Mohon tunggu...
Wahyu Wibisana
Wahyu Wibisana Mohon Tunggu... Konsultan pr dan penulis freelance -

Penulis lepas dan konsultan PR

Selanjutnya

Tutup

Politik

Penahanan Setnov, Siasat KPK Memenangkan Perang Strategi

17 November 2017   23:33 Diperbarui: 18 November 2017   00:17 1643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Setnov Dievakuasi Menuju RSCM - Dok Kompas

Bak sinetron yang biasa tampil di televisI-televisi tanah air, drama penahanan dan penyidikan tersangka kasus korupsi E-KTP, Setya Novanto tampaknya masih akan panjang. Setelah beberapa kali menolak menghadiri panggilan dan kemudian "menghilang" kala petugas KPK menyambangi rumahnya, petinggi Partai Golkar ini pun Kamis (16/11) malam terpaksa harus dirawat di RS Medika Permata Hijau karena mengalami kecelakaan.

Publik pun terhenyak dan mulai menduga-duga strategi apa lagi yang akan dikeluarkan kubu Setnov (panggilan Novanto) yang sebelumnya dikabarkan hilang? Apalagi beberapa saat sebelumnya, secara mengejutkan suara Ketua DPR RI ini muncul live di sebuah televisi swasta dengan pesan tegas, "Saya dizholimi". Selain pesan yang disampaikan itu, Novanto juga mengatakan "akan datang sendiri" ke kantor KPK pada Kamis malam kemarin.

Namun tiba-tiba harapan publik yang ingin melihat apakah benar Setnov datang ke kantor komisi anti rusuah itu kandas karena pengacaranya Fredrich Yunadi, mengatakan kliennya mengalami kecelakaan dan terpaksa dirawat di ruang VIP RS Medika. Sang pengacara mengatakan menurut keterangan tim medis kondisi mantan Ketua Fraksi Golkar DPR RI ini kemungkinan mengalami "gegar otak" akibat kepalanya mengalami benturan dan benjol sebesar bakpao.

Mendengar hal itu KPK tak langsung serta merta percaya, maka mereka pun mengirimkan utusan ke RS Medika untuk memgecek kebenaran informasi itu. Sempat terjadi ketegangan antara petugas KPK dengan pengacara Setnov, walau akhirnya tim KPK memilih mengalah dan menunggu sampai Jumat (17/11). Pada Jumat sore KPK "kembali bergerak" dengan memindahkan sang tersangka ke RSCM.

Tak hanya itu, KPK pun langsung menetapkan penahanan terhadap Ketua DPR RI ini dimulai sejak 17 November 2017 hingga 6 Desember 2017. Kepastian itu disampaikan Juru Bicara KPK Febri Diansyah yang menyatakan terhitung 17 November 2017 sampai dengan 6 Desember 2017, Novanto akan berada di Rutan Negara Klas I Jakarta Timur Cabang KPK. Adapun dasar penahanan karena berdasarkan bukti yang cukup, Novanto bersama pihak lainnya diduga melakukan korupsi pada proyek e-KTP sehingga KPK kembali melakukan "tradisi lama" mereka yakni "Jumat Keramat" alias selalu melakukan penahanan pada hari Jumat.

Tapi tentu saja kubu Novanto tidak mau serta merta menyerah dengan apa yang dilakukan KPK, mereka segera  menolak menandatangani berita acara penahanan. Fredrich Yunadi, mengatakan KPK telah sepihak menetapkan kliennya sebagai tahanan KPK dan pihaknya tak mau mengakui status tersebut.

Adu Strategi

Kalau melihat pergerakan peristiwa yang terjadi dalam kasus Ketua Umum Partai Golkar ini, memang seperti ada "adu strategi" antara KPK menghadapi kubu Setya Novanto ini. Adu strategi ini dapat kita lihat dengan beberapa perubahan alasan yang dikemukakan kubu sang tersangka menghadapi jeratan hukum KPK.

Coba mari kita lihat catatannya. Sepanjang 2017 ini, Komisi Pemberantasan Korupsi terhitung 14 kali memanggil Setya Novanto sebagai saksi maupun tersangka dalam penyidikan maupun persidangan korupsi e-KTP yang merugikan Negara hingga Rp 2,3 triliyun ini. Namun Setya hanya hadir tiga kali sebagai saksi di penyidikan dan dua kali sebagai saksi di persidangan. Sementara itu dia 9 kali "menghindari" panggilan KPK yakni pada 4 Januari 2017 tidak hadir dengan alasan berada di luar negeri, 7 Juli 2017 sebagai saksi Andi Narogong tidak hadir dengan alasan sakit, 11 September 2017 dipanggil sebagai tersangka pertama tidak hadir karena alasan sakit, 18 September 2017 penjadwalan ulang pemeriksaan sebagai tersangka  juga tidak hadir karena sakit, 9 Oktober 2017 dipanggil sebagai saksi di sidang terdakwa Andi Narogong kembali mangkir dengan alasan cek kesehatan, 20 Oktober 2017 dipanggil sebagai saksi di sidang Andi Narogong kembali "bolos" dengan alasan acara partai dan acara bareng Presiden Joko Widodo, 30 Oktober 2017 dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana, lagi-lagi tidak hadir dengan alasan ada tugas DPR.

