Perlu diingat, "koran kuning" ini didirikan oleh Harmoko saat ia telah menjadi tim media massa dari sebuah partai politik, yaitu Golongan Karya.
Dalam dunia politik, jurnalisme yang berisi sensasi ini biasa digunakan sebagai alat "pengalihan isu".
Taktik pengalihan isu dalam dunia politik, sudah dikenal sejak zaman Romawi kuno. Penyair Romawi, bernama Juvenal menyebut taktik ini dengan istilah "panem et circenses".
Arti "panem et circenses" adalah "roti dan permainan". Roti dan permainan ini adalah simbolisasi dari "kesenangan, hiburan, entertainment".
Taktik berikanlah "roti dan hiburan" (kesenangan) pada rakyat, diterapkan oleh Julius Caesar dalam pemerintahannya. Jika rakyat memperoleh hiburan, diharapkan rakyat bisa menjadi senang dan tenang.Â
Perhatian mereka dialihkan pada hiburan itu, sementara diam-diam pemerintah terus menancapkan kekuasaannya agar semakin kuat. Ini sekaligus untuk meredam gejolak yang mungkin timbul akibat kebijakan politik.Â
Dengan melahap berita-berita sensasi setiap hari, rakyat melupakan isu-isu substantif dalam kehidupan bernegara. Orang hanya melihat masalah-masalah yang dangkal, masalah di permukaan saja. Ini membuat rakyat terbiasa untuk kurang kritis dalam menilai isu nasional yang lebih mendalam dan krusial.
Bagaimanapun, harus diakui, Harmoko juga menggagas kegiatan yang tetap dikenang dan banyak dipuji, yaitu terbentuknya Kelompencapir (Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa).
Tentu saja jurnalisme tidak berarti harus berkaitan dengan hal-hal yang mengernyitkan dahi. Fungsi pers selain sebagai sarana edukasi, juga sebagai sarana menghibur, tanpa perlu menimbulkan dampak kedangkalan berpikir bagi pembacanya.***
(Copyright@Penulis: Walentina Waluyanti): Dilarang plagiat, memuat, menyalin tulisan tanpa izin dan tanpa mencantumkan nama penulis.