Imperatif kategoris dari puasa juga dapat menjadi imperatif bagi ummat dari agama-agama lain seperti Katolik, Protestan, Hindu, dan Buddha. Para penganut agama-agama lain di luar Islam dapat menjalankan kewajiban berpuasa seperti ummat Islam. Sudah barang tentu, menjalankan kewajiban puasa di sini bukan dalam arti ikut puasa seperti ummat Islam, melainkan setiap tindakan dan perjumpaan dengan orang lain, dilakukan dalam semangat kewajiban sebagaimana yang dilakukan oleh ummat Islam. Misalnya, wajib mengontrol diri, wajib mengontrol sikap dan perilaku terhadap orang lain, wajib mawas diri, wajib peduli dan berbela rasa dengan orang lain, wajib membangun hubungan dengan Allah, dan sebagainya. Kewajiban-kewajiban itulah yang dijalankan oleh ummat Islam selama bulan puasa dan akan diteruskan setelah bulan puasa. Pada titik ini, puasa Islam mempunyai dampak etis yang luas kepada orang-orang dari agama lain. Tidak salah pula bila orang-orang dari agama lain memperoleh dampak etis ini.
Puasa sebagai Imperatif Hipotetis
Puasa sebagai imperatif hipotetis. Puasa Islam juga dapat dimaknai sebagai kewajiban sebagai syarat. Sebagai imperatif hipotetis, puasa Islam merupakan sarana untuk tujuan tertentu. Dalam Al Qur’an Surat Al-Baqarah 183, dirumuskan bahwa puasa adalah sarana untuk membangun relasi vertikal dan horisontal. Relasi vertikal kepada Allah dan relasi horisontal kepada sesama, khususnya kepada kaum fakir miskin dan duafa. Hal yang dituntut dalam relasi vertikal adalah sikap taqwa pada Allah. Bentuk taqwa diwujudkan melalui menjalankan perintah dan menjauhkan diri dari laranganNya. Perintah dan larangan itu selanjutnya diwujudkan ummat Islam dalam membangun relasi horisontal dengan sesama, khususnya kaum fakir miskin dan duafa.
Agar bisa menghayati dan mewujudkan relasi vertikal dan horisontal itu, ummat Islam menempuhnya dengan berpuasa. Etika formal Kantian menyatakan sarana sebagai kewajiban yang digunakan untuk sampai pada tujuan tertentu. Orang tidak bisa tidak melalaikan sarana untuk sampai pada akhir dari tindakan tertentu. Berpuasa berarti melepaskan kecenderungan dan sikap yang melulu berorientasi pada diri sendiri dan kepentingan diri. Dengan melepaskannya, umat Islam mengarahkan orientasinya pada Allah dan pada orang lain di luar diri sendiri. Allah dan orang lain menjadi imperatif hipotetis. Surat Al-Baqarah di atas menunjukkan bahwa puasa bercorak imperatif hipotetis. Puasa merupakan sarana yang diwajibkan bagi ummat Islam. Ummat Islam tidak bisa tidak, melalaikan puasa. Puasa merupakan imperatif hipotetis penghayatan dan perwujudan relasi vertikal dan horisontal tersebut. Dengan puasa ummat Islam mengarahkan orientasinya pada Allah dan sesama manusia yang fakir dan dhuafa.
Sapaan Penutup
Pertanyaan selanjutnya, apa manfaat dari dua corak imperatif moral itu dalam puasa Islam? Manfaat dua corak imperatif moral itu adalah demi kebaikan manusia pada dirinya. Puasa merupakan kewajiban dan sarana yang bertujuan meningkatkan kualitas diri manusia. Jika puasa mengakibatkan penurunan kualitas diri manusia, maka itu bukan puasa. Puasa itu memanusiawikan manusia. Akhirnya, SELAMAT BERPUASA BAGI UMMAT ISLAM. Bagi ummat Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan agama-agama lain, SELAMAT MENIMBA SPIRITUALITAS PUASA DARI UMMAT ISLAM. Sampai jumpa di HARI RAYA LEBARAN. Salam Indonesia dan salam kemanusiaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H