Aku diam saja sembari menarik selimut yang tertindih bokongnya. Merapikan kamar bernuansa pink yang dihias piala keemasan sewaktu zaman sekolah dulu. Ya. Aku mendapatkannua dengan susah payah. Meski di sekolah terkenal ratu tidur, ajaibnya tugasku tak pernah mendapat nilai C dari guru.Â
Teng Tong, Teng Tong, Teng Tong..
Jam digital ruang tamu berbunyi pertanda jarum panjang tepat di angka dua belas.
"Pukul berapa Maya? Ahh aku malas" tanyaku sambil merebah disampingnya.
"Pukul 9" jawabnya setelah membuka ponsel.
"Malas-malas. Sudah bangun siang, perawan macam apa kamu ini Hani?" Omelnya.
Telingaku tertutup omelnya. Maya memang begitu, sifat keibuan menjadikan dirinya banyak memiliki teman-teman manja sepertiku contohnya.Â
"Mandi sana" omelnya sekali lagi.
Kujawab dengan memeluknya. Tentu saja ia lebih tinggi dariku.Â
"Bau, mandi sana" omelnya sekali lagi.
Lama-lama pecah telingaku mendengar celotehnya. Sekali lagi ngomel, akan kupukul bantal dibawah kepalaku. Beberapa detik kemudian, untungnya ia tak melanjutkan celotehannya itu. Kalau saja iya, mau kubalas membungkam mulutnya dengan bantal. Ia seperti mengerti isi hatiku.Â