Di bulan November, tepatnya tanggal 6 November 2017 kembali dipanggil sebagai saksi untuk tersangka Anang Sugiana dan kambali mangkir dengan alasan KPK tidak memiliki izin Presiden untuk memeriksanya, 13 November 2017 kembali dipanggil sebagai tersangka juga tidak hadir karena KPK tidak punya izin Presiden dan menyatakan dirinya punya hak imunitas sebagai anggota DPR.

Kalau kita cermati, seperti sebuah pertandingan sepak bola bahwa KPK dan Kubu Setya Novanto seperti sedang beradu cerdik menempatkan strategi mereka untuk memenangkan kasus E-KTP ini. Pertarungan strategi yang memakan energy ini sudah dapat kita lihat ketika KPK menetapkan Novanto sebagai tersangka untuk kali pertama pada 17 Juli 2017 lalu.

Secara perlahan dan pasti pengacara Novanto "bergrilya memerangi" KPK di sidang praperadilan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang kemudian memenangkan mereka, Jumat (29/9/2017) lalu.   

Melihat "kebobolan" yang dialami, KPK pun segera berbenah diri sambil terus mempersiapkan bukti-bukti baru untuk menjerat sang senator. Berbagai bukti didapat termasuk bukti berupa tanda terima uang dari Setnov kepada pengusaha Made Oka Masagung senilai Rp 1 milyar yang telah disita oleh KPK. Apalagi pengusaha ini juga pernah mendapat dana dari Anang Sugiana Sudihardjo, selaku Direktur Utama PT Quadra Solution tersangka kasus E-KTP lainnya. KPK juga menemukan ada indikasi perusahaan keluarga Novanto ikut serta dalam tender proyek E-KTP, padahal salah satu keponakan Novanto masuk dalam konsorsium pemenang tender E-KTP.

Maka kemudian secara berani KPK kembali menetapkan pria yang pernah popular dengan kasus saham Freeport ini sebagai tersangka, Jumat (10/11/2017).

Kali ini Setnov Cs tak hanya akan "bergrilya" mematahkan strategi KPK ini lewat sidang praperadilan, tapi mereka juga melaporkan dua pimpinan KPK ke Polisi dengan dalih memalsukan surat pencekalan. Tak hanya itu mereka juga mengajukan uji materi UU KPK ke Makamah Konstitusi serta menolak diperiksa dengan dalih Setnov punya hak imunitas sebagai seorang wakil rakyat. Pengacara Setnov juga tak tanggung-tanggung, dia sengaja menendang "bola panas" tentang argumen Setnov bisa diperiksa KPK kalau ada izin Jokowi. Padahal sebagai ahli hukum dia pasti tahu benar bahwa hak imunitas seorang wakil rakyat tidak terkait tindak pidana khusus seperti korupsi. Sayang "bola panas" Novanto malah "direspon dingin" oleh Jokowi.

KPK pun segera mengantisipasi langkah-langkah politisi kawakan ini dengan segera menyambangi rumahnya untuk melakukan penangkapan. Meski kemungkinan kabar itu "bocor" dan Setnov sudah keburu "menghilang" dari kediamannya. Kita bisa menebak kemunculan Novanto ke public pasca menghilang dengan istilah "dizholimi" pasti dengan perhitungan yang matang dan kita tidak tahu apakah kecelakaan yang terjadi ini juga bagian scenario yang dirancang seperti tuduhan para nitezen kepadanya atau bukan.

Tapi tampaknya KPK sudah memperhitungkan benar setiap gerakan yang dilakukan kubu Setnov, termasuk wacana bahwa Setnov diduga mengalami "gegar otak" dan harus dilarikan ke rumah sakit di luar negeri. Dengan tak mau mengambil resiko, KPK segera berkoordinasi dengan IDI hingga akhirnya memutuskan untuk menahan yang bersangkutan selama 20 hari.

Meski kita tahu ada sebuah resiko yang ditanggung lembaga ini, jika dalam 20 hari sang senator tetap tak sadarkan diri, ini sebuah resiko karena KPK mau tak mau harus melepaskan sang buruan ke ranah bebas, tanpa mendapatkan info apapun. Bahkan mereka juga pasti akan menghadapi tuduhan "tidak manusiawi" karena menahan orang yang sakit. Menarik memang, karena itu mari kita lihat adu strategi apa saja yang akan terjadi di antara kedua kubu dalam 20 hari ke depan.()  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun