Awalnya saya merasa ketar-ketir membaca berbagai berita tentang efek mengkhawatirkan dari vaksin Covid-19. Di sisi lain, makin banyak orang yang menerima vaksin, dan tidak terjadi efek berarti bagi mereka.
Ini mendorong saya untuk bersedia divaksin dan memilih vaksin yang cukup sekali suntik. Bukan vaksin 2 kali suntik seperti umumnya vaksin Covid-19.
Pengalaman saya menerima vaksin Covid-19 ini adalah berdasarkan aturan yang berlaku di Belanda, tempat saya tinggal.
Pemerintah Belanda tidak mewajibkan penduduknya untuk divaksinasi Covid-19. Vaksinasi Covid-19 di Belanda sifatnya sukarela.
Pemerintah tidak mewajibkan, tepatnya tidak bisa memaksa rakyatnya untuk mau divaksin. Ini karena menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Belanda, ada peraturan yang menyatakan bahwa untuk melakukan vaksinasi diperlukan persetujuan dari pasien.
Tak Ada Vaksin Berbayar
Program vaksinasi Covid-19 di Belanda mulai digalakkan sejak awal tahun ini. Pada mulanya prioritas diberikan kepada lansia. Kemudian kelompok usia muda juga sudah menerima undangan vaksinasi. Awal Juli ini, remaja mulai usia 12 tahun juga boleh divaksin.
Pemerintah Belanda memang tidak bisa memaksa rakyat untuk mau divaksin. Namun pemerintah aktif mengkampanyekan dan mengimbau perlunya vaksin Covid-19.
Pemerintah memastikan semua warga Belanda yang ingin divaksin, bisa menerima haknya untuk dapat divaksin Covid-19. Di Belanda tak ada vaksin Covid-19 yang berbayar. Semua jenis vaksin corona adalah gratis.
Pada dasarnya warga Belanda tidak bisa memilih sendiri vaksin yang diinginkan. Pada saat seseorang menerima undangan vaksin, ia harus mengisi daftar yang berisi data kesehatannya. Misalnya latar belakang penyakit yang diderita (kalau ada), atau apakah alergi terhadap sesuatu, apakah pernah terinfkesi corona, dst.
Berdasarkan data kesehatan itu, GGD (Puskesmas Belanda) akan menentukan jenis vaksin apa yang cocok untuk si penerima vaksin.
Bagaimana Saya Bisa Memilih Vaksin Sendiri?
Di atas telah dijelaskan, pada dasarnya warga Belanda tidak boleh memilih sendiri vaksin yang diinginkan. Kalau begitu bagaimana ceritanya sehingga saya boleh memilih sendiri vaksin yang saya inginkan?
Seperti semua warga Belanda, saya juga menerima undangan untuk divaksin. Ketika menerima undangan vaksin, karena satu dan lain hal, saya tidak langsung menanggapi undangan ini.
Saat saya menerima undangan vaksin, belum ada tawaran untuk bisa memilih vaksin lain selain yang telah ditetapkan. Tetapi saya segera cepat bereaksi ketika membaca berita bahwa di Belanda sedang tersedia 200.000 vaksin Johnson & Johnson (di Belanda disebut vaksin Janssen & Janssen). Ini jenis vaksin yang hanya sekali suntik.
Kemudian diumumkan bahwa bagi warga Belanda yang akan menerima vaksin lain, kini diperbolehkan memilih Johnson & Johnson.
Membaca pengumuman di atas, saya pikir, “Wah, apakah mungkin saya boleh memilih sendiri vaksin Johnson & Johnson?”
Sebelumnya vaksin Johnson & Johnson ini masih jarang digunakan di Belanda. Yang banyak digunakan adalah vaksin untuk 2 kali suntik, yaitu Moderna, BioNTech/Pfizer (Comirnaty) dan AstraZeneca.
Tadinya vaksin Johnson & Johnson di Belanda sebetulnya hanya untuk kelompok tertentu. Karena efektif hanya sekali suntik, maka vaksin ini di Belanda awalnya ditujukan untuk kelompok yang sulit untuk menjalani 2 kali suntik. Misalnya profesi militer yang sedang menjalankan misi, pelaut dan para tuna wisma.
Menyambar Peluang Vaksin Sekali Suntik
Saya tadinya memang menginginkan vaksin sekali suntik seperti vaksin Johnson & Johnson. Tapi ini tidak mungkin, sebab tadinya orang tidak boleh memilih jenis vaksinnya sendiri.
Setiap orang yang bersedia divaksin, harus mau menerima jenis vaksin yang telah ditetapkan GGD (Puskesmas). GGD berwenang menentukan vaksin apa yang harus diterima seseorang.
Begitu mendengar tawaran untuk boleh memilih vaksin sekali suntik Johnson & Johnson, saya tidak menyia-nyiakan peluang ini. Secepatnya saya mengebel GGD (Puskesmas).
Baru menelepon saja, sulitnya minta ampun. Terdengar nada sibuk melulu. Belakangan saya baca berita, banyak yang punya pengalaman sama. Ada yang sampai menghitung menelepon ratusan kali sebelum akhirnya bisa membuat janji untuk divaksin Johnson & Johnson.
Maklum, stok Johnson & Johnson disebutkan hanya 200.000. Dan setiap orang berebut ingin memperoleh vaksin ini sebelum persediaannya keburu habis.
Terlebih dijelaskan, bahwa orang yang mengebel belum tentu bisa menerima vaksin ini, karena persediaan vaksin Johnson & Johnson ini terbatas. (Belakangan, pemerintah menambah lagi 175.000 persediaan vaksin Johnson & Johnson, karena tingginya minat masyarakat pada vaksin ini).
Menteri Kesehatan Masyarakat, Kesejahteraan dan Olahraga Belanda, Hugo de Jonge mengomentari tingginya animo masyarakat yang memilih vaksin Janssen & Janssen atau Johnson & Johnson, dilansir dari laman Rijksoverheid:
“Kami ingin menawarkan kebebasan kepada masyarakat untuk memilih vaksin Janssen. Karena ini adalah vaksin yang aman dan efektif, dan Anda selesai dalam sekali suntik. Sangat menyenangkan bahwa lebih banyak orang sekarang dapat memanfaatkan kesempatan ini."
Memang cukup banyak orang berharap divaksin dengan Johnson & Johnson, ini karena vaksin ini dianggap tidak ribet. Cukup sekali suntik, tidak perlu menunggu beberapa minggu kemudian untuk menerima vaksin kedua. Ini cocok untuk orang yang dalam waktu singkat akan mengadakan perjalanan, menghadiri festival atau konser, yang mensyaratkan adanya bukti vaksin Covid-19.
Untunglah saya tidak perlu mengebel sampai ratusan kali. Saat telepon diangkat oleh petugas, tak sabar saya bertanya, “Apakah betul saya boleh memiih vaksin Johnson & Johnson?”
Yang saya heran, petugasnya langsung menjawab, “Boleh!” Kemudian ia menetapkan tanggal, waktu dan lokasi vaksinasi. Ia juga mengatakan saya akan menerima email sebagai konfirmasi.
Saya heran, karena begitu mudahnya petugas menjawab “boleh”. Saya pikir tadinya petugas akan bertanya terlebih dahulu tentang keadaan kesehatan saya. Barulah kemudian saya tahu, mengapa petugas tidak perlu banyak bertanya. Karena setelah menelepon, orang akan menerima email. Dan di email dijelaskan bahwa setiap orang harus membawa isian keterangan kesehatan pada saat divaksin.
Mengenali Jenis Vaksin dan Efek Sampingnya
Di email yang saya terima dari GGD (Puskesmas Belanda), juga disertakan link yang harus diklik tentang apa saja yang harus diketahui tentang vaksin Johnson & Johnson. Misalnya kelompok mana yang tidak disarankan menerima vaksin Johnson & Johnson, seperti wanita hamil dan kelompok usia muda.
Vaksinasi di Belanda memang bersifat suka rela. Namun warga tetap diberi informasi cukup tentang vaksin yang akan diperolehnya dengan segala risikonya. Orang harus mengetahui betul, apakah vaksin itu sesuai dengan kategori umur dan sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Informasi tentang vaksin yang akan saya peroleh, saya baca berulang-ulang. Termasuk membaca efek samping yang mungkin bisa terjadi. Yaitu rasa sakit di bekas suntikan, sakit kepala, merasa lelah, sakit otot dan persendian, mual dan deman. Efek samping ini bisa hilang dalam 2 atau 3 hari.
Setelah membaca dengan seksama, saya pun yakin bahwa vaksin Johnson & Johnson memang cocok dengan kondisi saya.
Saya menerima email konfirmasi hanya beberapa menit setelah mengebel GGD (Puskesmas). Konfirmasi ini diperkuat lagi melalui undangan via pos. Pada email dijelaskan bahwa saya akan menerima vaksin Johnson & Johnson sesuai pilihan saya.
Di email juga dijelaskan, apa saja yang harus saya bawa pada saat datang ke lokasi vaksin. Yaitu kartu identitas, pakai masker, surat bukti jadwal vaksin, undangan vaksin, dan daftar isian keterangan kesehatan.
Apa Efek Samping yang Saya Rasakan?
Sebelum ke lokasi, saya makan soto ayam, nasi dan sambal. Masih ditambah makan rujak buah pedes lagi. Sebelum berangkat, saya bawa air putih sebagai bekal minuman.
Hanya 10 menit berkendara, saya dan suami sampai ke lokasi vaksin. Begitu masuk ke ruangan, kami menyerahkan dokumen yang diperlukan ke loket.
Mereka memeriksa sejenak, kemudian langsung mempersilakan ke tempat vaksinasi. Sama sekali tidak ada dokter atau petugas kesehatan yang memeriksa kondisi kesehatan saya seperti tekanan darah, dsb.
Petugas yang akan memvaksin sudah siap dengan jarum di tangannya. Saya dipersilakan duduk. Pada undangan vaksin, orang sudah diwanti-wanti agar mengenakan pakaian yang tidak menyulitkan saat akan divaksin. Jadi saya mengenakan blus “you can see”. Ini istilah generasi tahun 1970-an untuk menyebut baju tanpa lengan.
Dulu orang mengatakan, disuntik rasanya seperti digigit semut. Tapi yang ini, digigit bayinya semut pun, hampir tak terasa.
Ini sangat berbeda dengan injeksi jadul yang rasanya kayak digigit tawon. Tapi sekarang jarum suntiknya sangat tipis, membuat saya hampir tak merasakan apa-apa saat disuntik.
Kemudian petugas itu menempelkan plester di lengan kiri bekas suntikan. Setelah itu kami dipersilakan masuk ke aula besar. Banyak sekali orang duduk di aula ini dengan jarak 1,5 meter.
Kami disuruh duduk menunggu selama 15 menit. Ini untuk melihat apakah ada efek samping suntikan. Kalau tidak terjadi apa-apa, kami diperbolehkan pulang.
Beberapa saat setelah disuntik, saya merasa tangan kiri saya agak tidak nyaman. Tetapi rasa tidak nyaman ini menghilang beberapa saat setelahnya. Saat duduk menunggu, saya berkonsentrasi ingin merasakan efek apa yang akan saya terima.
Apakah kepala saya akan pusing? Akankah saya merasa mual? Saya mencoba menandai apakah ada reaksi aneh yang mungkin akan timbul dari tubuh saya. Sambil menunggu, saya minum air putih yang tadi saya bawa.
Tunggu punya tunggu, 15 menit pun berlalu. Saya dan suami tetap tidak merasakan gejala apa-apa. Karena tidak yakin, kami menambah waktu tunggu menjadi 15 menit lagi. Total menunggu 30 menit, ternyata tidak terjadi apa-apa juga. Jadi kami pun bangkit dari kursi, bersiap pulang ke rumah.
Setelah sampai ke rumah usai divaksin, saya masih berpikir, mungkin efek samping vaksin itu akan bekerja beberapa saat lagi. Tetapi tetap saja tidak ada gejala apapun yang saya rasakan. Mengantuk atau sakit kepala juga tidak.
Saya tanya suami, apa ada keluhannya. Katanya, tangannya masih terasa tidak enak. Sementara rasa tidak nyaman pada tangan saya sudah tak terasa lagi. Selebihnya kami tidak merasakan gejala apa-apa.
Saat tidur malam, saya tidur nyenyak dan bangun pagi dengan segar. Dua minggu setelahnya juga saya dan suami tidak merasakan efek samping apa-apa dari vaksin.
Tanda Bukti Vaksin
Ketika menerima vaksin, yang juga penting adalah orang harus memastikan untuk membawa buku serifikat vaksin internasional miliknya. Buku ini akan distempel petugas. Buku paspor sertifikat vaksin ini sebagai tanda bukti bahwa saya telah menerima vaksin Covid-19. Dalam bahasa Inggris, buku ini disebut The International Certificate of Vaccination or Prophylaxis (ICVP).
Buku paspor vaksin ini berisi data tentang vaksin apa saja yang sudah saya terima. Misalnya saat bepergian ke luar negeri sebelum masa corona, saya menerima vaksin tertentu agar tidak tertular penyakit di negara yang akan didatangi. Nah, semua data vaksinasi yang sudah saya terima ini, tertera di dalam buku vaksin internasional ini.
Meskipun sudah divaksin dan telah dibuktikan dengan stempel pada buku vaksin internasional yang saya miliki, ini tidak menjamin saya bebas Covid-19. Tetap saja harus selalu waspada, pandemi ini masih belum selesai.
Belum divaksin maupun sudah divaksin, semua orang punya peluang untuk terinfeksi corona. Lalu ada yang bertanya, “Kalau begitu apa gunanya divaksin?” Mungkin pertanyaannya lebih tepat, “Mana yang lebih berisiko, sudah divaksin atau belum divaksin?”
Pada saat risiko itu tak bisa 100% dihindari, orang masih bisa berikhtiar memperkecil risiko itu. Dalam pandemi ini, seluruh dunia berlomba dengan maut. Orang melakukan apa saja untuk bertahan hidup, salah satunya melalui vaksinasi. ***
(Penulis: Walentina Waluyanti)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H