Mohon tunggu...
Wakidi Singadimedja
Wakidi Singadimedja Mohon Tunggu... -

humoris, romantic, pendiam, petualang, pedagang yang nyambi jadi dosen, pedagang yang nyambi jadi programmer, pedagang yang nyambi jadi tukang bikin website, pedagang yang nyambi jadi gitaris, pedagang yang nyambi jadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sorban, Jubah dan Sarung Pak Kyai

18 Juli 2010   13:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   14:46 415
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tak perlu aku kutipkan isi beritanya, karena dari dulu isinya monoton itu – itu saja.
Para bankir juga defisit. Betapa tidak? Seluruh nasabahnya mengambil tabungan dan depositonya sementara hutang usahanya menggunung.

Semua sektor industri mulai kocar-kacir, tak ada persediaan bahan baku lagi. Para produsen kehilangan minat beli konsumen. Para konsumen tidak berminat lagi pada produk duniawi, mereka mulai tertarik pada produk ukhrawi. Sebab mereka merasa kiamat akan datang…
*      *       *

Kehidupan 150 hari tanpa Pak Kyai sudah kami jalani.

Surau di pesantrenku mulai banyak dikunjungi para kaum Kapitalis, Sosialis, Hedonis, hingga kaum Atheis dari kalangan manusia dan jin. Mereka mulai khawatir akan nasib hidupnya. Mereka mulai sadar bahwa mereka sudah lama melupakan ukhrawi, mereka mengejar kesenangan duniawi, sedangkan mereka tak punya bekal apa-apa. Kosong melompong.

Api sentir semakin melik – melik tertiup angin. Nyala api semakin kecil, dan rupanya sentir itu adalah satu-satunya sentir yang masih menyala di antara sekian sentir di jagad  ini. Sudah tidak ada nyala api lagi selain nyala api sentir di surau kami.

Angin bak penjelmaan Pak Kyai bertiup keras meniup api sentir. Sang api sentir padam. Dunia  gelap gulita. Alam semesta tanpa cahaya. Kiamatkah ?

Terdengar keras gemuruh raungan suara para tamu. Histeris. Panik.
“Asyhadu an laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadar rasulullaah…”

Terlambatkah?

Semua menjeritkan syahadat, menggoyangkan kaki-kaki ‘Arsy. Disusul bahana shalawat mengguncang tiang-tiang jagad. Meneteskan air mata berkas resapan shalawat yang merasuk ke ubun-ubun sanubari. Tubuh mereka leleh menjadi air mata. Air mata menjadi mata air. Al-kautsar.
Air itu semakin lama semakin membanjiri dunia. Alam semesta tenggelam karam di lautan karunia-Nya.
Sorban, jubah dan sarung Pak Kyai terapung-apung.
Israfil meniup sangkakala. Sorban, jubah dan sarung Pak Kyai lenyap.
*      *      *
Pabelan, Kartasura, 12 September 2001
Chairullah Naury
(Teriring salam dan ta’zhim kepada
Tuan Guru Zaini Abdul Ghani, Martapura, Kal-Sel
Dan
Tuan Guru Alhabib Anis Alhabsyi,
Solo)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun