Mohon tunggu...
Walter Yoel Ticualu
Walter Yoel Ticualu Mohon Tunggu... Mahasiswa - -

Mahasiswa Hukum UI

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Liabilitas Aplikasi Kesehatan: Lempar Batu Sembunyi Tangan

25 April 2022   12:22 Diperbarui: 25 April 2022   12:45 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Semakin banyak opsi untuk berbagai hal, termasuk pelayanan kesehatan. (Andrianto dan Fajrina, 2021: 70, https://jurnal-mhki.or.id/jhki) Kini, opsi pelayanan kesehatan jarak jauh konsultasi dokter melalui aplikasi telemedisin tersedia. Telemedisin adalah penggunaan teknologi komunikasi informasi untuk menyampaikan pelayananan kesehatan di antara dua pihak yang berjauhan (Gogia, 2019: 11, https://www.google.co.id/books/edition/Fundamentals_of_Telemedicine_and_Telehea/R165DwAAQBAJ?hl=en&gbpv=0 ).

Aplikasi telemedisin seperti halodoc, The Good Doctor, Klikdokter bermunculan. Namun, aplikasi semacam itu ternyata tidak memiliki status fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes), melainkan sebatas izin dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Bernadetha Aurelia Oktavira,https://www.hukumonline.com/klinik/a/aturan-tentang-konsultasi-dokter-jarak-jauh-itelemedicine-i-lt5db2b3d5e618b). 

Hal ini menyebabkan aplikasi telemedisin tidak dapat dimintai tanggung jawab yang dibebankan pada fasyankes secara umum seperti menjaga kerahasiaan rekam medis pasien dan pertanggungjawaban malpraktik.

Ketiadaan tanggung jawab dari aplikasi telemedisin ini menimbulkan suatu permasalahan baru di mana terdapat pengguna aplikasi yang menggugat dokter di aplikasi tersebut akan kekeliruan diagnosis dan hal sebagainya.

 Terdapat dua pertanyaan utama yang muncul jika terjadi kejadian seperti itu, yaitu "apakah salah diagnosis tergolong risiko medis atau malpraktik?" dan "apakah aplikasi telemedisin dapat dibebani tanggung jawab fasyankes jika melakukan salah diagnosis?" sebelum mengkaji dua hal tersebut, perlu diberikan beberapa definisi terlebih dahulu mengenai risiko medis dan malpraktik.

Risiko medis dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi tak pasti yang tidak diharapkan dalam sebuah aktivitas medis (Kholib, 2020: 249, https://ejournal.insuriponorogo.ac.id/index.php/almanhaj/article/view/481). Sementara itu, malpraktik dapat didefinisikan sebagai sikap tindak profesional keliru atau salah yang dapat mengakibatkan hal buruk pada penerimanya (Machmud, 2008: 23-24, http://mandarmaju.com/main/detail/322/Penegakan-Hukum-Dan-Perlindungan-Hukum-Bagi-Dokter-Yang-Diduga-Melakukan-Medikal-Malpraktek). 

Malpraktik juga kadang membuat hubungan pasien dengan dokter menjadi keruh, terutama dalam hal litigasi (Laurie, Harmon, dan Dove, 2019: 109, https://www.google.co.id/books/edition/Mason_and_Mccall_Smith_s_Law_and_Medical/cCiPDwAAQBAJ?hl=en&gbpv=0). Maka dari itu, kedua hal ini akan menjadi pembahasan utama terkait klasifikasi salah diagnosis itu sendiri, terutama di dalam aplikasi kesehatan. 

Secara yuridis sendiri, permasalahan mengenai hal medis secara umum diatur di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran (UU Kedokteran). Dalam UU Kedokteran tersebut, diatur segala hal mengenai praktik kedokteran secara konvensional. 

Namun, fokus permasalahan dalam hal telemedisin sebagai suatu hal baru dalam dunia kedokteran dapat ditemukan di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 20 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Telemedicine Antar Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Permenkes Telemedisin) yang selanjutnya diikuti dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia Nomor 74 Tahun 2020 tentang Kewenangan Klinis dan Praktik Kedokteran Melalui Telemedicine pada Masa Pandemi Corona Virus Disease 2019 di Indonesia.

Diagnosis sebagai salah satu bentuk praktik dokter yang tercantum pada Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 adalah aksi mengidentifikasi sifat suatu penyakit dari seseorang dengan menguji dan studi secara seksama untuk menemukan karakterisik atau kesalahan pada objek penelitian. 

(Suherman, 2011) Tenaga medis yang melaksanakan juga tidak sembarang sarjana pada bidang kedokteran. Pada pasal tersebut, Tenaga medis mencakup dokter gigi dan dokter yang memiliki wewenang dalam melakukan praktik kedokteran adalah setiap tenaga medis yang memiliki surat tanda registrasi. Maka dari itu, identifikasi dokter berdiri sendiri sebagai diagnosis terlepas dilakukan atau tidaknya studi seksama seperti tes laboratorium untuk membantu pengambilan keputusan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun