Pengurangan Risiko Banjir
Pengurangan risiko bencana banjir merupakan bagian dari pengelolan sumber daya air (SDA) yang berbasis wilayah sungai  harus direncanakan dan dilaksanakan secara terintegrasi di dalam suatu Wilayah Sungai. Oleh karena itu, pengurangan risiko bencana banjir harus menjadi bagian dari pengelolaan SDA masing-masing Wilayah Sungai yang perlu diatur dalam suatu rencana pengelolaan (Masterplan) suatu Wilayah Sungai (Tingsanchali, 2012).
Sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang berada pada kawasan rawan bencana memerlukan penataan ruang yang berbasis mitigasi bencana sebagai upaya meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan serta menjaga kelestarian lingkungan.
Beberapa Permasalahan  yang dihadapi dalam mengurangi risiko bencana banjir menurut kajian risiko bencana oleh BNPB tahun 2015 antara lain:
(1)Kondisi DAS dalam keadaan kritis. (2) Kapasitas sistim pengendali banjir kurang memadai. (3) Keterbatasan kemampuan maupun jumlah (kualitas maupun kuantitas) SDM (4) Ketersediaan teknologi pengurangan risiko bencana yang mutahir seperti teknologi informasi, database dan teknologi peringatan dini di wilayah rawan banjir belum cukup (5) Orientasi pengurangan risiko bencana masih lebih terarah pada penanganan kedaruratan atau kuratif dan belum mengarah pada aspek pencegahan atau preventif (termasuk mitigasi bencana banjir). Â
(6) Perijinan, pengawasan, dan penegakan hukum masih bersifat project oriented sehingga memperparah upaya pengurangan risiko bencana banjir. (7) Penanganan tanggap darurat bencana masih kurang efisien akibat instansi dan masyarakat masih belum cukup terlatih siaga bencana. (8)Penyediaan dana untuk melaksanakan program pengurangan risiko bencana banjir yang sifatnya mitigasi bencana banjir perlu mendapat perhatian dari pemerintah.
Upaya Mitigasi Banjir Bandang
Banjir bandang merupakan bencana yang pada umumnya bermula dari longsoran tanah di daerah aliran sungai hulu, oleh karena itu diperlukan adanya pemantauan rutin yang dilakukan oleh masyarakat yang tinggal di daerah hilir untuk memastikan kondisi kawasan aliran sungai hulu yang rawan.Â
Kesadaran komunitas masyarakat diperlukan dalam merawat daerah aliran sungai agar tetap lestari. Upaya ini dapat dilaksanakan dengan membentuk kelompok masyarakat yang bertugas untuk melaksanakan pemantauan secara rutin kondisi sungai serta bergotong-royong dalam menormalisasi kawasan aliran sungai yang rawan terhadap longsor. Selain itu jejaring komunikasi antara masyarakat hulu dan hilir juga perlu diperkuat sebagai upaya pencegahan dan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana banjir bandang.
Kesiapsiagaan Menghadapi  Angin Puting Beliung
Angin puting beliung merupakan bencana hidrometeorologi yang bisa muncul kapan saja, dan susah untuk diprediksi. Untuk itu bagi masyarakat pada umumnya terutama yang tinggal pada risiko bencana angin puting beliung yang tinggi sangat di harapkan dapat mampu mengenali dan menghadapi angin putting beliung. Ada beberapa saran yang diberikan agar dapat menghadapi bencana angin putting beliung, Â yaitu Sebelum Bencana, saat bencana dan setelah bencana: Pertama, sebelum bencana : (1)Perlu dilakukan sosialisasi mengenai puting beliung agar masyarakat memahami dan mengenal puting beliung, baik difinisi, gejala awal, karakteristik, bahaya dan mitigasinya.