Mohon tunggu...
Wakidi Kirjo Karsinadi
Wakidi Kirjo Karsinadi Mohon Tunggu... Editor - Aktivis Credit Union dan pegiat literasi

Lahir di sebuah dusun kecil di pegunungan Menoreh di sebuah keluarga petani kecil. Dibesarkan melalui keberuntungan yang membuatnya bisa mengenyam pendidikan selayaknya. Kini bergelut di dunia Credit Union dan Komunitas Guru Menulis, keduanya bergerak di level perubahan pola pikir.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Mengubah Kesulitan (Krisis) Menjadi Keuntungan

30 Maret 2020   19:46 Diperbarui: 2 April 2020   09:09 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa yang kita lakukan dengan pengalaman buruk akan menentukan akan menjadi seperti apa kita.

Tidak ada orang yang menyukai krisis. Orang-orang menyukai kemajuan (ups) dan tidak menyukai kemunduran apalagi kemalangan (downs). Tetapi dalam hidup ini tidak ada orang yang selalu mengalami kemajuan atau kenaikan (ups) tanpa pernah mengalaman kemunduran atau penurunan (downs). 

Kemajuan, keberhasilan, pertumbuhan tetapi juga kemunduran, kemalangan, penurunann adalah dua hal yang selalu mewarnai kehidupan manusia. John C. Maxwell mengingatkan bahwa apapun yang berharga dalam hidup ini adalah uphill (perjuangan). 

Hidup itu sendiri adalah uphill. Namun, ada orang-orang yang mengharapkan hidupnya mengalami kenaikan (ups) tetapi memiliki kebiasaan downhills (melandai, malas, tidak mau berusaha, tidak mau berjuang). Jadi pelajarannya adalah bukan bagaimana menghindari downs melainkan bagaimana kita tetap bertahan dan bagiamana kita kembali bangkit.

Sangat sedikit orang yang menganggap pengalaman buruk sebagai pengalaman positif. Warren G. Lester  mengatakan, "Success in life comes not from holding a good hand, but in playing a poor hand well" --Keberhasilan dalam hidup datang bukan dari memegang tangan yang baik, tetapi dalam memainkan tangan yang buruk dengan baik. 

Napoleon Hills mengatakan, "Every adversity, every failure, every heartache carries with it the seed of an equal or greater benefit" --Setiap kesulitan, setiap kegagalan, setiap sakit hati disertai dengan benih manfaat yang sama atau lebih besar. Apa yang disampaikan Warren G. Lester dan Napoleon Hill ini hanya benar ketika kita memiliki perspektif yang tepat mengenai krisis. 

Paulus, yang hidup di abad pertama, sudah menyadari pentingnya memiliki perspektif yang tepat: "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."

Tiga Kekuatan Krisis

Chuck Swoboda menulis di Forbes.com (16 Maret 2020) bahwa krisis memilikii 3 kekuatan. 

1. Krisis mengubah keseimbangan risiko/manfaat

Dalam kondisi normal, keputusan diambil berdasarkan analisis risiko terhadap manfaat. Apakah kemungkinan manfaatnya lebih besar daripapda risikonya? Ketakutan akan kegagalan selalu mengalahkan argumen untuk perubahan. 

Oleh karena itu, perusahaan akan acenderung menghindari risiko. Hal ini wajar karena kebanyakan perusahaan menghargai keberhasilan melebihi usaha apalagi kegagalan. 

Namun, dalam krisis, terjadi pergeseran. Risiko muncul ketika tidak melakukan apa pun. Lebih baik melakukan sesuatu daripada tidak. Krisis menyadarkan orang bahwa mereka tidak akan rugi apa pun untuk mencoba dan melakukan segala hal yang mungkin untuk meraih keberhasilan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun