Oleh: Wahyu Wiji Astuti
Hadirmu serupa dewa,
Kau sibak mendung yang menutup cerah bulan hampir purnama
Rindumu serupa dewa,
Memanah durja, menghempas bencana yang harusnya lantakkan buana
Lonceng yang kau bunyikan di depan taman firdaus,
Mengisahkan tanya yang tak sempat luruh
Hingga bekasnya mengilhami sejarah
Aku ingin menjadi hawa yang mengusap peluhmu di menara
Tanpa harus menelan simalakama
Laun, mungkin saja aku sadar di taman itu harusnya kita tinggal
Dan sebab itukah kau padamkan tungku, hingga aku kedinginan?
Serambi KOMPAK, Juni 2010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H