BMKG beberapa waktu lalu  merilis tentang cuaca ekstrim  di wilayah Indonesia  yang diperkiraan terjadi hingga Februari 2018. Secara periodik BMKG juga mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrim yang akan terjadi di beberapa wilayah secara spesifik. Dampak yang paling dirasakan akibat cuaca ekstrim adalah curah hujan yang deras disertai angin kencang. Kondisi ini menyebabkan banjir, tanah longsor dan angin puting beliung serta  terjadinya gelombang tinggi di perairan yang membahayakan bagi pelayaran dan nelayan.
Berdasarkan data dari BNPB bencana hidrometeorologi yang diakibatkan cuaca ekstrim seperti di atas mendominasi sepanjang 3 tahun terakhir dimana tercatat 6.023 Â kali bencana dengan korban jiwa sebanyak 1.016 orang meninggal dunia. Dampak bencana bukan hanya korban jiwa namun juga kerugian materil yang dialami oleh masyarakat baik berupa tempat tinggal maupun fasilitas umum dan sarana ibadah serta kerusakan infrastruktur.
Sementara itu hasil  kajian risiko bencana yang dilakukan oleh BNPB tahun 2015 bahwa jumlah jiwa terpapar risiko bencana banjir di seluruh Indonesia tersebar di beberapa pulau dengan jumlah 170juta jiwa yang berisiko terkena banjir dan nilai asset terpapar melebihi Rp.750 Triliun. Sedangkan  untuk bencana tanah longsor  dan angin puting beliung jumlah jiwa yang terpapar  sebanyak 14 juta jiwa dan 200 juta jiwa  dengan  nilai asset yang terpapar sebesar Rp78 Triliun.Â
Dari data kajian risiko tersebut terlihat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh bencana hidrometeorologi ini terhadap hidup dan penghidupan masyarakat. Oleh sebab itu sebagai antisipasi untuk mengurangi risiko bencana yang lebih besar maka diperlukan peningkatan kewaspadaan masyarakat bersama pemerintah.
Kepedulian Masyarakat dan Pemerintah
Salah satu upaya pengurangan  risiko bencana akibat cuaca ekstrim berupa banjir, tanah longsor dan angin puting beliung adalah dengan cara  meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat. Upaya menjadikan masyarakat yang tangguh dalam menghadapi dampak  bencana perlu terus dilakukan dengan berbagai cara dan sarana. Oleh sebab itu kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang diakibatkan oleh bencana sangat diperlukan. Kepedulian  yang berasal dari dalam diri sendiri maupun kepedulian karena kepentingan dan keselamatan bersama di masyarakat.
Banyaknya jatuh korban pada saat terjadi bencana selama ini diakibatkan oleh ketidaktahuan masyarakat mengenai risiko bencana itu sendiri. Hal ini menyebabkan kepedulian masyarakat terhadap ancaman dari bencana berkurang. Sebagai contoh masyarakat yang berada di DAS Daerah Aliran Sungai yang seharusnya tidak boleh dijadikan sebagai pemukiman namun karena alasan keterpaksaan dan ketidaktegasan pemerintah mereka tinggal dan menetap di sana. Sehingga saat terjadi bencana banjir mereka menjadi korban.
Ketidak pedulian masyarakat ini  disebabkan oleh masih  lemahnya peranan pemerintah dalam mengkomunikasikan informasi yang detil mengenai bencana  kepada masyarakat. Perlu ada pola penyampaian informasi yang dapat diterima oleh masyarakat secara luas sampai kepada tingkatan memahami dan menjadi budaya sadar terhadap bencana. Hal ini sesuai dengan Prioritas pertama dalam Sendai Framework Disaster Risk Reduction tahun 2015 yaitu Memahami Risiko Bencana yaitu tahu informasi bencananya, mengerti apa yang harus dilakukan dan mampu merespon saat terjadi.Â
Untuk meningkatkan kepedulian masyarakat ini perlu juga melibatkan komponen masyarakat terutama kelompok atau perkumpulan relawan yang berbasis masyarakat, maupun keagamaan dan social. Â Mereka umumnya memiliki jaringan yang langsung terkait ke masyarakat sehingga memudahkan upaya sosialisasi
Pola-pola selama ini yang dilakukan oleh pemerintah cenderung hanya sebatas penyebaran informasi, belum mengarah kepada mengevaluasi dan memastikan serta menjaga bagaimana informasi yang telah diberikan kepada masyarakat tidak hilang begitu saja.  Program-program Pemerintah yang terkait menghadapi cuaca ekstrim ini harus terus ditingkatkan  dalam rangka memperkuat tata kelola risiko bencana dan manajemen risiko bencana. Seperti yang telah dilakukan  antara lain; (1) mengidentifikasi risiko bencana hidrometeorologi, (2)membuat kajian risiko bencana dan (3)membuat peta risiko bencana. Program ini sangat bermanfaat bagi masyarakat terutama yang berada di wilayah rawan bencana.
Kita akui bahwa salah satu kendala dalam peningkatan program penanggulangan bencana ini adalah masih minimnya anggaran yang dialokasikan. Â Dalam periode 5 tahun terakhir alokasi anggaran untuk Penanggulangan bencana tidak lebih dari 1% dari APBN. Meskipun demikian anggaran penanggulangan bencana terbantu dari dana on call atau dana siap pakai yang dapat digunakan pada saat kondisi tanggap darurat.Â
Pengurangan Risiko Banjir
Pengurangan risiko bencana banjir merupakan bagian dari pengelolan sumber daya air (SDA) yang berbasis wilayah sungai  harus direncanakan dan dilaksanakan secara terintegrasi di dalam suatu Wilayah Sungai. Oleh karena itu, pengurangan risiko bencana banjir harus menjadi bagian dari pengelolaan SDA masing-masing Wilayah Sungai yang perlu diatur dalam suatu rencana pengelolaan (Masterplan) suatu Wilayah Sungai (Tingsanchali, 2012).
Sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berada pada kawasan rawan bencana memerlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan serta menjaga kelestarian lingkungan.
Beberapa Permasalahan  yang dihadapi dalam mengurangi risiko bencana banjir menurut kajian risiko bencana oleh BNPB tahun 2015 antara lain:
(1)Kondisi DAS dalam keadaan kritis. (2) Kapasitas sistim pengendali banjir kurang memadai. (3) Keterbatasan kemampuan maupun jumlah (kualitas maupun kuantitas) SDM (4) Ketersediaan teknologi pengurangan risiko bencana yang mutahir seperti teknologi informasi, database dan teknologi peringatan dini di wilayah rawan banjir belum cukup (5) Orientasi pengurangan risiko bencana masih lebih terarah pada penanganan kedaruratan atau kuratif dan belum mengarah pada aspek pencegahan atau preventif (termasuk mitigasi bencana banjir). Â
(6) Perijinan, pengawasan, dan penegakan hukum masih bersifat project oriented sehingga memperparah upaya pengurangan risiko bencana banjir. (7) Penanganan tanggap darurat bencana masih kurang efisien akibat instansi dan masyarakat masih belum cukup terlatih siaga bencana. (8)Penyediaan dana untuk melaksanakan program pengurangan risiko bencana banjir yang sifatnya mitigasi bencana banjir perlu mendapat perhatian dari pemerintah.
Upaya Mitigasi Banjir Bandang
Banjir bandang merupakan bencana yang pada umumnya bermula dari longsoran tanah di daerah aliran sungai hulu, oleh karena itu diperlukan adanya pemantauan rutin yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah hilir untuk memastikan kondisi kawasan aliran sungai hulu yang rawan.Â
Kesadaran komunitas masyarakat diperlukan dalam merawat daerah aliran sungai agar tetap lestari. Upaya ini dapat dilaksanakan dengan membentuk kelompok masyarakat yang bertugas untuk melaksanakan pemantauan secara rutin kondisi sungai serta bergotong-royong dalam menormalisasi kawasan aliran sungai yang rawan terhadap longsor. Selain itu jejaring komunikasi antara masyarakat hulu dan hilir juga perlu diperkuat sebagai upaya pencegahan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir bandang.
Kesiapsiagaan Menghadapi  Angin Puting Beliung
Angin puting beliung merupakan bencana hidrometeorologi yang bisa muncul kapan saja, dan susah untuk diprediksi. Untuk itu bagi masyarakat pada umumnya terutama yang tinggal pada risiko bencana angin puting beliung yang tinggi sangat di harapkan dapat mampu mengenali dan menghadapi angin putting beliung. Ada beberapa saran yang diberikan agar dapat menghadapi bencana angin putting beliung, Â yaitu Sebelum Bencana, saat bencana dan setelah bencana: Pertama, sebelum bencana : (1)Perlu dilakukan sosialisasi mengenai puting beliung agar masyarakat memahami dan mengenal puting beliung, baik difinisi, gejala awal, karakteristik, bahaya dan mitigasinya.
(2)Menyusun peta rawan bencana puting beliung berdasarkan data  historis. (3)Memangkas ranting pohon besar dan menebang pohon yang sudah rapuh serta tidak membiasakan memarkir kendaraan di bawah pohon besar. (4)Jika tidak penting sekali, hindari bepergian apabila langit tampak awan gelap dan menggantung. (5)Mengembangkan sikap sadar informasi cuaca dengan selalu mengikuti informasi prakiraan cuaca atau proaktif menanyakan kondisi cuaca kepada instansi yang berwenang. (6)Penyiapan lokasi yang aman untuk tempat pengungsian sementara
Kedua, saat Bencana; (1)Segera berlindung pada bangunan yang kokoh dan aman begitu angin kencang menerjang. (2)Jika memungkinkan segeralah menjauh dari lokasi kejadian karena proses terjadinya.(3)puting beliung berlangsung sangat cepat. (4)Jika saat terjadi puting beliung kita berada di dalam rumah semi permanen/rumah kayu, hingga bangunan bergoyang, segeralah keluar rumah untuk mencari perlindungan di tempat lain karena bisa jadi rumah tersebut akan roboh. (5)Hindari berteduh di bawah pohon besar, baliho, papan reklame dan jalur kabel listrik. (7)Ancaman puting beliung biasanya berlangsung 5 hingga 10 menit, sehingga jangan terburu-buru keluar dari tempat perlindungan yang aman jika angin kencang belum benar-benar reda.
Ketiga, setelah bencana; (1)Melakukan koordinasi dengan berbagai pelaksana lapangan dalam pencarian dan pertolongan para korban. (2) Mendirikan posko dan evakuasi korban yang selamat.(3)Mendirikan tempat penampungan korban bencana secara darurat di dekat lokasi bencana atau menggunakan rumah penduduk untuk pengobatan dan dapur umum. (4)Melakukan koordinasi bahan bantuan agar terdistribusi tepat sasaran dan sampai kepada mereka yang benar-benar membutuhkan dan menghindari para oknum yang memanfaatkan situasi. (5) Melakukan evaluasi pelaksanaan pertolongan dan estimasi kerugian material.
Penutup
      Terjadinya Cuaca ekstrim yang berdampak kepada terjadinya bencana banjir, tanah longsor dan angin putting beliung akan terus terjadi. kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi bencana tersebut harus terus ditingkatkan. Peranan pemerintah bersama komponen masyarakat lainnya diperlukan dalam rangka mengurangi risiko bencana.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H