Mohon tunggu...
Walid Musthafa
Walid Musthafa Mohon Tunggu... -

Political Scientist and Researcher

Selanjutnya

Tutup

Politik

Menuju Konsolidasi Persatuan Indonesia: Pancasila Sebagai Akar Jati Diri Bangsa

29 Juni 2012   09:06 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:25 2552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Amanat Pemimpin Besar Revolusi


  1. Dalam amanat saja, Lahirnja Pantjasila, saja telah mengemukakanfikiran-fikiran jang mendasari proses “NATION BUILDING”, jaitu adanja keinginan bersama untuk membangunkan djiwa Bangsa jang bersatu, persatuan karakter karena persamaan nasib dan patriotisme.
  2. Proses “NATION BUILDING” itu terus-menerus memerlukan aktivitas jang dinamis, pemupukan mental dan djiwa jang ingin bersatu, persamaan watak atas dasar persamaan nasib, patriotisme, rasa setia-kawan dan rasa loyal terhadap Tanah Air Indonesia.

Siapa jang tidak berdiri diatas landasan “NATION BUILDING” tadi, sesungguhnja dihinggapi oleh penjakit “retak dalam djiwa”, karena mungkin djiwanja dikuasai oleh loyalitas-kembar atau loyalitas-ganda.


  1. Saja membenarkan usaha-usaha djiwa muda dalam pembinaan kesatuan Bangsa ini, dengan menghilangkan sikap-sikap dan sifat-sifat menjendiri (eksklusivisme), dengan djalan penjatuan, pembauran (asimilasi) dalam tubuh Bangsa Indonesia.
  2. Saja gandrung akan kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia, saja tidak mau mengenal pembatasan “asli” dan “tidak asli”, persukuan, serta pementjilan-pementjilan jang berupa apapun dalam kesatuan tubuh Bangsa Indonesia.

Bogor, 15 Djuli 1963.

PEMIMPIN BESAR REVOLUSI BANGSA INDONESiA,

S U K A R NO

Pancasila pada awal dirumuskannya merupakan hasil dari konsensus bersama para pendiri bangsa Indonesia, yang merupakan bagian dari begitu banyak bangsa-bangsa bekas jajahan kolonial. Pancasila dijadikan sebuah ideology perekat bagi pembentukan negara-bangsa yang kemudian kita kenal dengan Indonesia (tidak ada Indonesia tanpa Pancasila). Tujuan Pancasila pada saat itu adalah sebagai ide pemersatu dari beragam entitas yang ada. Nilai-yang terkandung didalam Pancasila, dengan unsur 5 sila yang ada tersebut adalah nilai-nilai dan cita-cita yang tidak dipaksakan dari luar, melainkan saripati digali dan diambil dari harta kekayaan rohani, moral dan budaya masyarakat Indonesia. Kegagalan orde lama (masa demokrasi terpimpin) dalam merefleksikan pancasila adalah pada arena pergulatan ideology dunia saat itu (sosialis/liberal), orde lama lebih cenderung menjadikan pancasila cenderung kearah sosialis (mengapa NASAKOM jika Pancasila sudah ada?) padahal sebenarnya Pancasila adalah ideology yang berada diatas ideology-odeologi tersebut. Hal ini kemudian mengakibatkan Pancasila kehilangan tujuan utama sebagai pemersatu dan sebagai nilai dasar bangsa.

Pada masa Orde Baru, Pancasila diberikan tafsiran yang sangat simplistic dan hanya dijadikan sebagai alat kekuasaan serta justifikasi politik penguasa dan pembangunan ekonomi yang bercirikan kronisme dan KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme). Pancasila sebenarnya merupakan ideology yang menekankan pembangunan Human base centre yang meliputi factor social, budaya, politik yang bersifat holistic dan komprehensif dan tidak dapat dipisah-pisahkan. Dengan proses indoktrinasi yang dilakukan oleh pemerintahan Orde Baru melalui pelaksanaan P4 (Pedoman Penghayatan Dan Pengamalan Pancasila) yang digunakan hanya sebagai control terhadap masyarakat untuk mengamankan kekuasaan, berlanjut dengan pelaksanaan asas tunggal pada era 80-an bagi seluruh organisasi politik. Hal ini sangat jauh bertentangan dengan sifat Pancasila sebagai Ideologi yang terbuka yang bersifat dinamis (tanpa kehilangan nilai-nilainya) dan menghargai serta melindungi kemajemukan (Bhineka Tunggal Ika).

Pada era reformasi, pancasila kehilangan ruh nya dan kehilangan nilai-nilai esensial yang ada didalam pancasila tersebut. hal ini tentu saja sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu pada saat Orde Baru, dimana Pancasila dijadikan alat kekuasaan oleh rezim yang berkuasa untuk mengontrol masyrakat dan seluruh aktifitas organisasi politik yang ada. Seperti yang telah saya sampaikan diatas, bahwa pemahaman yang begitu simplistic terhadap pancasila, dan menjadikan pancsila sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan telah menggeser jauh arti dari nilai-nilai pancsila yang terkandung didalam 5 sila tersebut. Memang harus kita akui bahwa secara psikologis ada traumatis masyarakat yang diwariskan oleh rezim orde baru dan kontstelasi politik nasional dengan munculnya proses reformasi serta liberalisasi politik yang telah mengakibatkan Pancasila semakin tersudut.

Proses perumusan Pancasila yang ditempuh baik melalui sidang I BPUPKI pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sidang II BPUPKI pada tanggal 10 sampai dengan 16 Juli 1945 maupun Panitia Sembilan pada tanggal 22 Juni 1945 yang menghasilkan Piagam Jakarta, merupakan sebuah proses yang panjang dalam usaha meletakkan dasar dan Ideologi Indonesia. Hasil keputusan Piagam Jakarta merupakan peristiwa sejarah yang mengilhami berlakunya sila pertama dari Pancasila saat ini. Perubahan sila I dari ”Ketuhanan dengan menjalankan syariat bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi ”Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagaimana telah disahkan PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara adalah bukti bahwa ada usaha dari para pendiri bangsa untuk mendirikan suatu negara yang bukan berdasarkan atas agama (Islam) melainkan sebuah negara yang didiami oleh orang-orang yang beragama.

Atas dasar tersebut maka seharusnya tidak pantas jika ada usaha-usaha untuk mereduksi nilai-nilai pancasila tersebut dengan ideology yang bersifat sectarian maupun tindakan-tindakan radikalisme seperti yang muncul dewasa ini, namun tentu saja kita harus melihat secara obyektif, bahwa hal ini adalah salah satu tantangan Pancasila yang nyata di hadapan kita. Harus ada pemahaman secara komprehensif bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, yakni nilai keTuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan dan nilai Keadilan adalah cerminan dari karakter dan identitas bangsa Indonesia yang santun, berbudi luhur dan memiliki semangat kebersamaan dan patriotisme yang tinggi. Pemahaman yang kurang terhadap pancasila sebagai karakter dan jati diri bangsa inilah yang kemudian menjadi sumber keterpurukan baik secara social, ekonomi, budaya dan politik yang ada di Indonesia saat ini. Korupsi, pelanggaran hukum dan HAM, penyalahgunaan NARKOBA, konflik horizontal masyarakat, dan bahkan tindakan separatism yang berujung pada usaha-usaha disintegrasi bangsa (seperti misalnya kasus Aceh, Papua, dll) adalah beberapa dari begitu banyak masalah kita saat ini.

Sebagai sebuah negara dan merupakan salah satu masyarakat dunia, Indonesia tidak lepas dari pengaruh munculnya globalisasi dan perkembangan teknologi serta informasi. Saat ini didalam proses globalisasi tidak hanya pergerakan barang dan jasa yang semakin meng-global, akan tetapi juga terjadi pergerakan ideology yang melampaui sekat-sekat negara dan langsung bisa masuk serta mempengaruhi masyarakat melalui interaksi fisik maupun melalui media informasi dan komunikasi. Dengan fenomena ini, Pancasila menghadapi tantangan yang begitu besar, yang tidak hanya datang dari dalam (internal), akan tetapi tantangan yang begitu besar dari luar (eksternal). Globalisasi modern merupakan hal yang berkaitan dengan dinamika modernitas dan konsep yang merujuk pada dunia yang semakin mengecil (Shrinking The World) dan meningkatnya kesadaran manusia mengenai masalah-masalah dunia secara keseluruhan. Konsep ini melibatkan masalah perkembangan teknologi komunikasi, kemudahan transportasi hinga keleluasaan pergerakan barang, jasa, manusia beserta gagasan-gagasannya ke berbagai penjuru dunia dan dalam jaringan-jaringan internasional. Dalam konteks ini, penumbuhan loyalitas terhadap bangsa dan usaha untuk mengikat masyarakat dalam suatu kerangka nasional demi untuk mewujudkan nasionalisme masyarakat dengan tujuan menghindari perpecahan dan disintegrasi nasional menjadi menjadi semakin sulit untuk dilaksanakan. Hal ini dikarenakan ideology negara, yakni pancasila semakin kehilangan perannya dan semakin jauh dari masyarkat Indoensia yang semakin mengglobal baik dalam hal informasi, teknologi, gagasan-gagasan dan juga bahkan secara ideology. Pancasila semakin kehilangan esensinya sebagai akar jati diri bangsa yang kesemuanya itu muncul dari dalam, berupa masyrakat yang semakin jauh dengan nilai-nilai pancasila dan muncul dari luar melalui proses globalisasi dunia.

MENUJU KONSOLIDASI BANGSA DENGAN INTERNALISASI NILAI-NILAI PANCASILA

Dalam menjawab tantangan yang begitu besar terhadap bangsa Indonesia terkait dengan bagaimana persatuan dan kesatuan, nasionalisme kebangsaan serta loyalitas terhadap bangsa dan negara dapat diwujudkan, adalah dengan kembali kepada nilai-nilai pancasila melalui proses internalisasi yang komprehensif dan menghindarkan bentuk-bentuk formalitas yang hanya akan berujung pada proses indoktrinasi yang negatif dan tidak efektif di masa saat ini. Pendidikan merupakan jawaban yang paling rasional saat ini didalam menumbuhkembangkan nilai-nilai pancasila. Konsep pendidikan yang bertujuan pada proses internalisasi nilai-nilai pancasila bukanlah yang berbentuk formalitas belaka seperti upacara bendera dengan pengucapan pancasila ataupun sekedar menempatkan mata pelajaran atau mata kuliah Pancasila. Nilai-nilai pancasila itu harus di masukkan didalam dunia pendidikan kita dalam rangka pembangunan karakter bangsa (nation character building), dan kesemua itu harus diselaraskan antara sekolah, keluarga dan lingkungan masyarakat melalui peran aktif pemerintah dalam bentuk regulasi serta penguatan civil society yang memiliki agenda serta tujuan yang sama dalam rangka proses internalisasi pancasila tersebut di dalam masyrakat.

Penguatan Civil Society yang berdasarkan dan memiliki nilai-nilai Pancasila dewasa ini menjadi sangat penting, karena dapat kita lihat bagaimana pengaruh yang mereka sangat signifikan didalam masyarakat. Saat ini, dengan proses globalisasi dan kemajuan informasi dan teknologi, dimana peran serta asing didalam mempengaruhi karakter suatu bangsa dengan nilai-nilai dan gagasan-gagasan mereka semakin gencar. Hubungan yang terjadi dengan dunia luar saat ini sudah tidak lagi melulu melalui Negara, akan tetapi dapat langsung ke masyarakat dengan perantara civil society. Saat inidapat kita lihat berapa banyak civil society yang hanya memperjuangkan nilai-nilai liberalism, kapitalisme, demokrasi dan mungkin beberapa yang mengarah pada sosialisme ataupun ideology-ideologi lain. Hal ini tentu saja mempengaruhi dengan sangat signifikan masyrakat kita. Jadi, seharusnya nilai-nilai Pancasila yang menjadi focus utama dari civil society kita saat ini bersama dengan pemerintah dalam rangka internalisasi nilai-nilai Pancasila tersebut

KESIMPULAN

Yang utama menurut hemat saya adalah kita harus sepakat bahwa ternyata telah terbukti dalam sejarah berdirinya bangsa Indonesia, Pancasila merupakan ideology yang mampu mempersatukan begitu banyak bangsa-bangsa yang kemudian membentuk negara-bangsa Indonesia. Nilai-nilai yang ada didalam Pancasila adalah saripati dari karakter bangsa yang digali dan dirumuskan bersama (consensus). Persoalan bahwa ternyata pada masa pemerintahan Soekarno, Soeharto, dan masa Reformasi saat ini ternyata terjadi begitu banyak polemik didalam masyarakat, terkikisnya karakter bangsa, munculnya gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI (gerakan separatism) dll. Kesemua itu adalah adanya penafsiran dan pemahaman serta implementasi nilai-nilai Pancasila tersebut di masing-masing rezim yang keliru, terlalu simplistis, dan hanya menempatkan Pancasila secara operasional dan hanya sebatas justifikasi dan alat kekuasaan.

Persoalan dan tantangan yang dihadapi oleh Pancasila menurut saya berbeda pada setiap jamannya. Pada masa awal kemerdekaan dan orde lama, Pancasila dihadapkan oleh perang ideology yang terjadi pada level dunia internasional yang masuk sampai ke dalam negeri, hal ini mengakibatkan terjadi pergeseran Pancasila itu sendiri dikarenakan kepemimpinan pada saat itu cenderung mengarah pada satu ideology tertentu (cenderung tidak berdiri konsisten pada ideology pancasila itu sendiri). Pada masa Orde Baru, tantangan yang muncul lebih besar berasal dari internal, yakni dimana Pancasila dijadikan oleh penguasa sebagai alat kontrol terhadap masyarakat dan sebagai alat untuk justifikasi kekuasaan. Hal ini terlihat dengan maraknya proses indoktrinasi Pancasila dalam setiap segi kehidupan masyarakat dan penerapan asas tunggal pada orgaisasi-organisasi politik, yang secara substansial telah menggeser makna pancasila sebagai ideology yang terbuka dan sebagai ideology yang ditujukan bukan untuk kepentingan penguasa melainkan kepentingan bangsa dan negara Indonesia.

Pada masa reformasi saat ini, liberalisasi politik, ekonomi dan social yang didukung dengan proses globalisasi serta kemajuan teknologi dan informasi telah mengakibatkan Pancasila semakin jauh dari kehidupan masyarakat Indonesia. Tantangan ini harus dijawab dengan menggalakkan program internalisasi nilai-nilai pancasila didalam masyrakat, dengan tujuan mengembalikan pancasila sebagai akar jati diri bangsa demi mewujudkan persatuan nasional yang kokoh. Bagaimana caranya? Saat ini, proses internaliasi nilai-nilai Pancasila didalam masyarakat tidak hanya cukup dilaksanakan oleh negara melalui regulasi dan pendekatan yang formal. Dengan semakin luasnya perkembangan teknologi dan informasi, semakin gencarnya proses globalisasi, maka penguatan civil society yang memiliki agenda dalam rangka penguatan pancasila dan internalisasi nilai-nilai pancasila didalam masyarakat harus didukung penuh oleh pemerintah. Negara saat ini harus ber partner dengan lembaga-lembaga swadaya masyrakat (LSM), media massa baik elektronik maupun cetak, organisasi-organisasi mahasiswa, intelektual-intelektual kampus, dll. Dengan program yang jelas dan sistematis, saya kira Pancasila akan menemukan kembali kejayaannya didalam mempersatukan bangsa ini dan menjadikan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang besar dan disegani di dunia internasional.

C Baker, “What Is Globalization”, dalam John Beynon dan David Dunkerley, Globalization: The Reader, (London: The Athlone Press, 2000), Hal 42-43

Lihat tulisan Edy Prasetyono, “Globalisasi dan Pengaruhnya di Indonesia”, dalam Djiwandono, J Soedjati dan T.A. Legowo, Revitalisasi Sistem Politik Indonesia, ( Jakarta: CSIS, 1996) Hal 233

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun