Desa Haumeni, yang dikenal sebagai salah satu desa tertinggal, sering menarik perhatian para jurnalis untuk dijadikan sorotan berita. Di bawah rindangnya pohon lontar, Daniel, seorang pemuda desa, terlihat memegang buku tua yang mulai usang. Dengan penuh antusiasme, ia membaca setiap halaman sambil mencatat hal-hal yang dianggapnya menarik. Ketekunannya dalam membaca dan menulis membuatnya menjadi sorotan media, dan karyanya mulai dipublikasikan.
Daniel adalah representasi anak-anak cerdas dari NTT yang terus mengasah kemampuan membaca dan menulis, meskipun dihadapkan pada keterbatasan akses dan sumber daya. Ia tidak hanya membaca, tetapi juga memahami dan mengekspresikan ide-ide dari bacaan tersebut. Semangat menulis Daniel muncul setelah ia membaca buku karya Howard Gardner (1983) tentang kecerdasan majemuk, yang menyebutkan bahwa kecerdasan linguistik mencakup kemampuan membaca, memahami, dan menyampaikan informasi dengan efektif. Anak-anak seperti Daniel sadar bahwa membaca dan menulis adalah jalan menuju masa depan yang lebih baik.
Daniel memiliki tekad kuat untuk membuktikan bahwa anak-anak NTT dapat melampaui tantangan literasi dan numerasi. Ia tidak hanya memotivasi dirinya sendiri tetapi juga teman-teman sekelasnya untuk berani mengejar pengetahuan. Meskipun data PISA menunjukkan bahwa literasi siswa Indonesia, termasuk di NTT, berada pada tingkat rendah, perjuangan seperti yang dilakukan Daniel menunjukkan adanya potensi besar di balik keterbatasan itu.
Strategi membaca Daniel adalah salah satu rahasia keberhasilannya. Ia membaca dengan tujuan, menandai bagian penting, dan berdiskusi tentang isi bacaan bersama teman-temannya. Ketika membaca buku tentang sejarah NTT, misalnya, ia tidak hanya memahami fakta, tetapi juga menghubungkannya dengan tradisi di desanya. Meskipun buku-buku di perpustakaan desa sudah tua, Daniel tetap menikmatinya dengan semangat. Ia mempraktikkan teknik membaca cepat, seperti skimming dan scanning, serta mencatat poin penting untuk tugas sekolahnya.
Ketika guru memberi tugas membaca cerita rakyat NTT, Daniel membaca perlahan untuk memahami ide pokok dan alur cerita. Ia membuat peta konsep dan meringkas isi cerita dengan cara yang menarik. Guru terkesan dengan ringkasan itu, dan pujian yang diterima semakin memotivasi Daniel untuk terus membaca dan menulis.
Buku tua karya Lev Vygotsky (1978) juga memberi inspirasi bagi Daniel. Teori Vygotsky tentang pembelajaran sosial mendorongnya berdiskusi dengan teman-teman untuk memperdalam pemahaman. Diskusi ini mengajarkannya berpikir kritis dan memahami teks secara lebih mendalam.
Daniel juga mengembangkan kebiasaan menulis ulang ide-ide yang ia baca dengan sudut pandang baru. Saat membaca cerita rakyat tentang asal-usul pohon lontar, ia mencoba menuliskan kembali ceritanya dengan gaya berbeda. Semangatnya dalam menulis juga dipengaruhi oleh pandangan Ernest Hemingway, yang mengatakan bahwa seni sejati terletak pada kemampuan mengungkapkan pikiran melalui tulisan.
Ketika mengikuti lomba menulis di sekolah, Daniel menerapkan beberapa kiat penting: membaca secara luas untuk mendapatkan inspirasi, menulis setiap hari untuk melatih keterampilan, dan memasukkan budaya lokal ke dalam tulisannya. Ia percaya bahwa kesuksesan menulis tidak hanya bergantung pada bakat, tetapi juga pada ketekunan.
Ketekunan Daniel akhirnya mengantarkannya memenangkan lomba menulis. Desa Haumeni pun menjadi pusat perhatian, mencerminkan anak-anak desa yang memiliki wawasan dunia. Seperti kata pepatah, "Buku adalah jendela dunia, dan menulis adalah cara untuk membukanya."
Referensi:
Gardner, H. (1983). Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences.
Anderson, R. C. (1999). The Role of Readers in Learning from Texts.
Vygotsky, L. S. (1978). Mind in Society.
PISA Report, 2021.
Statistik Literasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H