Mohon tunggu...
Wamdi Jihadi
Wamdi Jihadi Mohon Tunggu... -

Nilai kita bukan pada apa yang kita miliki, namun apa yang kita beri

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mari Bicara Fahri Hamzah Sejenak

7 April 2016   12:23 Diperbarui: 7 April 2016   12:36 394
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagi saya yang pernah berada di Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMMI) sosok beliau tidaklah terlalu asing. Di antara agenda pertama bagi mereka yang bergabung di KAMMI adalah menonton film singkat Deklerasi Malang 1998 dan beliau adalah tokoh sentral di balik itu semua. Memang beda generasi, namun di batang tubuh kader KAMMI mengalir darah yang sama, dan darah itu adalah darah gerakan perubahan atas penderitaan rakyat yang tidak sudah-sudah.

Bila ketegasannya dibentuk oleh kultur atau budaya di mana ia lahir, maka keterarahan pikirannya dibentuk di rumah pergerakan ini. Sementara kombinasi ketegasan dan keterarahan itu dibutuhkan untuk menumbangkan rezim yang telah berurat berakar selama puluhan tahun. Mereka yang tegas tanpa kejelasan visi kala itu hanya akan menjadi kaki tangan penguasa, menjadi tukang pukul dan pelaku teror. Sedangkan keterarahan fikiran tanpa ketegasan akan menjadi mainan dan dipermainkan oleh atau untuk penguasa itu sendiri.

Ketegasan dan keterarahan itu berkumpul pada dirinya, Fahri Hamzah. Penguasa dan rezim boleh silih berganti, boleh datang dan pergi, namun ia tampil apa adanya. Kebenaran dan keburukan itu akan tetap ada sepanjang keberadaan umat manusia. Dan berulangkali ia sampaikan bahwa kebenaran tidak boleh tunduk pada kesantunan. Sebab apalah artinya bersopan santun bila kita kompromi dalam konspirasi busuk. Sebuah pemaknaan mendalam pada substansi kebenaran itu sendiri.

Sang Singa Parlemen, demikian sebagian teman-teman menggelarinya. Ia berani dalam kejernihan fikiran. Beberapa buku telah ia luncurkan, pertanda bahwa apa yang disuarakannya bukanlah lintasan-lintasan fikiran, namun gagasan yang terlahir dari kajian yang mendalam.

Kini Singa itu sedikit terganggu, ada jalan takdir yang mesti dilaluinya.

Maka di sela-sela waktu kita angkatlah tangan, tundukkan pandangan dan bermohon untuk kebaikan kita semua. Kita tidak pernah tahu catatan apa yang di langit sana, yang bisa kita lakukan hanyalah berbaik sangka dan berpegang erat pada kebenaran.

“Boleh jadi, kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah yang paling mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah:216)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun