Mohon tunggu...
Moh Wahyu Syafiul Mubarok
Moh Wahyu Syafiul Mubarok Mohon Tunggu... Penulis - Part time writer, full time dreamer

No Sacrifices No Victories

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Alih Teknologi dan Keadilan Iklim

24 Desember 2024   21:14 Diperbarui: 24 Desember 2024   21:14 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Dall-E

Saat dunia mempercepat upaya untuk melawan perubahan iklim, alih teknologi (technology transfer) muncul sebagai mekanisme penting untuk menjembatani kesenjangan antara inovasi dan keadilan iklim.

Bagi negara berkembang seperti Indonesia, yang memiliki potensi besar namun akses terbatas terhadap teknologi maju, alih teknologi menjadi kunci dalam membangun masa depan berkelanjutan.

Namun, untuk memanfaatkan potensi alih teknologi sepenuhnya, Indonesia harus menghadapi tantangan kompleks seperti hak kekayaan intelektual (IPR), keterbatasan pendanaan, dan ketidakadilan global. Diperlukan cetak biru yang berlandaskan keadilan dan kesetaraan untuk mengubah tantangan ini menjadi peluang bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.

Alih teknologi, sebagaimana didefinisikan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), tidak hany amelibatkan transfer peralatan, tetapi juga penyebaran pengetahuan, keterampilan, dan kapasitas inovasi.

Ini adalah alat penting bagi negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan beradaptasi terhadap dampak perubahan iklim. Namun, kerangka kerja alih teknologi saat ini belum memadai untuk mencapai tujuan iklim global.

Berdasarkan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), negara maju memiliki kewajiban utama untuk memfasilitasi dan membiayai transfer teknologi ramah lingkungan (environmentally sound technology/EST). Namun kemajuan di bidang ini berjalan lambat.

Laporan Bank Dunia menunjukkan bahwa banyak teknologi iklim yang terbukti efektif tidak sampai ke negara berkembang yang paling membutuhkan untuk mencapai target Perjanjian Paris. Bagi Indonesia, kesenjangan ini menjadi penghalang untuk memenuhi target Nationally Determined Contributions (NDCs).

Sebagai pusat global untuk sumber daya penting seperti nikel (komponen utama baterai kendaran listrik), Indonesia memiliki peluang besar untuk memimpin dalam teknologi hijau. Namun, hambatan besar seperti ketatnya rezim IPR, kesenjangan pendanaan, keterbatasan kapasitas teknis, dan ketimpangan global menghalangi pemanfaatan potensi ini sepenuhnya.

Pendekatan Berbasis Keadilan

Guna mengatasi tantangan ini, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan alih teknologi yang berpusat pada keadilan, dengan menekankan kolaborasi dan pembangunan kapasitas jangka panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun