Mohon tunggu...
Rohmat Waluyo
Rohmat Waluyo Mohon Tunggu... -

Sedang belajar menulis www.richnetcompsolo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memaknai Arti Sebuah "Kemerdekaan"

20 Agustus 2016   22:08 Diperbarui: 20 Agustus 2016   22:33 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Menjadi sebuah rutinitas tahunan, disaat memasuki bulan Agustus. Seperti merias lingkungan tinggal, Kantor, Toko dan pusat perbelanjaan. Perlombaan yang selalu monoton pun selalu menanti kita di bulan itu. Dan berakhir dengan puncak acara Upacara bendera dalam rangka HUT RI. Yang ditutup dengan Pentas seni di lingkungan masing-masing. Itu adalah sebuah rutinitas yang selalu kita ulang di setiap tahunya, bahkan saking hapalnya lomba-lomba dalam rangka memeriahkan HUT RI pun selalu sama, seperti lomba makan kerupuk, tarik tambang, memasukkan pencil kedalam botol, sampai lomba joget. 

Dan pada akhirnya Perayaan Kemerdekaan pun berlalu tanpa makna, tanpa bekas di sanubari. Jangankan semangat perjuangan para pahlawan, semangat cinta tanah air pun tak bertahan lama dalam sanubari, yang ada hanyalah keseruan dan kemeriahan dalam perlombaan ataupun pentas seni Agustusan.

Padahal kita semua tahu bahwasanya kemerdekaan bukan lah suatu hal yang mudah ataupun hadiah semata. Kemerdekaan butuh sebuah perjuangan, pengorbanan untuk mendapatkanya. Tidak sekedar pengorbanan harta dan benda, nyawa pun menjadi taruhanya. Tak terhitung nyawa para pejuang kitas yang telah gugur di medan perang untuk membela tanah air. 

Tak terbayang di benak kita saat ini bagaimana desing peluru mengharu biru bersamaan dengan isak tangis para istri dan anak kecil yang merindukan kepulangan sang Bapak. Itu terjadi dalam setiap tikungan jalan di bumi pertiwi ini. Bukan dalam waktu yang sebentar saudaraku... selama 365 tahun lamanya perjuangan kita berkobar. Atas berkat Rahmat Tuhan yang maha Esa kemerdekaan ini dapat terwujud.

Perjuangan tidak cukup sampai disini, seperti halnya sebuah ungkapan "Kesuksesan adalah sebuah proses bukan tujuan". Perjuangan harus terus berlanjut. Hanya saja untuk saat ini adalah perjuangan kita adalah untuk mengisi kemerdakaan itu sendiri . Setiap pribadi memiliki cara sendiri dalam mengisi dan memaknai kemerdekaan. Seperti halnya sebuah bangunan kita berperan sesuai kapasitas kita masing-masing. Petani berperan sebagai petani, Ulama berperan sebagai ulama, pejabat pemerintahan berperan juga sebagai pelayan masyarakat bukanya justru menjadi tikus bagi kekayaan negara.

Kemerdekaa bagi setiap individu menjadi sebuah kerangka kebebasan berekspresi tanpa harus mengganggu hak-hak atas orang lain. Dalam hal ini Kemerdekaan nagsa Indonesia dapat kita maknai sebagai sebuah kerja nyata bagi Indonesia, minimal bagi pribadi dan lingkungan. Kemerdekaan bagi anak-anak dapat dimaknai sebagai sebuah kesempatan untuk berekspresi , bebas bermain, bebas berimajinasi tanpa ada tekanan dari pihak manapun. 

Adapun arti kemerdekaan bagi remaja adalah sebuah kebebasan berekspresi dan lebih mempersiapkan diri untuk masa depan, dapat membimbing adik-adiknya, serta tidak mudah terpengaruh oleh pergaulan bebas dan narkotika. Dan yang perlu di garis bawahi adalah dapat memanfaatkan teknologi internet untuk hal yang positif, bukanya sekedar untuk bermain game. 

Berbeda dengan anak dan remaja, orang tua dapat memaknai kemerdekaan sebagai sebuah kebebasan untuk hidup bermasyarakat dengan semangat gotong-royong, kekeluargaan dan semangat cinta tanah air, yang selama ini semakin memudar. Orang tua menjadi kontrol penting bagi anak-anaknya dan menjadi suri tauladan untuk setiap generasi dan seluruh anggota keluarga. Mari kita maknai Kemerdekaan ini dengan berperan sebagai warga negara yang baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun