Beberapa sumber menyebut Corneliszoon sebagai seorang psikopat. Dan akhirnya ia memang menjadi sumber masalah dari tragedi ini.Â
Parahnya, nakhoda malah berkomplot dengan Corneliszoon untuk menguasai emas dan perak itu. Selama pelayaran, mereka memancing provokasi di antara awak kapal. Tujuannya untuk mendapatkan dukungan demi melancarkan aksinya.
Ketika kapal Batavia terjebak di karang, komandan urusan dagang, Francois Pelsaert dan sejumlah kecil penumpang naik kapal penyelamat, mencari bantuan. Mereka menuju Pulau Jawa.
Pelsaert yang tidak menyadari rencana jahat Corneliszoon, malah menugaskannya untuk mengurusi sisa penumpang yang menunggu di pulau. Saat inilah kemudian Corneliszoon dan para pengikutnya membunuhi sejumlah sisa penumpang, termasuk wanita dan anak-anak.Â
Para penumpang yang dianggap menjadi penghalang bagi rencananya, dibunuh satu per satu. Alasan lain, dengan membunuh sejumlah penumpang, maka mereka mempunyai lebih banyak persediaan makanan.Â
Ketika itu teknologi pelayaran belum secepat sekarang. Dua bulan kemudian, Pelsaert kembali ke pulau untuk menyelamatkan sisa penumpang. Tetapi ada serdadu yang lebih dahulu menemui Pelsaert dan menceritakan kekejaman Corneliszoon. Pelsaert kemudian menyelamatkan sisa penumpang yang masih hidup.
Kepada wakilnya, Jeronimus Corneliszoon, Pelsaert menjatuhkan hukuman gantung setelah kedua tangannya dipotong. Pelaku lainnya dibawa ke Batavia untuk menjalani hukuman, termasuk nakhoda yang menjalani hukuman penjara di Batavia.Â
Dua orang ditinggalkan begitu saja di Southland sebagai hukuman. Akhirnya dari 341 penumpang, tersisa 116 penyintas yang bisa diselamatkan ke pelabuhan Batavia.Â
Sampai tahun 2017, masih ditemukan sisa tulang belulang korban yang terkubur di pulau di sekitar lokasi karamnya kapal. Beberapa tahun sebelumnya telah ditemukan kuburan massal dari para korban. Sehingga lokasi di pulau kecil di Houtman Abrolhos, di lepas pantai barat Australia ini, sering juga disebut "Makam Batavia".
Kapal Batavia adalah kapal yang tidak pernah mencapai Batavia, namun kisahnya terus bergaung sampai ratusan tahun kemudian. Bahkan menginspirasi lahirnya banyak kisah fiksi, novel, dan film di seluruh dunia.*** (Penulis: Walentina Waluyanti)