Melihat kondisi dua tahun terakhir, dunia dihadapkan dengan banyak sekali fenomena yang terjadi, seperti pandemi Covid-19, invasi Rusia-Ukraina, dan lain-lain. Fenomena tersebut sangat berpengaruh di berbagai bidang, terutama bidang ekonomi. Laju pertumbuhan ekonomi cenderung menurun akibat negara-negara fokus pada penanganan pandemi, termasuk Indonesia. Di Indonesia, pandemi Covid-19 menyebabkan krisis kesehatan dan menurunnya perekonomian masyarakat. Â Kemudian, invasi Rusia - Ukraina juga menyebabkan kenaikan harga pada cooking oil, pupuk, dan gandum.
Pada 3 September 2022, pemerintah secara resmi telah menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) jenis solar, pertalite, dan pertamax. Masing-masing menjadi Rp 6,800/liter untuk solar, Rp 10,000/liter untuk pertalite, dan Rp 16,500/liter untuk pertamax. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemberian subsidi BBM yang tidak tepat sasaran. Faktanya, sebagian besar masyarakat yang menikmati subsidi BBM adalah masyarakat golongan mampu. Maka dari itu, pemerintah mengalihkan subsidi BBM menjadi bentuk lain dan memprioritaskan kepada masyarakat golongan kurang mampu agar lebih tepat sasaran.
Dana subsidi yang ditanggung APBN semakin memberatkan dan menipis. Pandemi Covid-19 yang masih berlangsung di Indonesia mengakibatkan dana subsidi difokuskan untuk penguatan pemulihan ekonomi dan penanganan kesehatan. Menurut data Kementerian Keuangan, realisasi anggaran PC-PEN (Pandemi Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional) sampai Semester I 2022 mencapai Rp124,5 triliun dari target Rp455,6 triliun. Dana tersebut akan dialokasikan untuk kesehatan sebesar Rp29,4 triliun, perlindungan masyarakat Rp60,2 triliun, dan penguatan pemulihan ekonomi Rp34,9 triliun.
Disinilah APBN berperan untuk membantu masyarakat melalui anggaran Covid-19, anggaran bantuan sosial seperti BLT (Bantuan Langsung Tunai) sebanyak Rp12,4 triliun, dan anggaran lainnya seperti bantuan subsidi upah kepada pekerja yang memiliki upah maksimal Rp3,5 juta sebanyak Rp60 triliun, dan dukungan Pemda dari DTU (Dana Transfer Umum) sebanyak Rp2,17 Triliun. Selain itu, APBN juga harus memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, dengan tetap memberikan subsidi agar daya beli masyarakat terjaga. Kesehatan APBN menjadi tanggung jawab pemerintah karena APBN berfungsi sebagai bantalan sosial sekaligus memberikan perlindungan kepada masyarakat kurang mampu.
Kenaikan harga BBM pasti berimbas kepada harga bahan pokok, transportasi, jasa dan lainnya. Maka dari itu, anggota Komisi VIII DPR RI Nur Azizah Tamhid berpendapat bahwa kenaikan harga BBM memberatkan masyarakat golongan kurang mampu. Menurutnya, Bantuan Tunai Langsung (BLT) sebesar Rp12,4 triliun bukanlah solusi karena hanya bersifat sementara. Pemberian BLT tersebut tidak sebanding dengan dampak jangka panjang yang dirasakan masyarakat kurang mampu. Banyak nelayan yang akhirnya berhenti melaut karena pengeluaran menjadi lebih besar dari pendapatan dan tidak diikuti dengan naiknya harga ikan.
Menurut Nur Azizah, pemerintah dianggap perlu segera melakukan koreksi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar BBM bersubsidi seperti Solar dan Pertalite hanya dijual kepada masyarakat kurang mampu, bukan justru dinaikkan harga jualnya sehingga masyarakat kurang mampu dan pelaku UMKM tetap dapat membeli BBM dengan harga murah. Dengan demikian juga akan berdampak pada aktivitas ekonomi mereka dapat bangkit lebih kuat dan cepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H