Sampai detik ini, saya belum menemukan informasi tentang bagaimana Kajati bicara dalam bahasa sunda ketika rapat kerja atau rapat koordinasi dengan Komisi III DPR.
Apakah menggunakan bahasa sunda sepanjang rapat? Atau sepanjang berbicara selalu menggunakan Bahasa sunda, mulai pembicaraan pembuka hingga penutup? Atau hanya sesekali terlontar istilah/kosakata sunda?
Lahir dan dibesarkan di wilayah parahyangan seperti saya, sebuah tantangan tersendiri ketika bicara dalam Bahasa Indonesia “full” sepanjang pembicaraan. Entah itu dalam forum resmi semisal rapat atau dalam komunikasi keseharian bersama rekan kerja.
Sesekali terucap istilah atau kosakata sunda secara spontan. Tanpa dipikirkan. Beberapa kosakata yang sering terdengar seperti mangga, pisan, kumaha, da atuh, cing, we, punten dan masih banyak lagi, berikut penggunaannya yang didukung dengan logat sunda yang kental.
Coba bayangkan suasana rapat ketika ada peserta rapat berbicara seperti berikut :
* * *
Mohon izin, pimpinan, berpendapat.
Kalau menurut hemat sayah, mah pak. Bagaimana data bisa bersih, kalau kita tidak memperbaikinya dari hulu.
Cing coba bapak-bapak pikirkan! Ibarat kita membuka kran, ternyata air yang keluar kotor pisan. Repot atuh kalo sedikit-sedikit beli filter air.
Maka, cara terbaiknya adalah kita cek tabung penampungan air. Jika kotor, kita kuras dulu atuh penampung airnya. Kalau ternyata air yang masuk ke penampungannya yang kotor, mangga kita cek lagi sumber airnya dari mana? Air sumur atau dari PAM?
Punten yah, bapak-bapak, izin berkenan saya memberikan closing statement : jadi apapun masalahnya, kita teh harus mencari solusi dengan mencari akar permasalahannya.