Saya memang tidak merayakan Lebaran. Tetapi saya dikitari oleh para anggota keluarga yang merayakan Hari Raya Idul Fitri ini.
Berbeda-beda agama di dalam sebuah keluarga di Indonesia, hal ini tak jarang kita jumpai di sekitar kita. Mungkin ini salah satu faktor yang memudahkan bertumbuhnya hidup toleransi beragama khas Indonesia.Â
Ya, toleransi beragama di Indonesia bisa disebut sebagai fenomena yang ikonis.
Setiap Lebaran, saat masih tinggal di Indonesia, sudah biasa kalau saya bertandang ke rumah kakek nenek, paman dan bibi, sepupu, juga saudara kandung untuk mengucapkan selamat Lebaran dan bergembira bersama.
Dan sebagaimana biasa, pada setiap Hari Raya selalu ada makanan lezat. Opor ayam, lontong sayur, sambal goreng ati, ketupat, lontong, buras, selalu terhidang di meja makan. Namun ada satu anggota keluarga yang menghidangkan sesuatu yang berbeda.
Adik kandung saya yang muslim, setiap tahun tidak pernah absen menyediakan hidangan yang rasanya pedas ini, namanya ayam woku. Dan setiap menghidangkan ayam woku ini, pasti selalu ada sup brenebon dan ikan cakalang pedas. Juga ada sambal dabu-dabu. Ini adalah makanan khas dari Sulawesi Utara.
Pada hari-hari besar di Sulawesi Utara, termasuk saat Lebaran dan Natal, ayam woku selalu ada sebagai salah satu menu. Dan biasanya dihidangkan juga bersama sup brenebon, sup kacang merah ala Minahasa. Juga biasanya ada ikan cakalang pedas maupun ikan cakalang fufu.
Ayam woku sebetulnya ada dua jenis, yaitu ayam woku belanga dan ayam woku daun. Ayam woku belanga adalah ayam yang dimasak di belanga (panci).
Berbeda dengan ayam woku belanga, ayam woku daun adalah ayam yang dibungkus dengan daun woka sebelum dipanggang atau dikukus. Daun woka adalah semacam daun lontar yang biasanya dipakai untuk membungkus nasi. (Sumber: Wikipedia).
Yang paling banyak dikenal orang adalah ayam woku belanga dan biasa menyebutnya dengan ayam woku saja. Di luar Sulawesi Utara, ayam woku daun biasanya jarang dibuat. Ini karena daun woka untuk membuat ayam woku daun sulit didapatkan di daerah-daerah lain di luar Sulawesi Utara.
Bagi yang pernah merasakan ayam woku daun yang dibungkus daun woka, wuihhhh..... memang joss!!! Ayam yang dibungkus daun woka, dibakar di bara arang, ada juga yang dimasukkan di bambu, kelezatannya biasanya di Indonesia digambarkan dengan kalimat, "Mertua lewat juga dicuekin."
Lezatnya ayam woku daun memang tidak bisa tergantikan oleh ayam woku belanga. Meskipun demikian, ayam woku belanga pun bisa menjadi lezat, dengan proses pemasakan yang tepat. (Resep dan cara membuat, bisa dilihat pada video di akhir tulisan).
Bumbu selebihnya, misalnya kemangi, sereh, bisa menjadi pilihan yang dipakai atau tidak, tergantung selera.
Penggunaan bumbu yang royal sangat menentukan rasa ayam woku ini. Biasanya digunakan cabe yang banyak bagi yang suka pedas. Yang khas dari ayam woku ini memang adalah rasa pedasnya. Selain cabe yang melimpah, biasanya juga digunakan jahe yang banyak.
Yang sangat menentukan kelezatan ayam woku ini, bumbu yang dihaluskan harus ditumis sampai benar-benar matang. Harus sabar menumisnya, sampai matang sempurna. Kalau tidak, bumbu kurang matang yang meresap ke daging ayam, bisa membuat daging ayamnya terasa langu.
Sekarang ini ayam woku sudah mulai populer sebagai salah satu hidangan Lebaran yang banyak digemari. Tidak saja dihidangkan oleh mereka yang berasal dari Sulawesi Utara, orang non-Minahasa pun menyukai ayam woku sebagai menu Lebaran.
Selamat merayakan Hari Raya Idul Fitri. Mohon maaf  lahir batin. Juga selamat merayakan Hari Kenaikan Yesus Kristus.***
(Penulis: Walentina Waluyanti)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H