Mohon tunggu...
Wahyu Fadhli
Wahyu Fadhli Mohon Tunggu... Penulis - Buku, pesta, dan cinta

tulisan lainnya di IG : @w_inisial

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Seputar Kerusuhan 22 Mei

23 Mei 2019   20:49 Diperbarui: 23 Mei 2019   21:07 573
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Prosesi pemilihan umum secara serentak telah usai dilaksanakan. Pada 17 April lalu, negara ini telah menuntaskan salah satu kewajiban kehidupan bernegara demokratis dengan memilih calon presiden dan wakilnya beserta wakil-wakil rakyat di parlemen. Dengan begitu hak-hak berwarga negara yang dimiliki oleh masyarakat telah dipenuhi oleh pemerintah. 

Pemilu yang di ikuti oleh beberapa partai politik tersebut telah usai dan menemukan nama-nama wakil rakyat yang duduk di parlemen. Juga sudah menemukan calon presiden dan wakilnya untuk memimpin Indonesia hingga tahun 2024 mendatang. Beberapa lembaga survei juga telah melakukan penghitungan jauh-jauh hari sebelum ada pengumuman resmi dari KPU -yang notebene sebagai panitia pelaksa pemilu-. 

Ada anggapan bahwa lembaga-lembaga survei tersebut merupakan lembaga bayaran dari kedua paslon presiden. Penghitungan demi penghitungan telah selesai dilakukan oleh lembaga survei dari masing-masing paslon. 

Mereka sama-sama kuat untuk mengklaim bahwa lembaga miliknya adalah yang paling valid. Perdebatan demi perdebatan silih berganti muncul untuk menguatkan pendapatnya masing-masing. Hingga pada waktu itu paslon nomor urut 02 sempat mengklaim kemenangannya dan menasbihkan dirinya sebagai presiden hingga 2024 mendatang. Hingga dimulailah penghitungan yang dilakukan oleh KPU. 

Dalam situngnya KPU sempat menerbitkan hasil penghitungan di beberapa provinsi yang menerangkan bahwa provinsi tersebut dimenangkan oleh paslon nomor urut 01. Dari sanalah muncul prasangka dari tim pemenangan paslon 02 terhadap KPU. Mereka menuding KPU dan Bawaslu melakukan kecurangan dalam melaksanakan pemilu tahun 2019. 

Dengan bukti yang dimiliki tim pemenangannya, mereka mengklaim telah terjadi kecurangan dalam proses penghitungan dan input suara yang terjadi di beberapa provinsi. Mereka menuding bahwa kepala provinsi tersebut juga KPU telah bersekongkol untuk memenangkan paslon 01 dalam kontestasi politik tahun ini. 

Tudingan tersebut dijawab oleh paslon 01 dan KPU dengan mengatakan jika ada kecurangan silahkan melakukan prosedur sesuai konstitusi yang berlaku. Menanggapi hal tersebut tim pemenangan paslon 02 tetap bergeming dan akan menggerakkan massa untuk melakukan aksi serentak pada saat batas terakhir penghitungan suara yang ditargetkan oleh KPU yakni pada tanggal 22 Mei 2019.

Copy-Paste People Power '98

Secara umum rencana aksi yang digaungkan akan terjadi pada tanggal 22 Mei tersebut telah direncanakan oleh tim pemenangan dari paslon 02. Diantara mereka tergabung beberapa aktivis '98 yang turut serta menumbangkan kediktatoran Presiden Soeharto. Dari sanalah istilah people power mulai dihidupkan kembali sebagai sebutan untuk aksi 22 Mei tersebut. 

Mereka mencoba meniru aksi yang terjadi pada Mei '98 ketika rakyat telah benar-benar muak dengan rezim yang saat itu tengah berkuasa. Namun, jika masyarakat mafhum terhadap sejarah kelam '98 tersebut maka mereka akan menelaah kembali, apakah people power saat ini sama dengan 21 tahun silam.

Saat itu, people power yang digunakan berlandaskan oleh kemuakan masyarakat karena rezim yang telah bercokol selama 32 tahun itu menjadikan perekonomian Indonesia carut marut. Korupsi dimana-mana dan pelakunya tidak ditangkap. Beberapa aktivis dihilangkan, serta koloni dari sang Presiden yang semakin langgeng menduduki kekuasaan. 

People power saat itu murni atas ketidakpuasan masyarakat karena perekonomian Indonesia yang hancur. Tidak ada dalih agama apapun dalam aksi tersebut. Dan para aktivis '98 yang menunggangi aksi 22 Mei kemarin mungkin saja aktivis yang muncul pada akhir acara sehingga tidak tahu menahu sebab asal dari tragedi '98.

Saat itu rakyat memang benar-benar terwakili oleh para demonstran. Karena mereka memiliki keluh kesah yang sama, yaitu mahalnya harga bahan-bahan pokok. Tidak seperti sekarang yang mengatasnamakan beberapa golongan. Jadi yang dimaksud dari people power sekarang itu "power" dari "people" yang mana?

Atas Nama Demokrasi

Para masa aksi 22 Mei yang berlangsung kemarin menuturkan bahwa aksi yang mereka lakukan atas dasar menyelamatkan demokrasi. Lantas demokrasi seperti apa yang dimaksud? Demokrasi yang mereka maksud yaitu adanya ketidakadilan pada saat prosesi pemilu serentak kemarin. Mereka menganggap bahwa rezim Jokowi saat ini telah menginjak-injak demokrasi. 

Hemat saya ketika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh KPU atau Bawaslu tidak bisa serta merta bisa langsung menyalahkan Jokowi sebagai Presiden. Jika sebagai pemerintahan mungkin iya. Namun, harus dilihat pula, pemilu itu merupakan sebuah civil rights yang dimiliki dan di dapat oleh setiap warga negara. 

Nyatanya seluruh masyarakat kemarin telah menyumbangkan suaranya dalam pemilu dan tidak ada diskriminasi dalam hal itu. Perihal penghitungan jika terdapat kejanggalan di KPU silahkan di kroscek kepada pihak yang bersangkutan dan apabila memiliki bukti-bukti silahkan hal tersebut dibawa ke Mahkamah Konstitusi selaku badan yang berwenang mengatasi sengketa pemilu. Se otoriter apa Jokowi hingga masa memutuskan melakukan aksi tempo hari. 

Ketika ada rencana aksi, pemerintah juga siap untuk mendukung aksi tersebut dalam bentuk pengamanan dan memfasilitasi secara penuh aksi yang dilakukan di depan gedunh Bawaslu kemarin. Dari yang dilakukan kemarin, sedikit terlihat bahwa ada beberapa pihak yang mengatasnamakan demokrasi malah menginjak-injak demokrasi dengan melalukan sedikit provokasi di media sosial. 

Menimbulkan gerakan-gerakan yang merisaukan masyarakat dan mengancam kedaulatan dari demokrasi itu sendiri. Jika sudah tidak percaya KPU dan Bawaslu, bukankah secara tidak langsung juga menaruh ketidakpercayaan kepada proses pemilu?

Politik dan Kemanusiaan

Ada yang lebih penting daripada politik, yaitu kemanusiaan.

Seperti yang diketahui, aksi 22 Mei kemarin juga menimbulkan korban jiwa. Menurut penuturan dari Gubernur DKI Jakarta tercatat ada 6 orang yang tewas pada aksi kemarin. Ada yang berpendapat bahwa aksi kemarin sengaja ditunggangi oleh beberapa oknum yang memicu terjadinya chaos. 

Dari kesemua pendapat yang ada, tidak sepantasnya jika masih memikirkan siapa yang benar dan salah. Biarkan aparat penegak hukum melakukan tugasnya. Bagaimana sikap pemerintah terhadap pelaku kericuhan tersebut dan seperri apa reaksi pemerintah untuk keluarga para korban. Sudah saatnya bangsa ini menjadi bangsa yang dewasa. 

Sebuah bangsa yang menyayangi setiap nyawa dari warganya. Cukuplah kejadian ini menjadi pelajaran sejarah dari berkembangnya sebuah bangsa. Siapapun pemenang dalam kontestasi politik ini, seyogyanya bisa merangkul seluruh masyarakat untuk membangun bersama-sama Indonesia yang lebih baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun