Bismillahirrahmanirrahim
Dalam memahami agama Islam, setidaknya dapat digunakan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan normatif dan pendekatan non-normatif. Untuk kurun waktu dimana perubahan sosial berlangsung sangat cepat seperti sekarang ini, kedua pendekatan tersebut tidak dapat berdiri sendiri terlepas antara satu dan yang lainnya. Aturannya, kedua pendekatan tersebut berjalan bersama-sama saling mengisi dan saling memperkuat.
Pemahaman agama secara normatif memberi bobot muatan ajaran agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, baik dalam bidang Aqidah, Ibadah maupun Akhlak. Adapun pendekatan non normatif sebagai partner dari pendekatan normatif, lebih menekankan pada perbincangan intelektual tentang bagaimana memahami sekaligus bagaimana menyampaikan agama tersebut dengan memanfaatkan temuan-temuan ilmu-ilmu sosial yang telah berkembang pesat sejak abad ke-19 dan ke-20, baik yang berupa pendekatan sosiologis, psikologis, historis maupun filosofis. Dalam hal ini kami akan sedikit memberikan penjelasan yang berkenaan dengan pengertian akidah, tauhid, kalimat syahadat dan pengaruh akidah, tauhid dalam mengarahkan individu dan masyarakat.
Makna Akidah
Aqidah berarti pengikatan. “I’taqadzat Kadza” artinya , “saya beritiqad begini”. Maksudnya, saya mengikat hati terhadap hal tersebut. Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, “ Dia mempunyai akidah yang benar,” Berarti akidah nya bebas dari keraguan. Akidah merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenarannya terhadap sesuatu.[1]
Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth (ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam (penguatan), at-tawatstsuq (menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah (pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk (pengokohan) dan al-itsbaatu (penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan al-jazmu (penetapan).
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: "‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), "‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan" ‘Uqdatun Nikah" (ikatan menikah).
Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Q.S Al-Maa-idah : 89).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada). Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.[2]
Secara terminologis( ishthilahan ), terdapat beberapa definisi diantarannya:
- Menurut Hasan al-Banna dalam kitab Majmu’ah ar-Rasa’il menyatakan bahwa akidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini kebenarannya oleh hati, mendatangkan ketentraman jiwa, dan menjadi keyakinan yang tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan.
- Abu Bakar Jabir al-Jazairy dalam kitab akidah al-mi’min mengatakan bahwa akidah adalah sejumblah kebenaran yang dapat diterima secara umum oleh manusia yang berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah. Kebenaran itu ditanamkan di dalam hati serta diyakini kesahihan dan keberadaanya secara pasti.
- Muhamad Syaltut mendefinisikan akidah adalah suatu system kepercayaan dalam islam. Artinya, sesuatu yang harus diyakini sebelum apa-apa dan melakukan apa-apa tanpa keraguan sedikit pun dan tanpa ada unsure yang mengganggu kebersihan keyakinan. Sesuatu yang harus diyakin I sebelum pap-apa adalah keyakinan akan keberadaan allah dengan segala fungsinya. Semua itu tercakup dalam rukun iman sebagai ikrar bagi setiap muslim dan menyatakan keislamannya sejak lahir dan merupakan landasan bagi setiap muslim.[3]
Makna Tauhid
Tauhid adalah ilmu pengetahuan yang membicarakan tentang penanaman akidah dengan dalil ‘Aqli( dapat diterima dengan akal ) atau Naqli ( ditegakan oleh Al-Quran dan Al-Hadits ) yang dapat menghilangkan semua keraguan. Ilmu pengetahuan yang dapat mengungkapkan kebatilan orang-orang kafir, argumentasi-argumentasi dan kebohongan mereka, dengan ilmu tersebut jiwa menjadi tenang dan hati menjadi tentram dengan iman. Dinamakan ilmu tauhid, oleh karena pokok pembahasannya mengenai keesaan Allah, Firman Allah SWT:
“Adakah orang yang mengetahui bahwa apa yang diturunkan kepadamu oleh tuhanmu itu benar, sama dengan orang yang buta ?Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambi lpelajaran.”(Q.S Ar-Ra’d)[4]
Tauhid sebagai pengetahuan kesaksian, keyakinan, dan keimanan terhadap ke-Esaann Allah dengan segala sifat kesempurnaan-Nya, berdasarkan Al-Qur’an, ke-Esaan Allah itu meliputi iga hal, Esa zat-Nya, tidak ada tuhan lebih dari satu dan tidak ada sekutu bagi Allah; Esa sifatnya, tidak ada zat lain yang memiliki satu atau lebih sifat-sifat ketuhanan yang sempurna; Esa af’al-Nya, tidak seorang pun dapat melakuakn pekerjaan yang dilakukan oleh Allah.[5]
Makna kalimat Syahadat
Masih terngiang-ngiang di telinga kita apa yang dikatakan guru agama kita di bangku sekolah dasar ketika menerangkan mengenai makna kalimat tauhid ‘laa ilaha illallah’. Guru kita akan mengajarkan bahwa kalimat ‘laa ilaha illallah’ itu bermakna ‘Tiada Tuhan selain Allah’. Namun apakah tafsiran kalimat yang mulia ini sudah benar? Sudahkah penafsiran ini sesuai dengan yang diinginkan al-Qur’an dan Al Hadits? Pertanyaan seperti ini seharusnya kita ajukan agar kita memiliki aqidah yang benar yang selaras dengan al-Qur’an dan As Sunnah dengan pemahaman generasi terbaik umat ini (baca: salafush sholih).
Sebelumnya kami akan menjelaskan terlebih dahulu keutamaan kalimat ‘laa ilaha illallah’ agar kita mengetahui kedudukannya dalam agama yang hanif ini.
Keutamaan kalimat ‘laa ilaha illallah’
Ibnu Rajab dalam Kalimatul Ikhlas mengatakan, “Kalimat Tauhid (yaitu Laa Ilaha Illallah, pen) memiliki keutamaan yang sangat agung yang tidak mungkin bisa dihitung.” Lalu beliau rahimahullah menyebutkan beberapa keutamaan kalimat yang mulia ini. Di antara yang beliau sebutkan:
- Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ merupakan harga surga
- Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah kebaikan yang paling utama
- Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah dzikir yang paling utama
- Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah amal yang paling utama, paling banyak ganjarannya, menyamai pahala memerdekakan budak dan merupakan pelindung dari gangguan setan
- Kalimat ‘Laa Ilaha Illallah’ adalah Kunci 8 Pintu Surga, orang yang mengucapkannya bisa masuk lewat pintu mana saja yang dia sukai
Inilah sebagian di antara keutamaan kalimat syahadat laa ilaha illallah dan masih banyak keutamaan yang lain. Namun, penjelasan ini bukanlah inti dari pembahasan kami kali ini. Di sini kami akan menyajikan pembahasan mengenai tafsiran laa ilaha illallah yang keliru yang telah menyebar luas di tengah-tengah kaum muslimin dan juga pemahaman kaum muslimin yang salah tentang kalimat ini.
Kalimat Laa ilaaha illallah adalah kunci untuk masuk Islam dan perkataan terakhir yang seharusnya diucapkan oleh setiap muslim sebelum menghembuskan nafasnya yang terakhir.[6]
Makna Syahadatain
Makna Syahadat “Laa ilaaha illallah”yaitu ber’tikad dan berikrar bahwasannya tidak ada yang berhak disembah dan menerima ibadah kecuali Allah SWT, mentaati hal tersebut dan mengamalkannya. Laa ilaahamenafikan hak penyembahan dari selain Allah, siapa pun orangnya. Illallahadalah penetapan hak Allah semata untuk disembah.
Jadi makna kalimat ini secara ijmal(global) adalah,” Tidak ada sesembahan yang hak selain Allah”.[7] Kata ilahmempunyai pengertian luas, yaitu mencakup pengertian rububiyah dan mulkiyah. Adapun laa ilaha illallahmempunyai pengertian sebagai berikut:
La khaliqa illallah(tidak ada Yang Maha Pencipta, kecuali Allah);
La raziqa illallah(tidak ada Yang Maha Memberi Rizki, kecuali Allah);
La hafiza illallah(tidak ada Yang Maha Memelihara, kecuali Allah);
La mudabbira illallah(tidak ada Yang Maha Mengelola, kecuali Allah);
La malika illallah(tidak ada Yang Maha Memiliki Kerajaan, kecuali Allah);
La waliya illallah(tidak ada Yang Maha Pempimpin, kecuali Allah);
La hakima illallah(tidak ada Yang Maha Menentukan aturan, kecuali Allah);
La gayata illallah(tidak ada Yang Maha Menjadi Tujuan, kecuali Allah);
La ma’buda illallah(tidak ada Yang Maha Disembah, kecuali Allah).
