Beruntung dengan adanya kemajuan zaman saat ini, membuat manusia berpikir sendiri untuk menghadapi masalah kemacetan yang terjadi di Jakarta. Bagi warga di luar Ibu Kota seperti Tangerang, Bekasi, Depok dan Bogor yang bekerja dan mencari rejeki di Jakarta macam saya, memanfaatkan kereta api rel listrik (KRL) Commuter Line sebagai alternatif sudah dilakukan sejak lama. Selain cepat, penggunaan Commuter Line juga dapat menghemat biaya dan kita tidak perlu lelah menyetir kendaraan kita sampai tujuan.
Bahkan kalau kita beruntung, kita bisa tidur dengan nyaman dalam gerbong kereta berAC. Namun kehadiran Commuter Line ini juga tetap memiliki kendala, karena ketika kita sampai di statsiun tujuan dan hendak melanjutkan perjalanan ke tempat kerja yang tak terjangkau kereta api ini, kita "terpaksa" harus berebutan angkot atau ojek. Saling desak, saling sikut untuk cepat-cepat bisa berangkat dengan armada yang tersedia juga jadi pemandangan kita sehari-hari.
Beruntung dengan adanya perkembangan teknologi informasi (TI) telah membuat sejumlah pengusaha mulai mengembangkan ojek atau taksi yang berbasis aplikasi/online. Dengan adanya aplikasi ojek online semacam ini telah mengenalkan masyarakat pada sebuah kebiasaan baru yang kita kenal sebagai Ride Sharing.
Apa itu Ride Sharing? Istilah Ride Sharing agaknya memang terdengar asing di telinga kita, tapi sebenarnya konsep ini dari dulu juga sering kita gunakan dalam bahasa slanksehari-hari yakni "nebeng". Dulu kita kerap berkata kepada kawan yang menggunakan kendaraan yang kebetulan searah dengan mengatakan, "Gue nebeng dong!"
Konsep ini juga yang kemudian lewat aplikasi berbasis online ini mulai dipraktekkan oleh perusahaan transportasi berbasis online macam UBER dan sebagainya. Kendaraan yang digunakan untuk bisnis ride sharing ini pun bisa kendaraan roda dua maupun dan roda empat sesuai keinginan kita yang ingin nebeng. Hanya saja "nebeng" lewat aplikasi ini tak sama seperti kita nebeng dengan teman, kita tetap harus membayar sejumlah harga seperti juga ketika kita naik angkot atau ojek konvensional. Hanya saja, tentu biayanya lebih murah dari kendaraan umum konvensional.
Ketika beberapa kawan memperkenalkan "gaya nebeng baru" ini, saya sempat kebingungan juga. Apalagi ketika baru kali pertama menggunakan. Namun karena dalam nebeng gaya baru ini kita sudah tahu berapa harga yang harus kita bayar tanpa tawar menawar lagi dengan si tukang ojek, lama kelamaan saya ketagihan juga menggunakan layanan ini. Kalu sedang dikejar waktu, biasanya saya menggunakan ojek motornya dan jika sedang santai dan agak jauh saya lebih memilih duduk manis di belakang sopir sampai ke tempat yang menjadi tujuan saya.
Dan jika paling tidak ada 5000 - 10.000 orang kemudian memilih menggunakan fasilitas kereta api atau busway dan kemudian menyambungnya dengan fasilitas ojek berbasis aplikasi seperti saya, paling tidak akan sedikit mengurangi volume kendaraan yang membanjiri Kota Jakarta ini. Jadi mari sekarang tularkan kebiasaan Ride Sharing ini kepada teman-teman Anda. Selain mengurangi kemacetan, Anda juga sudah memberikan peluang usaha kepada orang lain. Selamat mencoba.()