Beberapa waktu lalu, presiden Jokowi sempat mengalami perlakuan yang bisa dibilang aneh. Ketika bapak presiden sedang menghadiri Dies Natalis Universitas Indonesia ke-68 di Balairung.
Saat berada dalam forum pertemuan tersebut, presiden Jokowi sedang memberikan sambutan dalam forum tersebut. Ketika presiden sudah berada di atas podium, tiba-tiba Ketua BEM UI berdiri dan mengeluarkan sebuah kartu kuning yang berukuran lumayan besar.
Seketika itu pula, kondisi forum mendadak tidak kondusif sebab ulah dari ketua BEM-UI tersebut dan memicu tindakan yang cukup preventif oleh paspampres yang kemudian menarik Ketua BEM UI untuk keluar ruangan. Kejadian ini beberapa hari yang lalu sempat memicu beberapa opini masyarakat.
Beberapa berpendapat bahwa tindakan ketua BEM UI tersebut dinilai sudah menciderai rasa hormat seorang rakyat kepada presidennya, bahkan yang lebih ekstrem, ada beberapa opini yang menyatakan bahwa perbuatan itu merupakan termasuk perbuatan yang menghina presiden. Dari beberapa opini yang telah ada, saya mencoba juga untuk memberi sedikit pandangan terhadap kejadian tersebut.
Mungkin bisa saya awali dengan melihat bagaimana akhir-akhir ini perjalanan pemerintahan Presiden Jokowi. Yang terjadi beberapa kurun waktu terakhir ini, memang beberapa kemajuan telah dicapai oleh negara berkembang ini.
Namun, di sisi lain, terdapat beberapa sektor yang ternyata luput dari pandangan masyarakat. Beberapa sektor tersebut ternyata malah mengalami kemerosotan yang luar biasa. Seperti yang disebutkan oleh ketua BEM UI, yakni masalah perihal sarana kesehatan di Papua yang dirasa sangat minim.
Bisa jadi, para pimpinan legislatif kampus UI ini merasa bahwa pembangunan yang dilakukan Presiden Jokowi belum merata dan malah melupakan wilayah yang semestinya pembangunannaya digenjot. Sebelumnya mahasiswa UI tercatat beberapa waktu lalu juga sempat melakukan aksi untuk mengkritik hal yang serupa.
Sebenarnya yang menjadi permasalahan di sini bukan merupakan soal pantas atau tidak pantas, layak atau tidak layak seorang mahasiswa me-"kartu kuning" seorang presiden. Namun permasalahannya di sini adalah kenapa setiap perbuatan yang berbau kritis selalu dihalangi. Apakah dalam posisi saat ini seorang lelaki yang bernama Jokowi dan kebetulan menjabat sebagai presiden lantas tidak memiliki kesalahan?
Jika jawabannya memang tidak, maka perlu ada hal untuk menjelaskan kenapa setiap tindakan kritis selalu dituduh anarkis. Pada dasarnya anak-anak muda ini dididik di dalam kampus juga dengan segala permasalahan dan berusaha menyelesaikannya.
Kami para mahasiswa tidak dilarang untuk kritis di dalam kampus, dan itulah yang menjadi latar belakang kami selalu berdiri di belakang pemerintah. Siapa pun orangnya, dari lapisan masyarakat mana pun bisa menjadi tukang kritik apabila diperlukan untuk mengawasi sebuah pemerintahan.
Ketika ada suatu permasalahan dalam pemerintahan dan terlihat mahasiswa hanya diam, pasti akan muncul pembicaraaan yang membandingkan mahasiswa angkatan milenial ini terlalu banyak diam di rumah atau kos-kosan dengan angkatan 65 atau 98 yang pergerakannya dinilai sangat progresif. Ketika terjadi hal seperti itu, mahasiswa bisa selalu dijadikan sasaran karena dinilai pasif, oportunis, dan apatis.