[caption id="attachment_43053" align="alignleft" width="298" caption="foto: TRIBUN TIMUR/ABBAS SANDJI"][/caption] Tawuran satu bulan terakhir ini pecah bertubi-tubi di hampir pelosok negeri. Di Bima, Makassar, Cirebon, dan terakhir, di Jakarta. Apa yang terjadi dengan masyarakat negeri ini? Pertanyaan yang tidak penting, tapi setidaknya, dari pertanyaan tersebut, ada jawaban dari pemberitaan di media massa, bahwa telah terjadi “tawuran” di beberapa sudut negeri. Ya. Terjadi. Di Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, warga tiga desa terlibat tawuran, Jumat (30/10). "Perang" berlangsung di areal persawahan di tapal batas desa. Sejumlah warga dilaporkan terluka terkena panah dan tembakan. Tawuran melibatkan warga Desa Monta, Desa Ngali, dan Desa Renda. Penduduk Monta dibantu warga Desa Renda menyerang desa tetangga karena tidak terima salah seorang di antara warga Desa Monta dibacok warga Desa Ngali. Perang antardesa ini berlangsung sengit dan amat mengerikan. Warga tak hanya menggunakan senjata tajam, tapi juga senjata api rakitan. Pendek kata situasi benar-benar kacau. Warga Desa Monta dan Desa Renda bahkan sudah mengepung Desa Ngali. Tak ada lagi jalan keluar bagi warga Desa Ngali. Dua pleton polisi kesulitan mengatasi keributan karena jumlahnya tak sebanding. Di dua fakultas Universitas 45 Makasar terjadi bentrokan, kemudian mahasiswa Fakultas Teknik dan Fakultas Bahasa dan Sastra Univeristas Negeri Makassar (UNM), Sulawesi Selatan, terlibat tawuran, Kamis (29/10) kemarin. Para mahasiswa terlibat saling lempar batu hingga menimbulkan kepanikan mahasiswa lain yang sedang belajar. Bentrokan berawal saat seorang mahasiswa menyerang mahasiswa lain fakultas. Kondisi ini memicu keributan antara-mahasiswa di dua fakultas tersebut. Kedua kelompok kemudian terlibat saling serang. Polisi yang berada di lokasi berupaya meredakan tawuran antaramahasiswa. Namun polisi tidak dibiarkan masuk hingga menimbulkan ketegangan. Di metrotvnews.com diberitakan, dua kelompok pemuda tawuran di Kelurahan Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat, Ahad (1/11) dini hari. Kuat dugaan bentrokan dipicu dendam lama. Tawuran berlangsung cepat. Mereka yang tengah perang batu ramai-ramai diusir warga. Tak lama pula polisi datang. Polisi tak menangkap satu pun pemuda yang terlibat tawuran. Sebab mereka keburu bubar sebelum polisi datang. Meski demikian lokasi tawuran tetap dijaga ketat untuk mengantisipasi bentrok susulan. Diberitakan di detik.com, Tawuran antar pemuda di Kalibata pecah kemarin (6/11) tidak hanya berlangsung sekali. Bentrokan sebelumnya telah terjadi pada Kamis (5/11) kemarin. Berdasarkan kesaksian warga yang berada di sekitar lokasi kejadian, ada sekitar 10 pemuda yang melakukan pengrusakan di Kalibata Mall pukul 14.00 WIB. Pemuda tersebut diduga mengamuk gara-gara ada isu soal pencurian. Kejadian rupanya berlanjut pada pukul 20.30 WIB malam ini. Pemuda tersebut kembali mengamuk karena mendengar adanya isu salah seorang anggotanya ada yang dibacok. Akibat tawuran ini, kata Vera, ada 2 pemuda yang terluka. Sementara, pihak kepolisian masih terlihat berjaga-jaga di lokasi. Arus lalu lintas juga masih belum lancar. Namun, di tempointeraktif.com peristiwa ini diberitakan sebagai tawuran antarsuku yang terjadi di depan Mal Kalibata, Jakarta Selatan, sejak jam 20.30 WIB malam ini (6/11). Pertikaian itu melibatkan Forum Betawi Rempug dan komunitas warga Ambon. Polsek Pancoran terlihat mengamankan tawuran ini di sekitar tempat kejadian. Tawuran ini telah mengakibatkan kemacetan parah di kawasan Kalibata. Pertikaian ini bermula dari masalah pribadi antara Kamal (warga Betawi yang menjadi satpam di Mal Kalibata) dan Rizal (salah satu penagih utang asal Ambon yang sering nongkrong di depan Mal Kalibata). Rizal memukul Kamal hingga mengalami luka di kepala pada Rabu malam lalu. Kamal merupakan tetangga Edi. Sekelumit Jalan Penyelesaian Dalam literatur, konflik disebut dengan beberapa terminologi, yakni; konflik komunal (communal conflict) dan konflik sub-nasional (sub-national conflict). Di Indonesia, baik dalam penggunaan untuk dokumen resmi pemerintah maupun media massa, konflik komunal atau konflik sub-nasional disebut juga konflik horisontal (horizontal conflict), yakni konflik yang berlangsung di dan antar masyarakt tanpa menggugat otoritas pemerintah nasional. Kriesberg berargumentasi bahwa konflik terjadi karena kedua pihak percaya bahwa mereka meyakini memiliki tujuan-tujuan tidak sejalan, yang didorong oleh (1) Kelompok atau pihak-pihak yang berkonflik harus memiliki kesadaran tentang entitas kolektif atau bahwa mereka berbeda dari kelompok lain; (2) Kelompok atau pihak-pihak yang berkonflik harus merasakan ketidakpuasan atas posisi mereka dalam hubungan dengan kelompok lain; dan (3) Kelompok atau pihak-pihak yang berkonflik harus beranggapan bahwa mereka bisa mengurangi ketidakpuasan dengan membuat kelompok lain menderita. Menurut Bambang W. Soeharso, Konflik dapat berkembang melampaui proses kompetisi normal menjadi konflik kekerasan yang negatif dan disfungsional, sehingga dibutuhkan bantuan pihak ketiga (mediator) untuk menyelesaikannya. Terdapat 10 cara penyelesaian konflik: 1. Penghindaran (conflict avoidance), 2. Diskusi dan penyelesaian masalah secara informal (informal discussion and problem solving), 3. Negosiasi (negotiation), 4. Mediasi (mediation), 5. Keputusan administratif (administratif decision), 6. Arbritasi (arbritation), 7. Keputusan hukum (judicial decision), 8. Keputusan legislatif (legislatif decision), 9. Paksaan tanpa kekerasan (nonviolent direct action), 10. Paksaan dengan kekerasan (violent direct action). Khusus di Jakarta, bukan hanya konflik antar Suku seperti di Kalibata kemarin, namun tawuran antar pelajar atau mahasiswa sering terjadi di SMU atau Kampus. Beberapa usaha dilakukan untuk meredamnya terus dilakukan oleh pihak yang berwenang. Namun seperti dalam film terbaru saat ini, “Serigala Terakhir”, seolah dendam yang turun temurun ke generasi selanjutnya, terus menimbulkan konflik baru. Saatnya, untuk mengupayakan penyelesaian konflik dengan, setidaknya dengan satu cara dari 10 cara tersebut, dapat menginspirasi kita untuk mulai membuat upaya damai. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H