Mohon tunggu...
Memories
Memories Mohon Tunggu... Asisten Rumah Tangga - Hanya orang biasa yang tidak berarti apa apa

Mengagumi perjalanan hidup seseorang memberikanku banyak inspirasi.

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Dilema Mas-mas "Debt Collector"

3 Agustus 2019   06:57 Diperbarui: 3 Agustus 2019   07:47 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setiap bank memiliki progam tersendiri untuk menarik perhatian para nasabah. Dokpri.

Sebagian besar masyarakat awan senang  dengan satu kata ini, dan menganggapnya sebagai dewa penolong, namun sebagian orang lain mengganggapnya momok mengerikan yang jika mendengar kata ini mereka menjadi tuna rungu dalam sekejap mata. 

HUTANG!, Ya, sebagian orang merasa biasa saja bahkan sudah terlalu terbiasa dengan kata ini, namun sebagian lagi memilih untuk tidak menyentuhnya sama sekali. 

Di lingkungan rumah tinggal saya khususnya dan mungkin di daerah-daerah lain juga terdapat hal yang sama, banyak bersliweran mas-mas atau bapak-bapak yang rata-rata mereka laki-laki, memakai pakaian serba gelap dan hampir setiap hari lewat didepan rumah. 

Awalnya heran juga, kenapa orang yang sama lewat setiap hari di hampir setiap jam yang sama. Namun setelah mengetahui mereka adalah debt kolektor dari beberapa bank perkreditan rakyat, saya jadi terbiasa dan malah menganggapnya aneh jika satu hati saja mereka tidak lewat didepan rumah. 

Sudah menjadi rahasia umum bahwa di jaman sekarang ini bahwa berhutang menjadi hal yang lumrah bagi setiap keluarga yang ada di indonesia bahkan di dunia. 

Saya ingat sewaktu saya masih remaja dulu, berhutang itu sangat tabu sekali di masyarakat, bahkan kalo prinsip paling sederhananya gini, lebih baik makan seadanya dari pada harus berhutang. 

Rumah seadanya, pakaian seadanya asal tidak dicap sebagai orang yang punya hutang. Simpelnya orang dulu itu pedomannya "nrimo ing pandum". Apa dan seberapa yang Tuhan berikan itu yang mereka manfaatkan dan mereka syukuri. 

Berbeda sekali dengan orang jaman sekarang. Kecenderungan untuk memiliki lebih dari yang mereka butuhkan sudah menjadi label dari masyakat awan sekarang ini. 

Seseorang yang punya kemampuan ekonomi lebih mapan bisa memiliki baju model terbaru, sebelah rumahnya ada tetangga yang hatinya gatel,"wah bagus tu, pengen beli juga deh, biar kalo ke kondangan gak malu-maluin!". 

Padahal secara finansial dia berbeda jauh dengan tetangganya itu, pekerjaan suami hanya serabutan, gaji pas-pas an, bisa makan sehari-hari sudah alhamdulillah. Namun karena sudah ada bibit gengsi manusia kekinian, maka dengan berbagai cara dia lakukan untuk bisa membeli baju impian. 

Bak gayung bersambut, ada mas-mas berpakainan rapi dan bersepatu licin tiba-tiba menghampiri menawarkan diri menjadi malaikat penolong yang bisa mewujudkan semua keinginan si empunya rumah.

"selamat siang bu, saya dari bank bla, bla, bla, ingin menawarkan program baru bu, dengan cicilan murah dan bunga yang terjangakau ibu bisa mendapatkan pinjaman hanya dengan bla, bla, bla, bla", dan masih banyak lagi rayuan- rayuan maut si emas-emas debt kolektor itu. 

Singkatnya, ibu-ibu tadi seperti mendapat siraman kesejukan dari surga, setelah apa yang di inginkannya bisa terwujud hanya dalam sekejap mata. 

Kucuran dana yang tidak seberapa, harus dicicil seminggu sekali plus dengan bunganya pun akhirnya tertulis dalam buku perjalan hutang si ibu. 

Setiap minggu dilalui dengan pikiran penuh ide-ide dan strategi bagaimana ya caranya agar bisa nyicil padahal uang hanya cukup untuk makan, masih mikir bayar sekolah, uang jajan anak dan lain-lain. 

Rayuan sang mas-mas debt kolektor pun berujung derita yang setiap hari harus ibu itu jalani dengan terus memutar otak untuk pinjam sana pinjam sini untuk membayar cicilan. 

Melihat ilustrasi nyata yang terjadi dilingkungan saya tersebut menjadikan sebuah pelajaran berharga bagi saya untuk lebih cerdas dalam berhutang.

Cerdas berhutang menurut saya adalah hutang yang bisa meringankan masalah finansial kita. Artinya hutang tersebut bisa menyelesaikan masalah finansial yang sedang kita hadapi, misalnya untuk menambah modal usaha atau untuk biaya masuk sekolah ke jenjang yang lebih tinggi yang membutuhkan biaya yang cukup banyak. 

Salah satu program yang ditawarkan oleh sebuah bank bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan pendanaan. Dokpri.
Salah satu program yang ditawarkan oleh sebuah bank bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan pendanaan. Dokpri.

Saya sebagai pelaku usaha kecil menengah yang masih belum mapan memang masih membutuhkan suntikan dana dari pihak lain untuk bisa mengembangkan usaha yang saya miliki. 

Salah satu cara saya untuk mendapatkan suntikan dana adalah dengan mengajukan pinjaman pada sebuah bank bumn milik pemerintah. 

Dengan prosedur khusus yang ditujukan untuk para pengusaha kecil menengah dengan bunga yang cukup ringan dan angsuran sebulan sekali yang saya rasa juga cukup ringan untuk sebuah usaha sekala kecil menengah seperti saya. 

Saya merasa sangat terbantu dengan adanya program dari pemerintah yang mengucurkan dana pada bank-bank tertentu dengan menerapkan sistem pinjaman yang mudah bagi pengusaha kecil menengah dan dengan jaminan yang mudah untuk mensejahterakan para pengusaha kecil menengah.

Beberapa tips yang bisa sedikit membantu agar hidup kita tidak makin susah karna kita memiliki hutang, dan hutang akan bisa menjadi penolong di saat kita membutuhkan. Antara lain:

Pertama, Kita harus menyesuaikan dengan apa yang kita butuhkan. Kita harus memiliki alasan yang jelas kenapa kita harus berhutang. 

Kalo memang hanya sekedar untuk membeli barang-barang baru dan kekinian agar dianggap mampu oleh lingkungan sekitar, saya rasa hal seperti itu hanya akan menyeret kita ke lubang pasir yang membuat kita sangat sulit untuk melepaskan diri dari jeratan hutang tersebut.

Kedua, kita harus tahu seberapa kemampuan kita untuk bisa membayar cicilan tiap bulannya agar jangan sampai hutang kita tidak meringankan beban kita tapi malah menjadi masalah baru yang membebani kita tiap bulannya.

Ketiga adalah yang menjadi jaminan dari cairnya hutang dari bank tersebut adalah milik pribadi kita, bukan pinjaman dari tetangga atau saudara atau bahkan malah masih dalam proses kredit yang belum selesai atau belum lunas.

Ke empat, kita harus bisa benar-benar memenejemen uang yang kita dapatkan dari bank tersebut dengan sebaik-baiknya, jangan sampai masalah finansial belum selesai, uang sudah berhamburan kemana-mana. 

Catatlah apa yang betul-betul harus kita prioritaskan, setelah smua tercukupi, jika masih ada sisa sebaiknya kita simpan kembali uang sisa tersebut.

Ke lima, saat kita telah memiliki tanggungan cicilan hutang tiap bulan, sebaiknya kita mulai bergaya hidup HEMAT. Agar kita selalu bisa menyisihkan uang untuk membayar cicilan hutang tiap bulan tersebut.

Hutang bukanlah suatu beban jika kita bisa bijaksana dalam mengelola dan memenejemen penghasilan yang kita peroleh, artinya penghasilan kita harus bisa memenuhi kebutuhan pokok setiap hari dan harus bisa membayar cicilan tiap bulannya.

Bersikap arif dan bijak dalam berhutang bisa membuat hutang yang biasanya mencekik menjadi mendukung dan membantu suatu instasi atau perorangan menjadi lebih maju dan mandiri. Tinggal bagaimana kita menyikapinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun