Waktu itu sempat tertinggal rombongan. Surabaya yang gelap diselimut mendung berkepanjangan sejak pagi hingga siang ini. Kami seperti sedang diamati hujan yang bersiap turun mengguyur badan. Aku dan Maya. Pagi-pagi tadi, Maya sudah cantik mengetuk pintu rumah yang berisi aku masih berantakan dengan kuncir skrunchie di tangan dan rambut acak-acakan.Â
Benar saja, aku baru saja terbangun karena dering ponsel bertulis Maya "aku sudah sampai". Hendak ku marahi sebab kantukku masih menggantung di pelipis kanan dan kiri. Tapi tak jadi, takut oleh-oleh khas Gresik-nya diambil lagi, hehe.Â
"Selalu saja bangun siang, kamu mau ketinggalan temen-temen nonton kembaran kamu" Sambut Maya mengejek.
"Kembaran kamu kali" sahutku tak terima.
Ia langsung berhasil menyita perhatian seluruh isi rumah. Ibu yang sedang dinas di dapur ikut menyambut kedatangan temanku.Â
"Sehat nduk?" Tanya Mimi.
"Alhamdulillah, Mimi sehat?" Jawab Maya seraya basa-basi menanyakan keadaan Mimi yang jelas-jelas ceria itu.
"Sehat nduk, kamu kok tambah langsing gini" canda Mimi.
Batinku 'bagaimana tidak tambah langsing, tepatnya kurus kerontang ditinggal kekasih hati'. Maya seperti mengerti ujar batinku, sesekali alisnya mengernyit sembari mencubit kulit lengan dekat ketiak. Benar saja aku menjerit, antara geli dan sakit. Semua pun terkekeh.Â
Setiap teman perempuan yang main ke rumah, selalu kuajak rebahan di kamar saja. Sebab ruang tamu yang sangat minimalis. Kalau hari raya saja harus menggeser lemari besar pembatas ruang tamu dan ruang keluarga. Sejujurnya bukan karena itu, kurasa perempuan akan nyaman di tempat tertutup.Â
"Huaaa akhirnya merebah" sapa Maya pada bantal guling di kamarku.