Mohon tunggu...
Wahyu Fadhli
Wahyu Fadhli Mohon Tunggu... Penulis - Buku, pesta, dan cinta

tulisan lainnya di IG : @w_inisial

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Tragedi Christchurch: Agama atau Kemanusiaan?

16 Maret 2019   18:14 Diperbarui: 16 Maret 2019   18:20 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemarin pada hari Jumat (15/03/2019) telah terjadi sebuah kejadian yang cukup menggemparkan duni. Sebuah penembakan yang menewaskan 49 orang itu terjadi di masjid Al-Noor, Christchurch, New Zealand. Peristiwa yang sudah ditemukan pelakunya tersebut terjadi saat orang-orang tengah melakukan ibadahnya di dalam masjid. Pelaku yang teridentifikasi sebagai Bartond tersebut, ternyata memiliki sebuah latar belakang khusus atas aksi penembakan yang menewaskan banyak orang tersebut. 

Bukan psikopat atau kelainan psikis lain yang mempengaruhinya, melainkan sebuah tabiat untuk balas dendam. Ia berusaha untuk membalaskan dendamnya kepada beberapa kerabatnya yang dibunuh oleh beberapa kelompok yang datang dari luar negaranya. Bartond yang diketahui berumur 28 tahun tersebut, memiliki riwayat pendidikan yang lumayan rendah. Ia menuturkan bahwa dirinya sendiri memang cukup malas untuk mengenyam pendidikan. Hal tersebut di latar belakangi juga dengan minimnya biaya yang ia miliki untuk mengenyam bangku pendidikan. Yang menjadi ironi dalam tragedi tersebut adalah ketika pelaku melakukan aksinya sambil di postingannya di media sosial miliknya.

Banyak respon yang muncul guna menanggapi peristiwa tersebut. Tanggapan-tanggapan tersebut muncul dari beberapa lapisan masyarakat. Bahkan beberapa ustaz-ustaz muda generasi milenium ikut menanggapi tragedi ini. Rata-rata dari mereka mengeluarkan kecaman dan mengutuk tragedi berdarah tersebut. 

Sebab memang benar jika hal tersebut sangat berbahaya jika pelakunya dibiarkan dan dilepaskan begitu saja. Terlepas dari perdebatan yang terjadi antara penyebutan tragedi tersebut, apakah termasuk kategori terorisme, atau radikalisme, atau yang lainnya. Yang jelas kejadian tersebut meregang banyak nyawa yang tidak tahu menahu soal alasan pribadi si pelaku. Hal tersebut adalah sebuah aksi teror yang mengancam kehidupan orang-orang yang mau beribadah atau orang-orang yang menginginkan kehidupan yang damai. Tragedi itu mengusik rasa kemanusiaan setiap hati manusia yang merasakannya.

Sudah sangat lama memang stigma mengenai terorisme melekat pada agama Islam. Semenjak tragedi pembajakan pesawat yang kemudian di Tabrakkan ke gedung WTC di Amerika Serikat, pandangan dunia saat itu tertuju pada Islam. Dunia seakan mengarahkan pandangan sinisnya pada kelompok-kelompok Islam timur tengah sebagai dalang dari aksi teror. Perlu dicatat sebelumnya, pengertian teror secara harfiah sangat jauh dari konsep agama apapun. 

Teror yang berarti tindakan menakut-nakuti dan merupakan tindakan sabotase sangat jauh dari ajaran Tuhan. Jika terdapat sebuah aksi teror, maka dirasa terlalu naif jika langsung diarahkan kepada persoalan agama. Bahkan jika menuruti stigma tersebut, bagaimana dengan kasus yang terjadi di New Zealand kemarin, yang notabene pelakunya berasal dari agama yang berbeda, dan dia juga sudah menyebutkan alasannya yaitu untuk balas dendam dan bukan beralaskan agama.

Persoalan kemanusiaan adalah persoalan seluruh dunia. Seluruh umat manusia sepanjang garis ekuator yang melingkar dan membentang dari kutub utara sampai kutub selatan seharusnya bisa merasakan hal tersebut sebagai kesedihan sebagai seorang manusia, bukan lagi di pandangan sebagai peperangan antar kenyamanan beragama. 

Tuhan menurunkan agama ke dunia bukan sebagai alat untuk mengangkat senjata, melainkan untuk saling berjabat tangan. Sampai kapan hal-hal seperti terorisme akan mengkambinghitamkan agama? Terorisme bukan sebagai ajaran agama, hal itu lebih tepat disebut sebagai suatu tindakan kejahatan dalam hal kemanusiaan. 

Tugas pembasmiannya juga harus dilakukan oleh manusi sendiri, tidak di pasrahkan dalam agama saja. Jika kita terlalu sibuk memperdebatkan mana yang salah, kita akan melupakan bahwa kemarin negeri indah di sebelah semenanjung Australia tersebut, menjadi begitu sangat mencekam dan berlumuran darah. Mungkin kemarin New Zealand, dan ketika kita sibuk mempertahankan ketuhanan kita, negeri kita sendiri yang akan menjelma kurusetra.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun