Mohon tunggu...
Wakos Gautama
Wakos Gautama Mohon Tunggu... -

simple person

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kisah Nelayan Pulau Pasaran Terombang Ambing 7 Hari di Lautan

25 Agustus 2015   20:36 Diperbarui: 25 Agustus 2015   20:36 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

 

Enam nelayan Pulau Pasaran, Bandar Lampung, yang hilang sejak Senin (10/8/2015) lalu akhirnya ditemukan selamat di perairan dekat Pulau Enggano, Bengkulu, pada Senin (17/8/2015). Mereka mampu bertahan hidup di tengah ganasnya gelombang lautan tanpa perbekalan selama tujuh hari. Bagaimana kisahnya?

"Kriiing..kriiing...," telepon seluler Linawati berdering berulang kali, Senin (17/8/2015). Suasana hati yang sedang bimbang membuat Linawati tak mau mengangkat telepon masuk dari nomor tak dikenal itu. 

Kerabat Linawati yang terganggu dengan suara telepon genggam menegur Linawati. "Angkat itu teleponnya. Kelihatannya penting," kata perempuan saudara Linawati.

Dengan rasa enggan, Linawati menerima telepon masuk itu. Rasa sedih, bimbang berubah seketika sesaat Linawati mendengar suara di telepon tersebut. Sang penelepon memberi kabar gembira.

Suami Linawati yang hilang kini telah ditemukan. Linawati tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Ia menangis haru dan bahagia. Doanya selama ini terkabul. Suami pulang dengan selamat. Suherman nama suami Linawati.   

Suherman terlihat duduk bersila di dalam rumahnya di Pulau Pasaran, ketika beberapa awak media datang, Rabu (19/8/2015) sore. Suherman sedang berbincang dengan salah satu kerabatnya. Di rumahnya banyak sanak saudara dan tetangga berkumpul.

Mereka sedang membuat makanan. “Kami lagi sibuk mau persiapan syukuran nanti malam,” ujar salah satu perempuan kerabat Suherman. Ya para penghuni rumah sedang gembira menyambut kehadiran Suherman. Mereka mau menggelar acara syukuran atas kembalinya Suherman ke rumah.

Suherman adalah salah satu nelayan yang dinyatakan hilang sejak Senin. Suherman tidak sendiri. Ia ketika itu berlayar bersama lima rekannya menggunakan KM Waluya. Mereka adalah Suminto, Okta (nakhoda), Andi, Rudi, dan Diding.

Suminto mengisahkan, ketika itu mereka bertolak dari Pulau Pasaran  menuju perairan Pulau Sebesi, pada Minggu (9/8/2015) sore. Saat berangkat, hanya ada lima orang tanpa Diding. Tujuannya adalah membeli ikan dari para nelayan di daerah tersebut.

Di daerah Pulau Sebesi dekat Gunung Anak Krakatau, rombongan Suminto bertemu dengan Diding. “Diding mau ikut pulang bareng kami mau berobat karena sakit gigi,” ujar Suminto. Senin (10/8/2015) pagi, saat hendak pulang, tiba-tiba mesin kapal mati.

Keenam orang itu kebingungan karena tidak tahu cara menghidupkan mesin. Mereka memutuskan melempar jangkar. Namun karena lautan terlalu dalam, jangkar tak mampu menghujam dasar laut.

Pada saat itu, kata Suminto, arus laut dan angin begitu kencang. Ditambah ombak yang tinggi, kapal mereka pun terbawa arus laut. Suminto dkk tak tahu harus berbuat apa. Mereka hanya bisa pasrah mengikuti arus sambil berharap pertolongan dari orang lain.

“Kami berpikir gimana caranya bisa selamat,” ucap Suminto. Kapal semakin terbawa ke tengah lautan. Perbekalan yang dibawa hanya cukup untuk satu kali perjalanan. Demi bertahan hidup, para nelayan ini minum air mesin kapal.

Menurut Suherman, air mesin kapal yang mereka minum sudah bercampur karat sehingga warnanya memerah. “Tidak ada pilihan lain. Kami minum air cooler mesin untuk bertahan hidup di tengah laut,” kata Suherman.

Air mesin itu hanya sementara. Menurut Suherman, tidak sampai setengah hari, air mesin ludes diminum mereka secara bergantian. Rudi menambahkan, mereka akhirnya terpaksa minum air laut dan makan ikan yang dibeli.

Bahkan Rudi hampir meminum air seni Diding. Rudi mengatakan, ia melihat Diding selalu membawa air di dalam gelas. Rudi mengira air itu adalah air minum. Ketika air itu diletakkan Diding, Rudi mengambil dan mau meminumnya.

Beruntung Diding melihat hal itu. Diding melarang Rudi meminumnya karena air itu adalah air kencingnya. Diding sengaja menadah air seninya. Air itu akan diminum jika memang sudah tidak ada lagi air yang bisa ditegak.

Sementara Suherman tidak memakan ikan. “Saya tidak suka ikan. Jadi saya hanya minum air mesin dan air laut,” kata dia. Selama terombang ambing di lautan, Suherman mengaku mereka tidak pernah tidur.

Para nelayan ini secara bergantian menguras air laut yang masuk ke kapal agar tidak tenggelam. “Sehari tujuh kali kami membuang air laut yang masuk ke kapal,” kata Suherman. Sebenarnya, selama berada di lautan, ada dua kapal kontainer yang melihat keberadaan Suminto dkk.

Namun, kata Suminto, kedua kapal itu tidak mau menolong. Suminto mengatakan, kapal-kapal itu lewat di samping kapal mereka dan melihat mereka meminta tolong. “Mereka hanya lewat saja. Mungkin mengira kami perompak,” kata Suminto.

Rudi mengatakan, mereka tak henti-hentinya berdoa. Dua malam berturu-turut, enam orang ini mengadakan salat malam berjamaah. “Doanya hanya satu supaya kami selamat,” ucap Rudi. Di tengah rasa lapar yang memuncak, mukjizat Tuhan datang.

Suminto menceritakan, dua hari terakhir berada di tengah laut, mereka diberi kemudahan mengambil ikan di dalam laut. “Ini kuasa Tuhan. Entah kenapa ikan-ikan itu nongol dekat kapal kami dan kami mudah sekali mengambilnya pakai serok ikan,” kata dia.

Ikan-ikan itu lalu dibakar memakai peralatan seadanya. “Kayu-kayu yang ada di kapal kami bakar sebagai bahan bakar untuk memanggang ikan,” kisah Suminto. Semua usaha sudah dilakukan agar mereka selamat.

Pertolongan Tuhan datang. Senin (17/8/2015) pagi mereka melihat ada kapal mendekat. Kapal tersebut adalah kapal pancing KM Setia Abadi. Kapal yang hendak memancing itulah yang menyelematkan Suminto dkk. “Kapal Malaikat,” kata Suherman.

Mereka lalu dipindahkan ke KM Setia Abadi. Para awak KM Setia Abadi menarik kapal mereka hingga ke perairan Lemong, Pesisir Barat. Keenam orang ini kini sudah berada di rumah masing-masing. “Saya dari awal sudah yakin suami saya pasti selamat dan kembali,” kata Linawati.

 

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun