Apa yang kita lakukan dengan pengalaman buruk akan menentukan akan menjadi seperti apa kita.
Tidak ada orang yang menyukai krisis. Orang-orang menyukai kemajuan (ups) dan tidak menyukai kemunduran apalagi kemalangan (downs). Tetapi dalam hidup ini tidak ada orang yang selalu mengalami kemajuan atau kenaikan (ups) tanpa pernah mengalaman kemunduran atau penurunan (downs).Â
Kemajuan, keberhasilan, pertumbuhan tetapi juga kemunduran, kemalangan, penurunann adalah dua hal yang selalu mewarnai kehidupan manusia. John C. Maxwell mengingatkan bahwa apapun yang berharga dalam hidup ini adalah uphill (perjuangan).Â
Hidup itu sendiri adalah uphill. Namun, ada orang-orang yang mengharapkan hidupnya mengalami kenaikan (ups) tetapi memiliki kebiasaan downhills (melandai, malas, tidak mau berusaha, tidak mau berjuang). Jadi pelajarannya adalah bukan bagaimana menghindari downs melainkan bagaimana kita tetap bertahan dan bagiamana kita kembali bangkit.
Sangat sedikit orang yang menganggap pengalaman buruk sebagai pengalaman positif. Warren G. Lester  mengatakan, "Success in life comes not from holding a good hand, but in playing a poor hand well" --Keberhasilan dalam hidup datang bukan dari memegang tangan yang baik, tetapi dalam memainkan tangan yang buruk dengan baik.Â
Napoleon Hills mengatakan, "Every adversity, every failure, every heartache carries with it the seed of an equal or greater benefit" --Setiap kesulitan, setiap kegagalan, setiap sakit hati disertai dengan benih manfaat yang sama atau lebih besar. Apa yang disampaikan Warren G. Lester dan Napoleon Hill ini hanya benar ketika kita memiliki perspektif yang tepat mengenai krisis.Â
Paulus, yang hidup di abad pertama, sudah menyadari pentingnya memiliki perspektif yang tepat: "Jadi akhirnya, saudara-saudara, semua yang benar, semua yang mulia, semua yang adil, semua yang suci, semua yang manis, semua yang sedap didengar, semua yang disebut kebajikan dan patut dipuji, pikirkanlah semuanya itu."
Tiga Kekuatan Krisis
Chuck Swoboda menulis di Forbes.com (16 Maret 2020) bahwa krisis memilikii 3 kekuatan.Â
1. Krisis mengubah keseimbangan risiko/manfaat
Dalam kondisi normal, keputusan diambil berdasarkan analisis risiko terhadap manfaat. Apakah kemungkinan manfaatnya lebih besar daripapda risikonya? Ketakutan akan kegagalan selalu mengalahkan argumen untuk perubahan.Â
Oleh karena itu, perusahaan akan acenderung menghindari risiko. Hal ini wajar karena kebanyakan perusahaan menghargai keberhasilan melebihi usaha apalagi kegagalan.Â
Namun, dalam krisis, terjadi pergeseran. Risiko muncul ketika tidak melakukan apa pun. Lebih baik melakukan sesuatu daripada tidak. Krisis menyadarkan orang bahwa mereka tidak akan rugi apa pun untuk mencoba dan melakukan segala hal yang mungkin untuk meraih keberhasilan.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!