Energi yang digunakan dalam pembangunan rendah karbon adalah energi baru terbarukan (EBT) yang mampu menurunkan emisi gas rumah kaca dan efisiensinya mampu memberikan dampak ekonomi yang cukup tinggi dibandingkan dengan penggunaan energi fosil. Rancangan penerapan Build Back Better pada pengelolaan energi nasional dapat dimulai degan pembangunan infrastruktur EBT dan efisiensi energi.Â
Hal tersebut akan menghasilkan FTE (Full-Time Employment) yang lebih tinggi dari energi fosil dan mampu menyerap hingga lima FTE lebih banyak. Selain itu, kebijakan dan iklim investasi yang menarik perlu terus didorong pada sektor bisnsi, seperti feed-in tariff, subsidi, hingga keringanan pajak.
Inisiatif tersebut diharapkan dapat mengatasi dana yang semakin terbatas untuk fosil terbatas, namun berlimpah bagi EBT. Juga menghadirkan product emission sebagai non-tarif barrier untuk ekspor.Â
Selain itu, Pemerintah juga turut memperhatikan ancaman pengembangan EBT seperti regulasi untuk EBT dan carbon pricing, Demand dan Oversupply pada PLTU, ketersediaan teknologi dalam negeri, investasi dan teknologi dari Cina dan Korea Selatan, harga minyak yang rendah, hingga subsidi untuk energi fosil.
Memang, pengembangan EBT di tidak pernah mudah, utamanya di negara berkembang. Namun, perubahan itu harus diawali hari ini, agar anak cucu kita tidak dilanda kegelapan dan kematian lantaran musnahnya energi akibat habisnya bahan bakar fosil.Â
Lebih dari itu, kita hanya punya satu bumi yang harus senantiasa dirawat dan dijaga keberlanjutannya. Pengembangan EBT dapat menjadi exit strategy untuk menghindarkan dunia yang kini telah penuh sesak oleh polusi karbon.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H