Mohon tunggu...
Adi Sinaga
Adi Sinaga Mohon Tunggu... Lainnya - pekerja sosial

menulislah dengan kebebasan pikiran

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Kritik Pada Penguasa Itu Keniscayaan Tanpa Pemberangusan

30 Juni 2021   19:00 Diperbarui: 30 Juni 2021   20:24 221
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritik kepada penguasa itu selalu bermakna baik bagi kebebasan berpendapat dalam alam demokrasi terutama pada negeri yang menganut prinsip demokrasi dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Menjadi aneh ketika kritikan kemudian dibalas dengan sentimen dan mengatakan itu sebagai nyinyiran. Cuma orang yang bersumbu pendek yang akan mengatakan kritikan sebagai nyiyiran. Kenapa demikian? Karena dia hanya melihat sebuah kondisi keuntungan dari kedekatan dengan kekuasaan. Seolah ketika kekuasaan dikritik di situ si sumbu pendek harus memasang badan. Tak ayal kemudian yang terjadi bukan pada perdebatan substansial tetapi mengambang menjadi perdebatan kusir yang lagi-lagi kembali pada isu yang tidak krusial.

Si penjilat kekuasaan sengaja menguapkan kritikan seolah itu hanya nyinyiran tanpa argumentasi yang bisa menjelaskan apa makna kritikan itu. Di sini sebenarnya sudah terlihat bahwa banyak yang berlindung di bawah ketiak penguasa. Jika saja semua bisa legowo dan membuka diri dengan kritikan dan memberi kesempatan pada si penguasa untuk menerima dan mengoreksinya dengan sikap dan tindakan yang lebih kongkrit, maka itu akan lebih elegan dan eloklah sebagai pemimpin di negeri yang berlandaskan Pancasilan dan UUD 1945 ini.

Hari ini kita disuguhkan dengan dagelan para pendengung yang seolah berada di barisan pelindung penguasa. Mengambil posisi seolah pembela kaum teraniaya sementara mereka bergembira di atas penderitaan lainnya. Pernahkah mereka bersuara mengenai represifnya para tameng kekuasaan saat menjaga aksi demonstrasi. Sebuah aksi dari panggung demokrasi yang nyata saat rakyat yang diwakili mahasiswa yang senantiasa bangga disebut sebagai aktivis yang bersuara lantang tetapi bukannya dijaga oleh pihak keamanan, justru ditangkap dan dipukuli. Posisi pihak yang diberi amanah melayani, mengayomi, menjaga ketentraman dan keamanan rakyatnya justru menjadi alat penguasa untuk memberangus panggung kebebasan aksi.

Sungguh menjadi tidak bisa dimengerti sampai kapan kondisi ini akan terjadi, ketika penguasa mengatakan siap untuk dikritik tetapi tidak menjadi jaminan bagi pengkritik setelah melontarkan kritikannya. Bahkan dunia kampus pun mulai tekontaminasi kondisi arogansi kekuasaan dan kediktatoran. Entahlah, apakah kondisi bagi-bagi jabatan menjadi dilema bagi negeri ini ketika orang-orang yang semestinya berposisi sebagai penyeimbang justru menjadi pendompleng kekuasaan. Tetapi apapun itu, kekuatan rakyat dan kebersatuan rakyat akan tetap hadir dan menunjukkan kemenangannya. Meski tidak tahu kapan kemenangan rakyat itu bisa diraih, tetapi harapan dalam kondisi kedikatoran sekalipun, rakyat pasti menang. Hidup Rakyat! Hidup Mahasiswa! Hidup Parlemen Jalanan!

  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun