Saya masih ingat suatu sore, saat saya melihat putri saya bermain di halaman, pikiran saya melayang pada manuskrip yang tak tersentuh. Kesenjangan antara kehidupan pribadi dan kesuksesan profesional terasa tajam—di satu sisi, saya melihat kehidupan tumbuh di depan mata saya; di sisi lain, penelitian saya tetap tersembunyi seperti benih yang tidak pernah diberi kesempatan untuk tumbuh dan mekar.
Enam belas tahun kemudian, saat saya sedang berada di Jerman, sebuah email muncul di kotak masuk saya. Email itu dari pembimbing Jepang saya. Saya membukanya dengan hati-hati, seperti membuka kotak Pandora. Saya bertanya-tanya apa yang akan saya temukan di dalamnya setelah sekian lama. Tak disangka, dia meminta saya untuk menyelesaikan artikel pertama yaitu bab pertama dari tiga bab hasil penelitian saya di Okinawa.
Pada saat itu, saya sudah menyelesaikan pendidikan doktor saya di Australia, di mana saya telah menerbitkan empat artikel di jurnal internasional. Saya baru saja memulai kunjungan penelitian di Jerman ketika permintaan itu datang. Rasanya seperti mimpi—setelah bertahun-tahun, penelitian dari masa master saya akhirnya akan diakui.
Kami berhasil menerbitkan artikel itu di jurnal internasional bereputasi. Untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, saya merasa dua tahun kerja keras saya di Okinawa dihargai. Namun, perasaan itu hanya sesaat. Saya menulis artikel kedua dari penelitian saya, berharap dapat memanfaatkan momentum ini, tetapi lagi-lagi pembimbing saya menolaknya. Pada titik ini, hampir 20 tahun telah berlalu, dan banyak dari senyawa yang saya temukan sudah dipublikasikan oleh peneliti lain. Rasanya seperti mengejar bayangan—semakin dekat, semakin jauh.
Tahun lalu, dia mengundang saya ke Jepang untuk menghadiri acara pensiun profesor saya itu di usianya yang ke-65. Saya ragu—apa yang harus saya katakan kepada orang yang membentuk dan sekaligus menghalangi karier saya? Namun, saya menerima undangannya. Di acara itu, saya diminta untuk berbicara tentang penelitian saya setelah meninggalkan Okinawa, dan itu terasa seperti lingkaran yang akhirnya tertutup.
Setelah acara, dia membawa saya ke ruangan kerjanya. Di sana, semua buku catatan dari penelitian master saya ditumpuk dengan ikatan rapi di atas meja. "Ini semua milikmu," katanya, menyerahkan semua hasil kerja keras bertahun-tahun. Rasanya seperti memegang kapsul waktu—dua dekade terakhir tersimpan di dalamnya, menunggu untuk dibuka.
Saya memulai penelitian ini ketika istri saya hamil delapan bulan, dengan harapan besar untuk memberikan kontribusi yang signifikan kepada dunia ilmu pengetahuan. Namun, ketika saya akhirnya menggenggam semua hasil penelitian saya di tangan, putri saya sudah berusia 21 tahun. Saat itu, saya menyadari bahwa penemuan sebenarnya bukan hanya sembilan senyawa tersebut. Penemuan yang lebih besar adalah bahwa kesuksesan sering kali datang tidak sesuai dengan harapan kita, atau dalam bentuk yang tidak pernah kita duga.
Hidup, seperti sains, sering mengambil jalan panjang dan berliku. Tetapi meskipun penemuan tidak datang secepat yang saya harapkan, perjalanan itu tetap bermakna. Kadang-kadang, hadiahnya bukan pada publikasi atau pengakuan, tetapi pada pelajaran yang kita dapatkan sepanjang jalan. Buku catatan yang sekarang saya pegang adalah bukti ketekunan dan pengingat bahwa terkadang, kita harus menunggu bertahun-tahun untuk mendapatkan jawaban yang kita cari. Namun, ketika jawaban itu akhirnya datang, setiap detik penantian terasa sangat berharga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H