tahu sesuatu itu salah dan buruk, tetapi tetap ia sampaikan.


Selain itu, ketidak selarasan pikiran dan perasaan juga akan berdampak buruk terhadap perkataan. Sehingga perlu disempurnakan pikiran dan perasaan itu sebelum mengucapkan sesuatu.

LAMPAH
Lampah atau tindakan, merupakan kelanjutan dari Teteg dan Ucap. Tindakan itu adalah bentuk nyata sekaligus muara dari segenap nilai. Setiap tindakan manusia selalu didasari pikiran dan perasaannya. Tetapi, manusia yang memiliki purwadaksi akan lebih bijaksana dalam bertindak. Sebab pikiran, perasaan, dan ucapannya senada.


Teteg, ucap, dan lampah adalah elemen dalam diri manusia yang tidak dapat dipisahkan. Satu sama lain saling terkait dan harus dioptimalkan fungsinya agar saling melengkapi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun