Mohon tunggu...
Abdul Waidl
Abdul Waidl Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Financial

Kebijakan Anggaran Ketenagakerjaan Indonesia (2)

25 Juni 2018   14:15 Diperbarui: 25 Juni 2018   14:20 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1) Perhatian terhadap ketenagakerjaan disalurkan melalui Kementerian Ketenagakerjaan. Namun, anggaran kementerian ini sangat kecil dan terus mengalami penurunan alokasi. Pada tahun 2015, Kementerian Ketenagakerjaan mendapatkan alokasi sebesar 5,25 triliun rupiah (0,26% dari APBN 2015), turun menjadi 3,8 triliun rupiah (0,18% dari APBN 2016), dan turun lagi menjadi 3,46 triliun rupiah (0,17% dari APBN 2017).

Jumlah alokasi anggaran yang sangat kecil tersebut, dialokasikan dalam berbagai program yang ada di 7-9 unit organisasi. Yang secara spesifik terkait dengan peningkatan kompetensi tenaga kerja kurang dari 1,5 triliun rupiah.

Dari alokasi anggaran yang disediakan untuk Kementerian Ketenagakerjaan tersebut, sekitar 400 milyar di antaranya berasal dari total 20% APBN yang dialokasikan untuk pendidikan. Nilai 400-an milyar tersebut terutama dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi tenaga kerja dari sisi sekolah formal dan non formal, seperti Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).

2) Anggaran Kementerian Ketenagakerjaan terbagi kecil-kecil untuk memenuhi berbagai kebutuhan kenagakerjaan di Indonesia. Ada 8-10 program utama yang menjadi prioritas Kementerian Ketenagakerjaan. Dari besaran anggaran yang tidak seberapa terhadap total anggaran belanja APBN pertahun, kita dapat melihat seberap dana yang diperuntukkan dukungan manajemen, pengawasan aparatur, perluasan kesempatan kerja, memperkuat hubungan industrial, pembangunan kawasan transmigrasi (wilayah dan masyarakat), perlindungan tenaga kerja, balitbang kementerian, dan penguatan kompetensi.

Bila dikaitkan dengan upaya penguatan kompetensi, selama 3 tahun terakhir (2015-2017), persentase belanja untuk kompetensi adalah sekitar 27,07% pada tahun 2015, naik menjadi 37,38% pada tahun 2016, dan naik lagi menjadi 51,18% pada tahun 2017.

Namun, seiring upaya alokasi anggaran untuk peningkatan kompetensi, terjadi penurunan di beberapa alokasi lain. Di antaranya, perluasan kesempatan kerja yang fluktuatif, dari 16,25% pada tahun 2015 naik menjadi 28,65% pada tahun 2016 dan menurun menjadi 22,95% pada tahun 2017. Demikian pula dengan alokasi untuk perlindungan tenaga kerja juga mengalami fluktuasi alokasi. Dari 9,50% pada tahun 2015, naik menjadi 13% pada tahun 2016, tetapi turun drastis menjadi 8,28% pada tahun 2017.

Maknanya adalah bahwa Kementerian Ketenagakerjaan memiliki peluang yang kecil untuk mencakup berbagai kebutuhan ketenagakerjaan, sepertinya dana yang kecil juga berkebalikan untuk upaya antara menaikkan kompetensi dengan upaya perlindungan tenaga kerja dan perluasan kesempatan kerja. Anggaran ditarik-tarik untuk memenuhi banyak kebutuhan ketenagakerjaan. Tetapi, alokasi yang memang rendah menyebabkan sulitnya anggaran membantu kebutuhan ketenagakerjaan di Indonesia.

3) Penganggaran Kementerian Ketenagakerjaan belum menunjukkan adanya prioritas program sebagai cara intervensi negara (kementerian) terhadap problem ketenagakerjaan, termasuk kebutuhan meningkatkan kompetensi tenaga kerja. Nomenklatur masih sangat umum dan tidak mencerminkan problem ketenagakerjaan dan program (beserta dana) untuk menjawab masalah tersebut.

Kementerian Pertahanan mungkin memiiki gambaran besar ketenagakerjaan, tetapi belum membuat daftar prioritas pelatihan dan strategi pencapaian dalam tahun jamak. 

Keadaan tenaga kerja yang lebih 60% adalah lulusan SMP ke bawah, misalnya, sudah diketahui. Tetapi, apa program dan jenis intervensi peningkatan kompetensi apa yang strategis dan sesuai dengan kebutuhan mereka, Kementerian Ketenagakerjaan barang kali belum membuat secara rinci sampai beberapa pembagian pendanaan beberapa tahun (tahun jamak) dan apa langkah strategis yang bisa dilakukan di luar dana APBN.

Keadaan demikian menyebabkan kementerian kesulitan membuat usulan berapa sebenarnya dibutuhkan dana untuk mengatasi berbagai masalah ketenagakerjaan di Indonesia. Hal tersebut kira-kira berbeda dengan misalnya kementerian pendidikan yang sudah memiliki basis perhitungan berbagai program, sehingga memudahkan usulan berapa sebenarnya diperlukan agar semua anggota masyarakat berusia sekolah level tertentu dapat mengakses pendidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun