Dalam konteks penanganan krisis pandemi global, pilar yang menyokong Quadruple Helix dapat diterjemahkan ke dalam beberapa sektor. Pilar pertama adalah pemerintah, baik eksekutif maupun parlemen.
Sebagai perwakilan langsung rakyat, anggota parlemen berada di posisi yang strategis untuk membawa suara rakyat ke arena internasional dan memastikan implementasi komitmen global di tingkat nasional.Â
Hadirnya BKSAP (Badan Kerja Sama Antar Parlemen) sebagai alat kelengkapan dewan menjadi ujung tombak diplomasi parlemen sesuai amanah Undang-Undang nomor 17 tahun 2014.Â
Lebih dari itu, BKSAP juga berperan dalam memberikan perspektif baru untuk meningkatkan fungsi parlemen yaitu legislasi, penganggaran, dan pengawasan dalam merespon masalah krisis pandemi COVID-19.
Pilar yang kedua adalah Universitas dan Insititusi penelitian. Selain berusaha menghadirkan inovasi, baik calon vaksin maupun teknologi pendukung penanganan COVID-19 seperti ventilator, juga sebagai jembatan untuk menerjemahkan informasi ilmiah yang dapat disampaikan ke masyarakat guna mudah dipahami. Pilar ini membutuhkan suntikan dana dari pemerintah yang disahkan oleh parlemen, untuk menggerakkan roda inovasi penanganan COVID-19.
Namun, tidak selamanya produksi inovasi bisa disokong oleh dana negara. Sehingga dibutuhkan pilar yang ketiga, yakni industri utamanya obat-obatan dan farmasi. Kolaborasi yang terjalin dapat melakukan hilirisasi riset dari insititusi kemudian diproduksi masal di korporasi-korporasi terkait.Â
Selain lebih efisien, hal ini juga membuka peluang penyerapan tenaga kerja yang sebelumnya banyak terkena pemutusan hubungan kerja. Perlu adanya peran pengawasan dari parlemen mengenai penyerapan dana di industri-industri tersebut.
Dan pilar yang terakhir, masyarakat, juga memiliki peran yang sentral dalam kolaborasi melawan pandemi. Selain menjadi subjek yang bertanggung jawab atas munculnya berbagai macam cluster penularan, partisipasi aktif masyarakat juga perlu untuk menekan angka lonjakan pasien terinfeksi.Â
Lebih dari itu, masyarakat juga dapat berperan sebagai malaikat penolong untuk meringankan beban saudara-saudara yang terdampak. Melalui peran filantropi baik dalam bentuk lembaga, maupun perseorangan.
Masyarakat Indonesia terkenal dengan kemurahan hatinya. Menurut salah satu lembaga filantropi, BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional), menyebut bahwa potensi zakat dari masyarakat muslim Indonesia menyentuh angka 233,8 triliun per tahun.Â
Selama pandemi COVID-19 ini, telah tersalurkan lebih dari 100 miliar untuk menyelamatkan masyarakat rentan terdampak. Tentu, ini menjadi sebuah bentuk solidaritas antar suku, ras, dan agama. Karena bagaimanapun, isu kemanusiaan berada di atas segalanya.