Negara-negara tropis mulai diselimuti salju. Gurun–gurun pasir jazirah Arab mulai dituruni salju. Beberapa bagian Sahara diselimuti salju. Mula-mula setebal 1 senti, 3 senti, 4 senti, dan seterusnya seiring berlalunya waktu semakin tinggi pula timbunan salju.
Negara-negara di Jazirah Arab mulai sibuk melayani pesanan minyak dari seluruh dunia. Minyak menjadi barang kebutuhan pokok saat ini. Sebab di negeriku cadangan minyak sudah habis. Pada mulanya negeriku membeli dari negeri tetangga, tetapi katanya stok mereka juga sudah habis. Akhirnya negeriku dan negeri-negeri lainnya langsung membeli minyak ke negeri Arab.
Minyak ratusan billion barrel itu untuk menyalakan api, menggantikan percik api matahari dan bintang-bintang yang sudah padam beberapa hari yang lalu.
Cadangan bahan bakar di perut Bumi habis.
* * *
Pesantrenku diselimuti salju. Minyak Sentir di kamarku asli Arab Saudi. Tapi nyala apinya masih sama dengan yang lokal.
60 hari tanpa Pak Kyai.
Aku dan santri yang lain berada di surau. Di mihrab masih terdapat sorban, jubah dan sarung Pak Kyai. Kami tak berani memegang dan memindahkannya. Di dekatnya ada sebuah kitab pêgon dalam posisi terbuka dan siap dibaca. Angin bertiup cukup keras, sang angin membolak-balik kitab itu, membacanya dengan khusyu’. Aku mendengar sang angin menderu membaca kitab itu. Seolah-olah kami mendengar suara Pak Kyai membacakan kitab itu untuk kami yang biasanya kemudian kami amalkan.
Kami terhanyut dalam suasana kerinduan dengan Pak Kyai. Pak Kyai menjadi angin! Angin mampu kemana-mana dan ada di mana-mana. Lepas dan bebas. Angin mampu menyejukkan hawa yang mendidih. Angin tak dapat dikerangkeng. Angin tak dapat dijaring. Angin tidak dapat dijebak. Angin tidak dapat diracun. Angin tidak dapat dibakar. Angin tidak dapat beku. Angin adalah kemerdekaan.
Aku menatap sorban, jubah dan sarung Pak Kyai.
Nyala api sentir sudah tak terang lagi. Melik-melik redup.
Aku menemukan sosok Pak Kyai pada angin yang berhembus. Sang angin keluar masuk dengan deras melalui ventilasi-ventilasi dan jendela-jendela serta pintu surau yang tidak pernah kami tutup.
Mungkin para Kyai itu melebur menjadi angin yang selalu keluar masuk ke surau kami.
* * *
70 hari kegagalan Tim Pencari Kyai, Tim Pembela Kyai, Interpol, FBI, CIA di dalam menemukan kembali sang Kyai yang hilang.
Dunia dan alam semesta gelap.
Para tim itu sudah kelelahan, mereka ingin mengakui kegagalan mereka namun mereka gengsi. Akhirnya tim-tim tersebut hanya tinggal nama saja tanpa aktivitas. Yang jika ditanya, mereka cukup menjawab, “Kasus ini masih dalam proses…”
* * *
120 hari umat manusia hidup tanpa Kyai.
Koran-koran, majalah-majalah, radio, tivi dan media informasi lainnya sudah tidak terbit lagi. Mereka defisit. Tidak ada lagi yang membaca, mendengar, dan melihat berita mereka lagi. Mereka sudah kehabisan berita. Berita mereka paling-paling seputar kasus hilangnya para Kyai saja, tak ada yang lain.
Headline koran terakhir yang sempat aku baca sebelum ia bangkrut berbunyi : “Jutaan Kyai raib, siapa dalangnya ?”