Mohon tunggu...
Wakid Ansori
Wakid Ansori Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Passionate about advance healthcare through innovation, knowledge, and ethical practice in the pharmaceutical industry

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Fakta Mengejutkan! 29 Siswa SMP di Pangandaran Masih Belum Bisa Membaca, Ini Alasan Utamanya

8 Oktober 2024   22:30 Diperbarui: 8 Oktober 2024   22:50 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber : Tribunnews (2024)

Ketua Kegiatan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kabupaten Pangandaran, Maman, memberikan penjelasan terkait latar belakang kondisi tersebut. Maman mengungkapkan bahwa terdapat sejumlah faktor yang menjadi pertimbangan sehingga siswa-siswa tersebut dapat diluluskan dari Sekolah Dasar (SD). Pertimbangan tersebut mencakup usia siswa, kondisi fisik, serta karakter atau perilaku masing-masing siswa. Selain itu, nilai rata-rata rapor dan tingkat kehadiran siswa di sekolah turut menjadi faktor yang mempengaruhi keputusan kelulusan mereka.

Maman menambahkan bahwa kelulusan para siswa tersebut bersifat khusus. Menurutnya, "Meski belum bisa membaca, tidak etis jika mereka tidak diluluskan." Ia juga menyatakan bahwa jika mereka harus mengulang enam tahun pendidikan di tingkat SD, hasilnya kemungkinan tidak akan berubah secara signifikan. Pernyataan ini menunjukkan dilema yang dihadapi oleh pihak sekolah dalam menentukan kelulusan siswa yang masih memiliki keterbatasan dalam kemampuan membaca.

Kasus ini memicu perdebatan di kalangan masyarakat mengenai kualitas pendidikan di Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil. Banyak pihak yang menyoroti perlunya peningkatan kualitas pengajaran, pendampingan yang lebih intensif bagi siswa yang memiliki kesulitan belajar, serta evaluasi lebih lanjut terhadap kebijakan pendidikan yang diterapkan, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Maman, Ketua Kegiatan Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kabupaten Pangandaran, memberikan alasan lain terkait mengapa 29 siswa di SMP Negeri 1 Mangunjaya masih belum bisa membaca. Salah satu faktor utamanya adalah ketiadaan guru yang memiliki kompetensi khusus dalam mengajar anak-anak berkebutuhan khusus (ABK) di tingkat SD dan SMP. Menurutnya, hal ini menjadi kendala serius karena anak-anak tersebut membutuhkan pendekatan khusus dalam pembelajaran, terutama di bidang kemampuan membaca.

Maman menjelaskan bahwa ABK tidak selalu terlihat dari fisik mereka, tetapi juga dari respons mereka saat mengikuti proses belajar-mengajar di kelas. Ia mencontohkan, anak yang mengalami kebutuhan khusus di bidang linguistik mungkin akan merasa pusing atau bingung saat melihat huruf dan bacaan. 

"Anak berkebutuhan khusus ada yang tidak harus diarahkan ke Sekolah Luar Biasa (SLB), karena ada anak yang berkebutuhan khusus di bidang linguistik," ujar Maman. Hal ini berarti, meskipun anak tersebut mengalami kesulitan dalam membaca, mereka tetap dapat berada di sekolah umum dengan pendekatan pengajaran yang lebih disesuaikan.

Komentar ini juga memicu berbagai tanggapan di media sosial. Banyak warganet yang menyuarakan pendapatnya tentang minimnya perhatian terhadap siswa-siswa dengan kebutuhan khusus di sekolah umum. Beberapa pengguna media sosial mengkritik sistem pendidikan yang belum sepenuhnya siap mengakomodasi anak-anak dengan kebutuhan belajar yang berbeda, termasuk kurangnya pelatihan bagi guru dalam menangani siswa dengan gangguan belajar seperti disleksia atau masalah linguistik lainnya.

Beberapa warganet juga menyarankan agar pemerintah lebih memperhatikan penyediaan guru yang memiliki keahlian dalam pendidikan inklusif di sekolah-sekolah umum. Dalam diskusi yang beredar di media sosial, banyak yang berpendapat bahwa pelatihan khusus bagi guru dalam menangani siswa ABK perlu segera ditingkatkan agar masalah serupa tidak terus berulang di masa depan. 

Ada pula yang mengusulkan perlunya pendampingan khusus dari psikolog atau ahli pendidikan di sekolah-sekolah, khususnya di wilayah yang masih menghadapi tantangan besar dalam hal sumber daya pendidikan seperti di Kabupaten Pangandaran.

Sementara itu, warganet lainnya mengutarakan simpati terhadap para siswa yang mengalami hambatan dalam membaca tersebut. Mereka menyoroti pentingnya dukungan emosional dan lingkungan belajar yang lebih inklusif, agar siswa-siswa ini tidak merasa tertinggal atau terstigma di lingkungan sekolah. Beberapa juga menekankan perlunya evaluasi kebijakan kelulusan yang lebih holistik, agar memperhitungkan kemampuan akademik dan kebutuhan khusus siswa secara lebih menyeluruh.

Kondisi ini membuka wacana yang lebih luas mengenai kualitas pendidikan inklusif di Indonesia dan tantangan yang dihadapi oleh sekolah-sekolah dalam memenuhi kebutuhan semua siswa. Ketiadaan guru yang kompeten dalam mengajar siswa ABK, serta keterbatasan sumber daya pendidikan di sekolah-sekolah daerah, menjadi sorotan penting yang perlu mendapat perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat luas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun