Mohon tunggu...
Wahyu Fadhli
Wahyu Fadhli Mohon Tunggu... Penulis - Buku, pesta, dan cinta

tulisan lainnya di IG : @w_inisial

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pernikahan Di-lockdown, Nikah Siri Membludak?

3 April 2020   10:59 Diperbarui: 3 April 2020   11:03 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : voa-islam.com

Hampir seluruh negara di dunia sedang mengalami duka yang disebabkan oleh pandemi covid-19. Pandemi ini tidak hanya merusak sistem imun dan kesehatan manusia semata. Namun juga mengganggu perputaran ekonomi, politik, dan sosial masyarakat. 

Beberapa mata uang dunia melemah pada nilai tukarnya. Sistem tata usaha di beberapa negara juga terganggu dengan adanya pandemi ini. Dampak yang mencolok juga terlihat dalam proses kehidupan bermasyarakat. 

Meskipun pemerintah sudah mengganti istilah Social DIstancing menjadi Physical Distancing, namun pembatasan yang terjadi di masyarakat tidak hanya sebatas pembatasan fisik saja, namun lebih kepada pembatasan bersosialnya. Banyak kegiatan masyarakat yang terganggu dengan munculnya pandemi ini. 

Baik kegiatan masyarakat yang berhubungan dengan tetangganya maupun yang melibatkan pelayanan publik antara pemerintah dan masyarakat. Salah satu bentuk pelayanan pubik yang akan terganggu adalah pelayanan pernikahan di Kantor Urusan Agama (KUA).

Baru-baru ini Kementerian Agama mengeluarkan edaran yang berkaitan dengan protokol pernikahan, beribadah, dan pengurusan jenazah. Dalam surat edaran tersebut Kementerian Agama memutuskan bahwa selama pandemi ini berlangsung, pendaftaran pernikahan dilakukan secara online melalui website simkah Kementerian Agama. 

Surat edara yang dikeluarkan pertengahan bulan maret yang lalu tersebut mengalami beberapa kendala yang terjadi. Masyarakat yang berusia lanjut dan kurang memahami tentang jejaring online merasa terkendala atas keluarnya surat edaran tersebut. 

Belum lagi beberapa daerah yang masih belum terjangkau oleh jaringan internet sudah barang pasti akan mengalami kesulitan dengan adanya surat edaran tersebut.

Belum muncul solusi yang bersifat sosial masyarakat atas kendala tersebut, Kementerian Agama melalui Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam kembali mengeluarkan surat edaran  nomor : P-003/DJ.III/Hk.00.7/04/2020 tentang Perubahan Atas Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam No: P-002/DJ.III/Hk.00.7/03/2020 Tentang Pelaksanaan Protokol Penanganan Covid-19 Pada Area Publik Di Lingkungan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. 

Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Kementerian Agama sehari yang lalu tersebut berisikan perubahan protokol pelaksanaan pernikahan dan pengurusan jenazah yang terkena pandemi tersebut. Protokol palaksaan pernikahan yang diubah tertuang pada Huruf E Angka 3, pada Poin a Angka 2 disebutkan bahwa 'Permohonan pelaksanaan akad nikah di masa darurat covid-19 untuk pendaftaran baru tidak dilayani serta meminta masyarakat untuk menunda pelaksaannya'. Kemudian pada Angka 3 disebutkan 'Pelaksanaan akad nikah hanya dilayani bagi calon pengantin yang sudah mendaftarkan diri sebelum tanggal 1 April 2020'.

Dari perubahan surat edaran tersebut terlihat bahwa pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, menghimbau kepada masyarakat untuk menunda pelaksaan pernikahan. 

Secara protokol dari pemerintah perihal social distancing mungkin penundaan pernikahan ini ada benarnya. Namun jika ditinjau dari sisi sosial masyarakat Indonesia apakah hal tersebut bisa serta merta diterapkan tanpa adanya solusi pendukung bagi masyarakat yang sudah menentukan tanggal akad pernikahan sejak jauh-jauh hari. 

Sekilas mari kita tengok budaya atau adat pernikahan yang terjadi pada lingkup orang-orang Jawa. Masyarakat Jawa memiliki beberapa tradisi sebelum akad nikah dilangsungkan. 

Misalnya dengan menghitung wethon dari kedua calon mempelai. Atau para leluhurnya melakukan istikharah terlebih dahulu untuk menentukan tanggal baik pernikahan. Memang dalam masyarakat modern menganggap semua tanggal dan hari adalah baik. 

Namun bagi sebagian besar masyarakat Jawa, hal ini sangat dipatuhi karena mereka percaya bahwa dengan menentukan dan melaksanakan pernikahan pada tanggal baik tersebut maka juga akan berdampak pada kelanggengan rumah tangganya dikemudian hari. 

Ketika mereka sudah sangat percaya dengan hal itu, mereka akan melakukan hal apapun untuk tetap melaksanakan pernikahan meskipun sudah dilarang oleh pemerintah.

Kemungkinan terbesar cara yang akan ditempuh yaitu dengan melakukan akad nikah secara siri. Yaitu akad nikah tanpa didampingi oleh petugas pencatat nikah dari KUA. Nikah yang sah secara agama namun tidak tercatat. 

Yang akan mereka prioritaskan adalah keabsahan tali pernikahan mereka, perkara mau dicatat atau tidak itu urusan belakang, yang penting sah dulu. 

Pernikahan semacam ini memang masih mengandung pro dan kontra dalam kehidupan. Ada yang berpendapat jika tidak mengikuti pemerintah maka itu juga sama saja tidak sah. 

Tidak sedikit juga yang berpendapat bahwa dalam agama pernikahan semacam itu sah dan tidak ada urusannya dengan pemerintah. Sebab terjadinya pro kontra pernikahan siri adalah terletak pada hak-hak anak dan istri yang dikhawatirkan dikemudian hari pasca pernikahan akan diabaikan oleh suami, karena nikah siri tidak ada bukti absolut pada prosesi pernikahannya. 

Jika surat edaran tersebut dilaksanakan dengan ketat maka bukan tidak mungkin pernikahan siri akan membeludak, dan pernikahan mereka tidak tercatat oleh negara. 

Sehingga, dampak terburuk akan banyak istri-istri dan anak yang mungkin ditelantarkan oleh suaminya. Pemerintah yang dulu sangat getol memberantas dan pengawasi pernikahan dini, seolah-olah hari ini memberikan karpet merah untuk praktik nikah siri kembali diterapkan dalam masyarakat.

Yang dibutuhkan masyarakat saat ini bukan hanya larangan-larangan. Bukan hanya penutupan-penutupan wilayah semata. Namun si pembuat aturan ini juga harus menyediakan sebuah alternatif solusi yang bersifat sosiologis dan dapat menjangkau seluruh kekurangan dan keluhan masyarakat. Sehingga masyarakat tidak selalu memandang bahwa pemerintah selalu memberatkan mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun