Adzan isya berkumadang saat Asep baru saja tiba di rumah, setelah menempuh perjalanan pulang kerja sekira 60 kilometer. Ia bergegas membersihkan diri, mengenakan setelan sarung dan baju koko, lalu dengan sedikit tergopoh-gopoh menuju musholla yang tak jauh dari rumahnya. Ia sampai di shaf paling belakang, setelah tertinggal satu raka'at. Â
Terlambat? Mungkin, kalau batasannya adalah raka'at pertama. Tapi jika acuannya adalah untuk bisa sholat berjama'ah, Asep belum terlambat.
Rukmini, seorang wanita dengan usia pensiunan PNS. Di sebuah majelis taklim ibu-ibu perumahan, ia menjadi satu-satunya peserta paling tua, di tengah ibu-ibu muda yang sama-sama belajar tahsin. Daya ingat yang tak sekuat peserta lain, tidak membuat Rukmini menyerah untuk belajar.
Terlambat? Mungkin, kalau batasannya adalah daya ingat. Tapi jika acuannya adalah kematian, Rukmini belum terlambat.
Asep dan Rukmini hanya ada di dunia khayal saya. Tetapi realitanya ada di kehidupan nyata.
Saya salah satunya!
Tahun ini Kompasiana akan menginjak usia 14 tahun. Dari data statistik per Desember 2017 yang saya lihat ketika saya menulis ini (05/01/2022), Kompasiana berhasil menghimpun 1,5 juta konten dari 355 ribu member. Dan awal tahun 2022 ini, saya baru saja membuat akun di  Kompasiana.Â
Padahal saya sudah mengenal Kompasiana sekira 7 tahun yang lalu, dan pernah mengelola blog gratisan sejak tahun 2008. Mulai wordpress, blogspot hingga blogdetik yang sudah almarhum. Apakah saya terlambat menjadi member Kompasiana?
Oracle Database, sudah bertahun-tahun saya gunakan sebagai perangkat lunak dalam pengelolaan basis data. Baik untuk sistem yang berbasis desktop, maupun berbasis web. Tapi, saya mempelajari PL/SQL di paruh semester 2 tahun 2021.Â
Teknologi milik Oracle yang merupakan bahasa pemrograman yang dikombinasikan dengan syntax SQL untuk memberikan kemudahan dalam melakukan pengolahan data pada database. Apakah saya terlambat mempelajari teknologi?
Manusia imajiner bernama Asep dan Rukmini yang sebetulnya selalu saya temui kasusnya di kehidupan nyata, telah memberikan pelajaran bagi saya : betapa saya harus memiliki keteguhan hati untuk tak pernah lelah berusaha dan mengabaikan "cap" terlambat dari sebagian orang, dalam hal kebaikan tentunya. Karena Asep dan Rukmini memiliki batasan waktu yang lebih luas sehingga tidak serta-merta dikatakan terlambat.
Dan memang benar : kata terlambat sejatinya tidak bersifat relatif. Terlambat adalah kata sifat yang pasti, karena memiliki acuan waktu. Coba cek KBBI Daring milik Kemendikbud. Terlambat diartikan dengan melewati waktu yang ditentukan; tidak tepat waktu.
Jadi, segala sesuatu dapat dikatakan terlambat jika sesuatu tersebut dilakukan/selesai dilakukan melebihi waktu yang ditentukan.
Asep tidak menetapkan rakaat pertama sebagai standar waktu. Sehingga berapapun jumlah rakaat yang tertinggal, selama ia bisa ikut ruku dan sujud, ia tidak terlambat sholat berjamaah. Apalagi ada dalam fiqih sholat mengenal Ma'mum Masbuq.
Daya ingat yang lemah, tidak menjadikan Rukmini berhenti belajar. Karena baginya, satu-satunya waktu yang tepat untuk berhenti belajar adalah kematian.
Andai saja semua orang tahu bahwa kata terlambat memiliki batas waktu, saya yakin, Â tidak akan pernah kita temui rasa sakit hati seseorang yang belum jua menikah ketika yang lain sudah memiliki anak, bahkan cucu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H