Ikrar laa ilaha illallahtidak akan dapat diwujudkan secara benar tanpa mengikuti petunjuk yang disampiakan oleh Rasulullah SAW. Oleh sebab itu, ikrar laa ilaha illallahharus diikuti ikrar Muhammadur-Rasulullah. Dua ikrar itulah yang dikenal dengtan dua kalimat syahadat (syahadatain) yang menjadi pintu gerbang seseorang memasuki agama Allah.
2.4 Pengaruh Akidah Tauhid dalam mengarahkan Individu dan Masyarakat
Akidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh fondasi yang dibuat. Kalau fondasinya lemah bangunan itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa fondasi. Seseorang yang memiliki akidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan bermu’amalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah SWT kalau tidak dilandasi dengan akidah. Seseorang tidaklah dinamai berakhlak mulia bila tidak memiliki akidah yang benar. Begitu seterusnya bolak-balik dan bersilang.[8]
Di antara manfaat tauhid adalah:
Tauhid merupakan sebab paling utama terhapusnya dosa dan kesalahan. Dalilnya adalah hadits Anas radhiallahu ‘anhu, beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Allah Ta’ala berfirman: ‘Wahai anak adam, seandainya engkau mendatangi-Ku dengan sepenuh bumi dosa, kemudian engkau menemui-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan Aku sedikitpun –yakni bertauhid-, maka Aku akan mendatangimu dengan sepenuh itu pula ampunan’”. (Riwayat Tirmidzi [V/548, no. 3540], Ibnu Majah [II/1255, no.3821], dan Ahmad [V/147, 148, 153, 154, 155]).
Tauhid membebaskan seorang hamba dari perbudakan makhluk dan ketergantungan, ketakutan dan kepasrahan terhadap mereka serta beramal untuk mereka. Hati seorang yang bertauhid selalu bergantung kepada Rabb-nya, Pencipta langit dan bumi yang di Tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu. Inilah harga diri yang hakiki dan kemuliaan yang agung. Seorang yang bertauhid selalu beribadah hanya kepada Allah, tidak mengharapkan kepada selain-Nya dan tidak takut kecuali kepada-Nya. Sehingga dengan demikian, kesuksesan dan keberhasilannya kian terealisir.
3. Tauhid merupakan satu-satunya sebab untuk menggapai ridho Allah Ta’ala, cinta dan pahala-Nya. Berbeda dengan syirik yang merupakan sebab turunnya siksa Allah, kemurkaan dan kepedihan azab-Nya. Firman Allah Ta’ala: “Kamu tidak akan mendapat suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah: 22).
4. Tauhid yang telah tertanam mantap dalam hati seseorang hamba akan meringankannya dari segala kesulitan, musibah, kepedihan dan kesedihannya.. Allah Ta’ala berfirman: “(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka menggucapkan ‘Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un’. Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat pujian.”(QS.Al-Baqarah:156-157).[9]
Daftar Pustaka
Rahman, Roli Abdul. 2009. Menjaga Akidah dan Akhlak.Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri
Ilyas, Yunahar. 2001. Kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI)
Fauzan, shalih. 2001. Kitab Tauhid. Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia Fakultas Ilmu Agama Islam Pusat Dakwah dan Pelayanan Masyarakat
Majid, Abdul. Ilmu Tauhid Sebuah Pendekatan
Mustofa H. A. 1997. Akhlak Tasawuf, Bandung: CV Pustaka Setia
http://kasturi82.blogspot.com/2010/11/pengertian-aqidah-secara-bahasa.html
http://muslimsumbar.wordpress.com/2011/07/18/pengaruh-manfaat-tauhid/
[1] Shalih bin fauzan, kitab tauhid, h. 3
[2] http://kasturi82.blogspot.com/2010/11/pengertian-aqidah-secara-bahasa.html
[3]Abdurrahman, Roli, Menjaga Akidah dan Akhlak, h. 2-3
[4] Abdul Majid, Ilmu Tauhid sebuah pendekatan baru jilid 1, h. 13
[5]Abdurrahman, Roli, Menjaga Akidah dan Akhlak,h. 16
[6] http://abufahmiabdullah.wordpress.com/2010/03/05/kalimat-syahadat-dalam-sorotan/
[7] Shalih bin fauzan, kitab tauhid, h. 58
[8] ILyas, Yunahar, Kuliah Aqidah Islam,h. 10
[9] http://muslimsumbar.wordpress.com/2011/07/18/pengaruh-manfaat-tauhid/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H