Mohon tunggu...
Wahyu Wibisana
Wahyu Wibisana Mohon Tunggu... Konsultan pr dan penulis freelance -

Penulis lepas dan konsultan PR

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Merindukan Pelatih Timnas Sukses Seperti Endang Witarsa

11 November 2017   21:20 Diperbarui: 12 November 2017   03:19 3451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Geliat prestasi sepak bola nasional seperti tak lagi mampu memenuhi harapan para pencinta olahraga sepak bola di tanah air. Dalam beberapa ajang tingkat senior dan junior, yang mana masyarakat menorah harapan yang tinggi kepada timnas, justru saat itu pula prestasi timnas berada di luar kata membanggakan.

Terakhir dalam ajang SEA Games 2017 lalu, Timnas Indonesia gagal lolos ke final setelah dikandaskan tuan rumah Malaysia, meski akhirnya dapat merebut posisi ketiga. Di ajang junior pun demikian, Timnas U16 dan Timnas U19 gagal merebut tahta tertinggi di ajang piala AFF.

Kondisi ini terus diperparah dengan adanya "gonjang-ganjing" yang selalu hadir di tubuh kepengurusan organisasi sepak bola bernama PSSI. Dari soal tak dapat mengelola kompetisi dengan baik, sampai sikap plin-plan lembaga tertiggi di dunia sepak bola ini dalam menerapkan aturan tetap jadi bahan kritik empuk para penggemar sepak bola di tanah air.

Padahal kita sudah mendatangkan sejumlah pelatih asing yang punya segudang prestasi macam Alfred Riedl dan Luis Milla. Namun hasilnya toh belum mampu mengangkat prestasi tim kebanggaan kita, minimal di tingkat ASEAN.

Dalam benak penggemar sepak bola nasionl pastilah ada kerinduan untuk kembali merasakan tahun-tahun keemasan sepak bola tanah air di antara tahun 1960-1980an. Saat-saat dimana Timnas kita bisa merajai sepak bola Asia, Kala itu Timnas Indonesia begitu berjaya dan sempat ditegorikan sebagai tim "Macan Asia".

Dan hebatnya, kala itu PSSI hanya menunjuk pelatih lokalnya setelah era kepelatihan Antun Pogacnik berakhir. Mungkin tak banyak pencinta sepak bola tanah air yang tahu bahwa dalam era tahun 1966-1970an, di bawah asuhan pelatih Endang Witarsa (Liem Soen Joe), Indonesia bisa menyabet beberapa gelar bergengsi di turnamen-turnamen luar negeri. Itu artinya, Indonesia tak hanya menjadi tim jago kandang belaka.

Nama Endang Witarsa memang tercatat sebagai salah satu nama pelatih besar tanah air yang membawa banyak kesuksesan bagi para punggawa Merah Putih dalam periode 1966-1970 itu. 

Paling tidak, pria yang lahir dengan nama asli Liem Soen Joe (baca Lim Sun Yu) ini telah memberikan 5 gelar internasional walau bukan ajang resmi kepada Indonesia yakni Kings Cup di Thailand (1968), Merdeka Games, Malaysia, (1969), Juara Agha Khan Cup, Pakistan. (1969), Piala Sukan Singapura (1972), Juara Anniversary Cup (1972). Prestasi Timnas di bawah pria yang kerap disapa "Opa" hanya tidak berhasil menjadi juara ketika menjadi Runner-up Piala Raja 1969 dan Perempat Final Asian Games 1966.

Dan yang menarik, ketika muda Soen Joe juga merupakan bagian dari skuat Timnas Indonesia di bawah asuhan Antun Pogacnik yang berhasil menahan Uni Soviet di perempat final Olimpiade Melbourne Australia 1956. Ini adalah prestasi paling sensasional milik Timnas sampai saat ini.

Setelah prestasi sensasional itu, dr Endang beberapa kali ditunjuk menjadi asisten pelatih di bawah arahan Pogacnik, sebelum akhirnya benar-benar ditunjuk sebagai pelatih pada tahun 1966. Ketika pertama kali mendapat tugas, dia langsung membawa Indonesia lolos ke perempat final Asian Games 1966. Hingga akhirnya mendulang prestasi beberapa tahun setelahnya seperti yang disebutkan di atas.

Dalam menjalani karirnya di dunia sepak bola, Endang Witarsa harus meninggalkan profesinya sebagai dokter gigi, padahal di masa itu, profesi dokter gigi sangatlah menjanjikan. Namun untuk mendedikasikan hidupnya penuh pada sepak bola, dia relakan iming-iming uang banyak dari profesi lamanya itu.

Hampir semua masa hidupnya, dia dedikasikan di olahraga paling popular di tanah air ini. Bahkan ketika dirinya sudah berumur 90 tahun pun, dia masih melatih klub Union Makes Strength (UMS) Jakarta, klub yang telah membesarkan namanya.

"Sepak bola memang sudah mendarah daging bagi Om Soen Joe. Bahkan ketika sakit pun, Om masih sering memanggil saya datang menemaninya nonton bola di kamar rumah sakit," kenang Fam Tek Fong atau Mulyadi, mantan pemain timnas PSSI kepada penulis ketika penulis sedang mengerjakan pengeditan buku biografi "Endang Witarsa : Dokter Bola Indonesia" beberapa tahun lalu.

Buku Dokter Bola Indonesia - Dok Ist
Buku Dokter Bola Indonesia - Dok Ist
Tek Fong juga menceritakan kalau si Om (panggilan akrabnya pada Soen Joe), jarang sekali mengambil honornya dari PSSI untuk keperluan pribadinya. Gajinya kebanyakan habis untuk mentraktir para pemain yang berada di bawah asuhannya. "Kita selalu dijajani sama si Om. Dia royal sekali sama anak asuhnya. Dia selalu bilang hidup dan dedikasinya semua diberikan untuk sepak bola Indonesia. Makanya Om juga terkadang jarang pulang gara-gara urusan sepak bola," kata mantan bek tangguh Timnas Indonesia itu.

Sebagai seorang pelatih, Coach Witarsa memang diakui sebagai seorang pelatih yang jeli untuk melihat talenta para pemain yang akan dipakainya memperkuat klub atau timnas yang dilatihnya. Beberapa pemain legendaris Indonesia adalah buah hasil penyaringannya. Para pemain hebat itu antara lain Sinyo Ali Andoe, Iswadi Idris, Jakob Sihasale, Waskito, Ronny Pattinasarani, Rully Nere, Tek Fong, Rony Paslah, Yudho Hadianto, Warta Kusuma dan terakhir adalah mantan striker tim nasional, Widodo C. Putro yang merupakan hasil polesannya.

Menurut catatan Tek Fong,CoachEndang adalah sosok yang sangat keras. Dia bahkan tak segan-segan "membuang" Ronny Patinasarani yang kerap melanggar aturannya karena kebiasaannya suka merokok. "Namun di balik sosoknya yang galak, dia menaruh disiplin yang tinggi pada para pemainnya," cerita Tek Fong kala itu.

Menurutnya, pemenang Lifetime Achievement Award dari Badan Liga Indonesia (Oktober 2006) ini seperti tak pernah lelah dalam memajukan sepak bola Indonesia. Hingga akhir hayatnya, seluruh hidupnya bahkan didedikasikan untuk kemajuan sepak bola Indonesia dan klub UMS yang jadi kebanggaanna. Cinta yang diwujudkan dengan pengabdian dan pengorbanan total untuk sepak bola hingga akhir hayatnya. Sehingga setiap kita, pastilah akan sangat merindukan punya sosok pelatih lokal sukses macam dirinya lagi. BravoSepak Bola Indonesia!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun