Pengalaman yang saya ceritakan diatas menunjukkan sedikit gambaran tentang bagaimana para pembeli dan penjual bertransaksi satu sama lainnya di dalam pasar rakyat.
Dimana pasar rakyat menjadi sebuah cerminan sejati jati diri masyarakat Indonesia yang sekarang sudah semakin terkikis dengan budaya globalisasi yang cenderung individualis dan tidak peduli dengan sekitarnya.
Budaya Silaturahmi, sangat erat tercermin di dalam Pasar Rakyat
Budaya silaturahmi inilah yang sangat tercermin di dalam sebuah pasar rakyat. Di dalam pasar rakyat, para pembeli dan pedagang saling menyapa satu sama lain dan sering kali terjadi obrolan-obrolan ringan seputar kehidupan sehari-hari saat bertransaksi jual dan beli.
Obrolan-obrolan ringan seperti diatas menjadikan kegiatan transaksi jual-beli menjadi lebih akrab dan hangat akibat adanya interaksi yang erat antara penjual dan pembeli. Bahkan karena hubungan yang erat terjadi antara penjual dan pembeli, tidak jarang para pembeli menjadi pelanggan setia dari penjual.
Hal seperti diatas sangat susah sekali ditemui di banyak pasar swalayan yang menawarkan sebuah modernisasi. Dimana para pembeli bebas mengambil barang yang ingin mereka beli, tanpa adanya tawar menawar dengan penjual dan baru dibayar kemudian saat mereka berada dikasir.
Pada saat di kasir pun tidak banyak yang dibicarakan antara pembeli dan penjual dalam hal ini pegawai kasir seperti layaknya di pasar rakyat dan cenderung kecil sekali kemungkinan untuk terjadi hubungan silaturahmi yang erat didalamnya.
Tempat Rakyat Berbagi Nafkah
Pasar rakyat tidak dimiliki oleh satu orang pedagang saja, namun dimiliki oleh banyak sekali pedagang-pedagang kecil didalamnya.
Pedagang-pedagang kecil inilah yang menyediakan berbagai macam kebutuhan seperti sayuran, daging, buah-buahan, dan alat-alat rumah tangga kepada para pembeli dalam skala yang kecil.