Manusia hidup dalam kondisi alam yang berbeda-beda. Oleh karena itu, manusia tidak bisa sama aktivitasnya. Alam yang keras memaksa manusia hidup dengan dinamika yang keras pula. Kalau tidak, mereka akan mati dimakan alamnya sendiri. Manusia yang hidup dalam alam yang lembut akan kalah bila berhadapan dengan manusia yang beralam keras. Seperti watak manusia yang dikatakan Thomas Hobbes, "Homo Homini Lupus", manusia adalah serigala bagi sesamanya.
Karena tuntutan tidak tercapai sebagaimana yang diharapkan, orang pun menggunakan "jalan pintas" pula, yaitu melakukan aksi politik dengan mengadakan rapat, demonstrasi sampai ke pemberontakan di satu pihak, dan di pihak lain mengambil tindakan pragmatis dan berbagai manipulasi politik dan material untuk mengukuhkan kekuasaan dan kekayaan. Orang yang terdidik bekerja keras sama sekali tidak tertarik dengan cara-cara "jalan pintas" itu. Mereka inilah golongan yang mampu bertahan dalam hidupnya, tidak terombang-ambing oleh situasi ekonomi dan politik yang semrawut.
Tuntutan pemilikan ilmu pengetahuan teknologi menuntut mental dan kemampuan kerja yang. Karena ilmu pengetahuan dan teknologi membutuhkan mental disiplin sendiri, yang berakar pada etos kerja. Oleh karena itu, strategi dan program pendidikan kejuruan semestinya diimbangi dengan "Educational Value" untuk menguatkan atau mengubah mental. Strategi dan program pendidikan kejuruan perlu diiringi dengan sistem dan metode yang cocok, yaitu yang mampu membangkitkan vitalitas murni sebagai manusia merdeka, mandiri, berprestasi, aktif dan kreatif serta produktif. Agar setiap murid mampu memilih arah hidupnya sendiri atau tidak akan merasa gamang memasuki masyarakat setelah menyelesaikan setiap jenjang pendidikan.
Perlu juga dilaksanakan kebijaksanaan untuk mengurangi jurusan bidang studi yang tidak relevan dan fungsional supaya tidak terjadi pemborosan dana yang terus menerus atau kejeduhan pada sisi supply. Dana yang dihemat itu dapat digunakan untuk meningkatkan mutu sarana.
Mengingat yang melanjutkan ke PT kurang dari 30 %, maka sebaiknya kurikulum yang sentralisasi hanya untuk PT saja atau SMA yang akan melanjutkan ke PT, sedangkan untuk sekolah kejuruan disarankan untuk menggunakan kurikulum yang bernuansa lokal (sesuai kebutuhan daerah setempat), sekali lagi karena anak-anak papua agar dapat bekerja didaerahnya dengan karakteristik yang tentunya berbeda dengan ana-anak Jakarta, atau bahkan berwira usaha sesuai kondisi darehnya.
Beberapa langkah tersebut diatas diyakini penulis akan dapat menjadi landasan yang kuat bagi penentuan konsep pendidikan kejuruan kita dimasa yang akan datang, semoga!!
Pustaka
khalidmustafa.wordpress.com/2008/01/17/strategi-pendidikan-nasional
Djojonegoro, Wardiman, 1998, Pengembangan Sumber Daya Manusia, Jakarta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H